BAB 5 : TAKUT

854 Words
SELAMAT MEMBACA  ***  "Selamat pagi Mas Sakti." Queen menyapa Sakti yang sedang berdiri tidak jauh dari mobil nya. "Pagi Non," jawab Sakti singkat.   Sejak seminggu yang lalu Queen meminta ganti supir baru kepada papinya, Queen sudah tidak pernah mengeluh lagi tentang sikap supir baru nya. Seminggu sudah Sakti menjadi supir Queen dan Queen sudah mulai terbiasa dengan sikap diam nya Sakti. Justru Queen tertarik untuk menganggu Sakti dengan kecerewetan mulut nya karena Queen tau Sakti tidak terlalu suka dengan suara yang berisik, hal tersebut terlihat dari sikap Sakti yang cuek ketika Queen mulai bercerita panjang lebar. "Mas Sakti ayo berangkat." Sakti pun hanya diam dan mulai menjalankan mobil nya dengan pelan. "Mas Sakti sudah sarapan belum?" Queen berusaha mencari topik pembicaraan, karena suasana mobil yang sangat sunyi. "Belum Non." "Mas Sakti suka bubur ayam tidak? Queen tau tempat makan bubur ayam yang enak di mana.  Yukk kita sarapan kesana, Queen tadi juga belum sarapan sedang ingin makan bubur.  Mas Sakti maukan?" "Iya Non ..." "Mas Sakti panjangan dikit dong kalo ngomong, biar rame." Sakti tidak mengucapkan apapun, dia membiarkan Queen terus berbicara hingga mereka tiba di warung bubur. Setibanya di warung bubur Queen segera merasa dua porsi bubur dan dua gelas es teh. "Mas Sakti tau tidak, bubur di sini itu rasanya sangat enak. Queen suka sekali makan disini. Disini kalau sore sampai malam juga banyak jajanan enak lho, ada batagor, bakso, mie ayam, siomay, sate masih banyak lagi. Pokok nya yang enak- enak ada di sini. Tapi Queen tidak boleh kesini sering - sering, papi selalu melarang Queen.  Padahal Queen ingin seperti mereka bisa datang kesini kapan saja, dan makan apa saja yang Queen inginkan ... " Queen menunjuk beberapa anak- anak berseragam sekolah yang tengah menikmati jajan pagi yang juga di jual di sana. Sakti tidak banyak menanggapi, dia hanya terus memperhatikan Queen yang terus bercerita sambil memakan buburnya. "Mas Sakti ini sebenar nya asli orang mana?"  Queen kembali bertanya. "Jogya Non," Jawab Sakti singkat. "Wahh jogya, aunty Amba istri uncle Rehan juga dari Jogja. Queen juga pernah beberapa kali liburan ke Jogya. Queen main ke Malioboro, ke Altar, ke Parangtritis terus jajan bakpia sama dodol. Mas Sakti sebelum jadi supir di rumah Queen kerja nya apa?" "Bertani Non!" “Bertani apa?” “Padi.” "Masa sih Mas Sakti bertani, orang ke kebun itu kan biasa kena panas terus kulit nya hitam. Tapi Queen lihat Mas Sakti tidak hitam." Queen terus berbicara, sedangkan Sakti hanya menanggapi sekenanya saja bahkan terkesan malas. Saat mereka tengah asik bercerita, lebih tepat nya Queen yang bercerita dan Sakti hanya diam sambil mendengarkan cerita Queen tentang segala hal, tiba – tiba terdengar suara keributan. "Mas Sakti lihat itu!!" Queen menunjuk sekelompok orang yang tengah menagih uang keamanan kepada para pedagang dengan kasar. Queen ingin mendekat, dia tidak bisa melihat adanya ketidakadilan dan kekerasan di hadapannya. "Jangan!!" Sakti sudah lebih dulu menahan tangan Queen sebelum Queen berdiri. "Kasian mereka Mas, lihat pedagang itu. Jika tidak ada uang untuk di berikan kenapa mereka memaksa." Queen masih bersikeras ingin berdiri dari duduk nya. "Itu bukan urusan nya Non, lebih baik kita kekampus." "Tidak mau!" Queen tetap mendekat ke arah sekelompok orang itu. "Heii kalian, jangan ganggu mereka!!" Suara Queen mengalihkan perhatian sekelompok preman itu. "Woww ada cewek cantik." "Pergi kalian!! Jangan mendekat!! Apa yang kalian inginkan?" Queen sangat takut sebenarnya melihat 4 orang berbadan besar dan merwajah menyeramkan itu, namun sudah kepalang tanggung dia tidak mungkin mundur. Dia melihat Sakti hanya duduk tanpa berbuat apapun, Queen benar - benar merutuki sikap Sakti yang hanya diam saat dia membutuhkan pertolongan. "Uang!! Berikan kami uang makan kami akan pergi." Ucap salah satu dari preman itu dengan kasar. Queen membuka kantong kecil di tas nya yang berada di bagian samping dengan gemetar, dia mengeluarkan satu gepok uang pecahan seratus ribu kepada preman- preman itu, dia bersyukur papi nya selalu menyiapkan uang cash cadangan untuk dirinya jika keadaan mendesak dan saat ini uang itu benar - benar membantu. "Ambil uang ini sana cepat pergi, jangan ganggu pedagang disini." "Terima kasih cantik." Setelah menerima banyak uang dari Queen preman- preman itu pun langsung pergi, sedangkan Queen sendiri segera pergi ke mobilnya dia sangat takut. Namun bodoh nya Queen dia tidak bisa masuk ke mobil, karena kunci nya Sakti yang membawa dan entah dimana Sakti sekarang. "Papi ... Queen takuttt ..." Queen menangis sambil berjongkok di dekat pintu mobilnya. "Papi ..." Queen masih juga memanggil papinya dengan sangat lirih. Suatu kebiasaan yang tidak pernah hilang saat Queen merasa takut dan selalu membutuhkan papinya. Queen tersentak saat merasakan seseorang menariknya dari belakang, dia semakin takut. "Jangan menangis!" "Mas Sakti Queen takut. Mereka menyeramkan, badan mereka besar- besar. Mereka kasar..." Badan Queen sangat gemetar dan tangis nya belum diam saat Sakti memeluk nya. "Gadis bodoh," Sakti berguman pelan. "Queen mau pulang, Queen tidak ingin kekampus." "Besok lagi jangan sok berani kalau aslinya setakut ini." Ucap Sakti dengan nada ketus nya. "Mas Sakti bicara panjang cuma untuk marahin Queen, Mas Sakti diam saja jangan bicara apa - apa."   "Hemmm ..." "Mas Sakti tidak mau menolong mereka, jadi Queen yang tolong." "Menolong, tidak dengan cara bodoh tetap bisa." Sakti masih memeluk Queen, dia membiarkan Queen menangis dan mengomel. "Ayo pulang." “Nanti kalau di tanyain sama mami kenapa Queen pulang, bilang aja Queen sakit.” “Iya.” ******BERSAMBUNG ***** WNG, 7 SEPTEMBER 2020  SALAM E_PRASETYO
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD