Bab 24. Vian yang Mengamuk

1049 Words
Rivaille memang tidak mengerti bahasa apa yang tertulis di dalam buku itu. Tapi dari semua sketsa yang ada disana sudah menggambarkan jelas seperti apa kejadian di masa lalu sebelum ia dilahirkan. Disana jelas tergambar berbagai macam sketsa tentang kengerian yang terjadi selama peperangan berlangsung. Bagaimana kejamnya sosok Tiffa dan keganasan wanita itu. Seakan penulis yang membuat buku itu melihat sendiri bagaimana kekacauan yang terjadi. Tampak banyak bekas coretan terburu-buru yang menandakan betapa ketakutannya sang penulis menuliskan semua kejadian yang terngiang di kepalanya. Rivaille meremas buku itu sedikit kuat. ‘Tiffa… Yovanka.’ Batinnya mulai merasa sejak awal ia sudah dalam bahaya jika berdekatan dengan wanita itu. Banyak bercak hitam seperti tetesan yang entah apa. Mungkin saja darah karena Rivaille sendiri tidak yakin. Karena setelah ia melihat di halaman terakhir, ada sebuah bayangan hitam yang dimana Tiffa tergeletak disana. Matanya lalu menangkap sesuatu yang ditulis dengan tulisan yang sedikit tebal. Rivaille pun menutup buku itu perlahan lalu menarik kursi untuk duduk disana karena kakinya yang ikut lemas seperti Eredith. “Makhluk apa sebenarnya wanita itu.” Rivaille bergumam dan Eredith menggelengkan kepalanya lemah. Dongeng seram ini apakah menjadi cerita pengantar tidur pada anak-anak di zaman dulu? Dua legendaris dari keturunan Cleis, yaitu Yovanka. Kakak beradik yang masih hidup sampai di zaman ini. “Seperti apa yang ada di buku pengetahuan. Semakin tua umur vampir, semakin kuat kekuatan mereka. Sepuluh ribu tahun yang dibicarakan oleh wanita itu hanya permulaan. Awal masa kejayaan Yovanka bahkan terjadi seratus ribu tahun ketika manusia masih sebesar raksasa.” Ya. Eredith benar. Sayang sekali kepala Rivaille mendadak berdenyut sakit karena terlalu lama menggunakan kekuatan mata hitamnya. Jati diri Tiffa yang baru saja ia ketahu membuatnya sedikit merinding. Setelah ini mungkin saja wanita itu sudah mengetahui beraneka ragam kekuatan yang bahkan Rivaille tidak menghafal semua jenisnya. Dan bagaimana dengan rencananya nanti? Matanya yang sudah netral itu menatap kertas peta di atas meja. Ia tidak punya pilihan lain lagi. “Kita akan tetap melanjutkan rencana invansi. Dengannya atau tidak sama sekali. Aku akan berusaha memikirkan jalan keluarnya setelah kita menguasai Konsberg minggu depan.” Eredith mengangguk. Ia pun pamit dan pergi menuju kamarnya sendiri untuk istirahat. Rivaille juga segera membereskan pekerjaannya sebentar lalu menyimpan buku itu di bawah bantalnya. -Keesokan harinya- Seperti yang telah disetujui oleh Tiffa, ia tidak akan mengganggunya. Tapi ketika ia berkunjung ke kamarnya, ia melihat Vian sudah menjaga di depan pintu dan menatap kedatangannya dari kejauhan. “Hari masih pagi, Tuan Muda. Kenapa tidak bergabung dengan kedua orang tua Anda di gazebo dan menikmati pagi?” Rivaille sengaja mengabaikan sindiran Vian. Ia berhenti tepat di hadapan adik Tiffa. Pria yang tingginya lebih dari lima senti darinya itu menantang seakan siap untuk berkelahi. “Berapa tinggimu?” Tatapan mereka saling mengunci seakan ada benang percikan listrik diantara tatapan mereka. Vian tidak memungkiri bahwa Rivaille tampak seperti sudah tahu semuanya tentang Yovanka. Setelah ini apa yang akan pria itu ambil adalah hal paling menegangkan sekali. Jika bocah ini kemari untuk membunuh dirinya dan juga kakaknya, dia tidak akan mampu. “75 kaki.” Rivaille melepaskan tatapan matanya. Vian cukup takjub Rivaille percaya begitu saja dengan perkataannya. Lagipula selama ini belum pernah ada orang yang menanyakan tinggi badannya. Jika Rivaille menganggap itu hanya lelucon, Vian tidak akan peduli. “Aku kemari untuk memintamu mengajariku selagi Tiffa hibernasi. Setelah selesai, kau bisa melakukan apapun yang kau suka disini.” Vian tertawa mendengarnya. Bocah nakal seperti Rivaille berani memerintahnya? Usianya bahkan tidak ada satu persen dari usianya. Dasar bocah kurang ajaR. “Jangan membuatku tertawa, bocah. Butuh Puluhan ribu tahun bagimu untuk menerima pembelajaran dari guru sepertiku.” Ucap Vian percaya diri dan sengaja mengintimidasi Rivaille. Jujur saja melihat wajah Rivaille ada perasaan ingin memukulnya sekali atau dua kali. “Aku bisa membangunkan Tiffa saat ini juga dan membuatnya tidak bisa hibernasi selama masih di kerajaanku.” Rivaille berkata tidak takut sama sekali dengan delikan mata Vian. Vian langsung kehilangan senyuman mengejeknya. Memangnya hanya itu yang bisa dilakukannya? Vian bisa saja membawa Rivaille ke pulau seberang dan mengajaknya berkelahi disana. Tapi mengingat Tiffa tidak bisa jauh darinya, Vian langsung memijat dahinya. ‘Kalian berdua ini membutku sakit kepala saja.’ Batinnya kesal. “Terserah kau saja, bocah. Tapi aku tidak tertarik mengajarimu.” “Katakan saja kalau kau tidak ada apa-apanya tanpa kakakmu.” Nyiiitt! BLAARRRR! Hilang sudah kesabaran Vian. Berani sekali bocah nakal ini menghinanya. Rivaille terkejut sekali sampai melindungi kepalanya ketika merasakan aura Vian yang telah berubah sempurna. Desisan dari nafas yang keluar dari mulut Vian mendatangkan awan mendung di luar kastil. Angin tiba-tiba memenuhi lorong koridor sampai menyibak semua gorden. Vas bunga besar yang berdiri langsung terguling dan pecah di atas lantai. “Jadi kau menganggap aku adik yang tidak berguna?” Rivaille tidak bisa menjawabnya karena terlalu mengerikan melihat perubahan Vian. Pakaian perang yang dikenakannya tampak sama dengan Tiffa kemarin. Sesuatu yang digenggam di tangan kanannya tampak menimbulkan banyak gemuruh petir mengerikan diluar sana. Rivaille pun segera berlari dan menghantamkan tubuhnya keluar dari jendela. Jika mereka bertarung disana, sudah pasti Tiffa akan bangun. Tapi melihat Vian yang seperti siap mengamuk itu membuat suasana di lapangan kastil mendadak ramai sekali. Iefan dan Melvern lagi-lagi harus menyaksikan pagi yang berantakan di kerajaan Heddwyn. Seperti tidak ada lagi hari tenang sejak kedatangan Yovanka di kastil tua ini. “RIVAILLE!” Teriak Melvern kalap. Iefan segera menahan istrinya sambil menunggu siapa yang tengah mengamuk pagi ini. PRAANKK! Seluruh kaca jendela di lantai tiga di bagian kamar tamu tiba-tiba pecah berederet satu koridor. Hempasan angin yang tiba-tiba itu menerbangkan pecahan kaca keluar jendela dan menancap di atas tanah. Rivaille segera bersiap. Matanya sudah menghitam mengamati Vian yang melompat turun sepertinya. Iefan dan beberapa prajurit yang berjaga lantas ikut memasang badan ketika melihat ternyata sang tamu yang tengah mengamuk. “Bocah lemah sepertimu masih belum pantas untuk sombong.” Ucap Vian dengan suara yang berbeda dari sebelumnya. Melvern berjengit ngeri hampir tidak kuat menahan aura dari Vian. Dan memang dari semua mata vampir yang ada, hanya mata dari Yovanka yang membuatnya merinding hebat. Apakah sebelumnya sang ayah dan para tetua bertarung di depan kastil dengan Tiffa dalam mode bertarung seperti Vian? Vian menancapkan senjata di tangannya ke atas tanah. Dan gerakan tubuhnya yang membungkuk, membuat Rivaille menyadari bahwa senjata yang dipegang Vian adalah sebuah tombak panjang. Yang panjangnya tidak diketahui. ‘Pose itu….'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD