bc

Mutiara yang Hilang

book_age12+
0
FOLLOW
1K
READ
HE
love after marriage
fated
stepfather
tragedy
like
intro-logo
Blurb

Seluruh tokohnya kehilangan mutiara hidup mereka.

Ayesha kehilangan putranya yang akhirnya dapat kembali ke pelukannya. Shaka kehilangan kedua tuanya sejak ia masih bayi. Dan Rafi, kehilangan putranya ketika anak lelaki itu sudah merasa menderita akibat perlakuan ibu tirinya dan ia memilih untuk tinggal bersama ibu kandung dan ayah tirinya yang menempatkannya seperti seorang pangeran kecil di dalam istana.

chap-preview
Free preview
1. Kabar (Tak) Menyenangkan
Siang itu, Ayesha yang tengah mengetik pada laptop di dalam kamarnya menerima telepon dari sang ibu. Jemari tangannya yang sedang menekan tombol-tombol seketika berhenti. “Assalamualaikum bu.” Suara ibunya di seberang sana menjelaskan secara detil dan lama-kelamaan terdengar parau, membuat Ayesha membisu dan perlahan matanya memerah. Bulir air menggenang di sana. Hatinya mulai bersedih dan diam-diam ia menangis, tanpa suara. Air matanya jatuh tak tertahankan. Ia lalu memejamkan mata dan menundukan wajah, dan seolah ingin menyembunyikan kesakitan hatinya dari sang ibu, Ayesha pun kemudian mengangkat wajah, menghapus basah di pipinya, lalu menarik nafas sedalam mungkin, dan mengatur ritme nafasnya senormal mungkin. Jangan sampai ibu tahu. “Iya bu. Nanti Ayesha obrolkan dulu dengan Mas Shaka.” “Mudah-mudahan ini yang terbaik untuk semuanya. Kasihan anak itu, dia hampir lupa wajah ibu kandungnya. Tapi dia selalu ingat akan kenang-kenangan yang pernah tinggal di antara kalian. Ayesha, ibu mau telepon dulu Rafi, supaya dia menyiapkan semua pakaiannya.” “Iya bu.” “Assalamualaikum.” “Waalaikumussalam.” Ayesha menutup sambungan telepon dengan perasaan campur aduk. Antara berdebar, sedih, dan bahagia. Bagaimana tidak, darah dagingnya yang selama lebih dari lima tahun tak berada dalam pelukannya kini beberapa jam lagi akan bertemu dengannya. Oh Tuhan, Ayesha tidak pernah menduga sama sekali ini bakal terjadi. Mata Ayesha berkeliling ke sembarang arah. Bibirnya tersenyum merekah dan hatinya sungguh terlampau bahagia. Tetapi air mata justru kembali mengalir di pipinya. Hey, itu bukanlah semata-mata air mata kepedihan! Itulah air mata suka cita yang diliputi kerinduan mendalam. Berbagai kenangan seketika menyusup dalam memorinya. Ia kembali teringat akan putranya itu dan hal pertama yang kini tengah dirundungnya adalah tentang bagaimana perpisahan antara dirinya dan sang putra bisa terjadi, lalu mundur kepada apa yang melatarbelakangi dirinya dan sang suami hingga harus bercerai. Semua masa lalu itu seakan menggenangi pikirannya. Melumpuhkan aktivitas yang seharusnya sedang ia kerjakan. Ayesha kembali menghapus air matanya, lalu hendak menghubungi seseorang. Namun urung. Ia terdiam lagi sambil menggenggam batang ponselnya. Kemudian ditaruhnya alat komunikasi itu di samping laptop di atas meja. Ayesha memilih untuk kembali memusatkan perhatian pada layar laptop dan melanjutkan ketikannya. *** Sore harinya saat sang suami baru sampai di rumah, Ayesha menyambut dengan seperti biasanya. Mencium punggung tangannya, membawakan tas ke dalam kamar sambil bertanya apakah hendak makan atau mandi dulu, kemudian menyiapkan yang diperlukan. Bila Mas Shaka berniat makan terlebih dulu, maka Ayesha akan langsung menyediakan peralatan makan di atas meja makan. Namun bila suaminya itu ingin mandi lebih dulu, maka Ayesha tentu langsung menyabet handuk suaminya yang menjuntai di rak yang tersimpan di pinggiran taman belakang rumah, kemudian menyerahkannya. “Mau makan atau mandi dulu mas?” “Mandi dulu deh.” Setelah menaruh tas suaminya di atas meja, Ayesha pun ke luar kamar lagi dan bergerak ke taman belakang untuk mengambil handuk suaminya dan menyerahkannya. “Sambil nunggu mas, aku panasin dulu lauknya.” “Enggak usah. Nasinya panas kan?” “Panas.” “Ya udah.” “Ya kan biar enak mas panas semua.” “Kalau panas semua enggak bisa langsung dimakan.” Ayesha tersenyum mendengar ucapan suaminya. Sejak menikah dengan Mas Shaka, Ayesha memang selalu merasa dipermudah segala pekerjaan dirinya. Tidak pernah dengan sengaja membebani lantaran merasa itulah bagian dari tugas seorang istri. Shaka senantiasa menjaga dan merawat perasaan cintanya itu terhadap Ayesha dengan cara-cara yang hangat dan penuh keromantisan, dan sejak pertama Ayesha mengenal kepribadian dari seorang Shaka itulah, Ayesha mulai kepincut dan mempercayakan semua yang ada padanya termasuk kisah kelam perjalanan rumah tangga pertamanya bersama Rafi dengan penyerahan yang penuh kepasrahan. Apalagi yang diharapkan dari seorang lelaki yang selalu mengistimewakan perempuannya selain cinta darinya semata? Ayesha kembali menata hidupnya dari nol. Menyembuhkan luka yang pernah ditorehkan oleh pasangan hidupnya terdahulu. Pematah sayap sekaligus si perebut putra tercinta. Akan tetapi dengan hadirnya Shaka mampu menjahit luka-luka itu. Wajah tegas, berwibawa, dan penuh kharisma bersinar dari diri Shaka yang pembawaannya senantiasa bermurah hati. Ayesha yang hendak membuka percakapan memperhatikannya dengan lekat. Takut kalau suasana hati suaminya itu sedang tidak enak. Namun sepertinya tidak. Shaka justru membalas dengan pandangan penuh pengertian dan seakan tahu betul istrinya itu ingin mengutarakan sesuatu, Shaka menaikan satu alisnya sembari mengusap bibir dengan sehelai tisu. Ragu-ragu Ayesha berujar kepada suaminya yang rambutnya masih terlihat basah sehabis mandi tadi. “Mas, tadi siang ibu telepon.” Shaka memusatkan perhatian. Kedua tangannya ditaruh di sebelah piring bekas makannya barusan. “Ibu cerita soal Fathan.” “Fathan?” Seakan tak percaya dengan apa yang barusan didengar dari istrinya, sebab bukankah nama itu telah lama hilang dari kehidupan Ayesha? Bahkan sejak mereka menikah, Ayesha tak pernah sekalipun membahas lagi soal itu. Hanya sekali ia pernah menceritakan dan itupun jauh sebelum mereka berikrar suci di hadapan Tuhan. “Iya mas.” “Bagaimana Fathan? Dia sehat?” Ayesha tersenyum berat dan suaminya tentu mengetahui, jika istrinya tengah sengaja menyembunyikan sesuatu. “Sehat alhamdulillah. Tapi …” Ayesha menjeda sebentar. “Fathan sekarang enggak keurus.” “Enggak keurus? Bukannya dulu laki-laki itu yang mengambil dan dengan penuh keyakinan bisa membesarkannya dengan baik?” “Iya mas. Tapi kenyataannya enggak.” Seketika retina Ayesha memerah dan Shaka yang menangkap kesedihan itu dengan segera menggenggam tangan istrinya. “Kamu menginginkan Fathan tinggal bersama kita?” Mendengar kalimat suaminya itu, Ayesha seakan tersengat perasaannya. Oh Tuhan, inilah saat yang paling ia tunggu dalam hidup. Bisa bertemu lagi dengan putra kesayangannya yang pasti sekarang beranjak remaja. Saking bahagia dan belum percaya, Ayesha justru membeku dan kehabisan kata-kata. Ia tenggelam ke dasar keharuan. “Sayang, bagus kalau memang Fathan bisa tinggal bersama kita, tapi…” “Tapi apa mas?” Shaka tak langsung menjawab. Ia menarik nafas dalam lebih dulu. “Tapi apa dia mau?” Ayesha menelan ludah. Tidak pahit, namun berat. Dalam benaknya membenarkan perkataan Shaka. Namun bukankah di dalam hatinya yang terdalam, ia pun amat merindu Fathan dan Ayesha tak mungkin membiarkan putra kandungnya itu tak terurus hidupnya. Ayesha tak ingin serta merta memihak pada pernyataan sang suami. Ia memberikan alasan lain yang masuk diakal. Bagaimanapun, Fathan harus kembali ke tangannya. Seketika air mata menggenang. “Mas, aku ini ibunya. Ibu kandungnya. Ibu yang selama sembilan bulan lebih menahan sakit di sini,” Ayesha memegang dadanya. “agar bisa memiliki keluarga yang utuh, walau itu tetap berujung sia-sia. Melahirkan tanpa didampingi dan sempat membersamai dia tumbuh dalam ketidaknyamanan sebuah keluarga, tapi aku tetap memiliki impian mas. Fathan masih punya kesempatan untuk bahagia di tengah-tengah keluarga yang menyayanginya dan aku, aku sebagai ibu kandungnya sangat ingin memberikan itu.” Shaka terdiam dan menyaksikan perubahan rona di wajah suaminya itu, Ayesha tiba-tiba menyadari satu hal, Fathan bukanlah darah daging dari lelaki yang kini dicintainya. Apakah Ayesha telah salah berucap atau terlalu menggebu-gebu, sehingga lupa menyadari, jika mungkin saja Shaka tengah cemburu? “Maaf mas.” Ayesha tertunduk. Ia tak berani memandang suaminya. “Enggak apa-apa. Mas kok yang salah. Fathan pasti masih ingat sama kamu dan mas rasa tak seorangpun anak yang menginginkan tinggal jauh dan terpisah dari ibu kandungnya.” Ayesha terpaku dengan mimik wajah terperangah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
474.5K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
521.1K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
613.6K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
473.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook