BAB 8 KEKHAWATIRAN KAKEK YASSER

1053 Words
Flashback singkat. Kembali ke hari sebelum Adhi diculik. Petang itu, di teras rumah kayu, aroma kopi pahit dan tembakau kretek bercampur dengan wangi bunga melati dari pekarangan. Kakek Yasser duduk di kursi rotannya, tatapannya jauh dan penuh kecemasan. Nenek Helena sedang merajut syal tipis, tetapi matanya sering melirik ke arah jalanan, menunggu Adhi pulang. “Sudah dua kali dia pulang setelah Isya, Helena,” ujar Kakek Yasser, memecah keheningan, suaranya sarat kegelisahan. “Padahal dulu, sebelum Maghrib dia sudah duduk di sini dengan buku-buku tebalnya. Mahasiswa semester tiga seharusnya sibuk dengan tugas, bukan dengan angin malam.” Nenek Helena menghela napas, jarum rajutnya berhenti sejenak. “Anak muda memang begitu, Yaseer. Dia punya kehidupan sosial. Lagipula, dia bilang dia sedang belajar kelompok. Temannya baik-baik, katanya.” “Belajar kelompok di kafe yang ramai, dengan gadis cantik dari Fakultas Hukum? Jangan bodoh, Helena. Kita tidak punya uang untuk membayar janji-janji manis yang dibeli di kafe,” balas Kakek Yaseer, nadanya tegas. “Dia sedang jatuh cinta. Dan kau tahu apa risikonya.” “Kenapa kau begitu menentang, Yasser? Tania, gadis itu, bukankah dia bersikap baik? Adhi terlihat bahagia,” tanya Nenek Helena, mencoba membela cucunya. “Bahagia itu sementara, Helena. Status sosial itu selamanya,” Kakek Yasser bangkit dari kursinya, berjalan ke pinggir teras dan menatap gang sempit di depan rumah mereka. “Kau tahu betul, kita ini orang kecil. Kita hanya hidup dari keringat dan kiriman Almira. Jika dia berurusan dengan keluarga yang salah, kita bisa hancur secepat kilat.” “Kau masih takut pada masa lalu Almira? Pada Ayah kandung Adhi?” bisik Nenek Helena. Wajah Kakek Yasser menegang. “Lebih dari takut. Aku trauma. Ayah kandung Adhi... dia menunjukkan pada kita betapa mudahnya orang kaya menghancurkan hidup kita tanpa perlu mengeluarkan senjata. Mereka hanya perlu kata-kata. Mereka hanya perlu kekuasaan. Aku tidak mau Adhi mengulang kesalahan Almira, jatuh pada pesona yang salah.” Kakek Yasser kembali duduk, menatap Nenek Helena dengan pandangan memohon. “Aku sudah melihat gadis itu diantar pulang dua hari lalu. Mobilnya... mobilnya bukan mobil mahasiswa biasa, Helena. Itu mobil mahal, berwarna hitam mengkilap, dengan sopir berseragam. Mereka bukan kalangan kita.” “Adhi sudah berjanji, dia tidak akan melupakan kuliahnya,” ujar Nenek Helena, mencoba menenangkan. “Janji seorang remaja yang sedang dimabuk cinta itu rapuh, Helena. Kita harus bertindak. Kau harus bicara pada Adhi. Kau harus memintanya mengakhiri hubungan itu,” desak Kakek Yasser. “Aku tidak bisa memaksanya, Yasser. Dia akan membenciku,” kata Nenek Helena, tangannya gemetar saat merajut. “Lebih baik dia membencimu sekarang, daripada dia mati di tangan orang kaya yang merasa terhina nanti! Ingat kata-kataku, Helena. Cinta itu akan berubah menjadi beban. Dan kita tidak mampu menanggung beban dari keluarga elit,” tegas Kakek Yasser. Nenek Helena akhirnya mengalah, merasakan kekhawatiran suaminya masuk akal. “Baiklah. Aku akan bicara dengannya saat dia pulang. Aku akan memintanya fokus pada janji Ibunya.” Kakek Yasser mengangguk, tetapi ia tampak belum puas. Ia meraih topi petani tuanya. “Aku akan pergi sebentar,” katanya. “Mau ke mana, Yasser? Sudah hampir Maghrib,” tanya Nenek Helena, cemas. “Aku harus melihat. Aku harus tahu siapa orang tua gadis itu. Aku akan pergi ke kampus besok pagi-pagi, atau ke Fakultas Hukum. Aku akan mencari tahu,” kata Kakek Yasser, suaranya mengandung tekad yang kuat. “Jangan libatkan dirimu, Yasser! Kau akan membuat masalah!” Nenek Helena mencoba menahan. “Masalah sudah datang sejak Adhi jatuh cinta pada gadis dengan mobil mahal itu, Helena. Aku hanya perlu tahu seberapa besar masalahnya. Aku harus melindungi cucu kita, dengan atau tanpa persetujuan mu,” pungkas Kakek Yasser. Ia pun melangkah pergi, meninggalkan Nenek Helena sendirian di teras yang mulai gelap, ditemani kerisauan yang menggantung di udara. Kekhawatiran Kakek Yasser didasari oleh naluri bertahan hidup seorang ‘orang kecil’ yang sudah pernah dihancurkan oleh kekuasaan dan kekayaan. Ia takut Adhi akan menjadi korban kedua. flashback off. Sudah dua hari berlalu, Adhyaksa tidak pulang kerumah tanpa kabar dan alasan yang kuat. Nenek Helmina begitu khawatir dan cemas. "Yasser, jangan diam saja, cepat cari cucu kita, aku khawatir pasti ada sesuatu yang menimpa dia, tidak seperti biasanya dia pergi tanpa pamit dan pesan". "Aku juga tidak diam, Helmina, aku sudah tanya ke teman dekat dia dan gadis itu, Mereka juga tidak tahu dimana Adhi sekarang. Dia juga tidak masuk kuliah sudah dua hari" jawab Yasser. "Lebih baik kita laporkan ke polisi saja Yasser, mungkin dia diculik atau ada sesuatu Yang membahayakan dia, itu akan lebih baik" usul Helmina. "Tidak, Helmina, kita belum tahu Adhi pergi atau diculik, kita jangan buat geger karena sebuah laporan kita yang belum jelas pada kepolisian. bagaimana jika Almira membaca berita itu disana, Aku tidak setuju" jawab kakek Yasser. keduanya terdiam, berpikir dan.mengira ngira Kenap cucu ya pergi. "Mungkinkah kita terlalu keras padanya Yasser, apakah dia kabur karena kita terlalu mengekang kebebasan nya!!" Helmina duduk tertunduk di kursi kayu. Terisak menahan rasa cemas pada cucu kesayangannya. Yasser terdiam, merenungi kata kata istrinya, lalu bergumam "kemungkinan pasti ada, apalagi dia masih remaja,. masih labil belum punya pendirian yang teguh dan kuat". "Dia memang cucu kita satu satunya Yasser, dan kita terlalu berharap padanya, aku takut harapan kita membebani pikirannya, dia masih butuh pengalaman,.masih butuh waktu untuk mencari jati diri, Yasser" lirih Helmina. Suasana hening tak ada lagi kata yang keluar dari pasangan yang sudah tua itu. Kepergian cucu tercinta mereka meninggalkan kedukaan dan penyesalan di hati dan pikiran mereka. Senja berganti malam, Kekhawatiran Helmina dan Yasser semakin meningkat, ini adalah malam ketiga Adhyaksa tidak pulang. "Aku akan mencarinya ditempat biasa dia berkumpul, kamu tunggu dirumah" ucap kakek Yasser. "Baiklah, hati hati dijalan Yasser, cepat temukan cucu kita" balas Helmina. Yasser keluar dengan sepeda motornya yang juga sudah tua, menyisir tempat tempat anak muda kumpul dan nongkrong. Namun dia tidak menemukan keberadaan Adhyaksa. "Adhi, dimana kau nak?" gumam Kakek Yasser. kakek Yasser mendatangi kontrakan Bima, teman dekat Adhi. "Maaf nak Bima, apak sudah ada kabar dari Adhi?, dia masih belum pulang sampai sekarang. Bima menjawab"Aku juga sudah mencoba menghubunginya dan menanyakan lewat pesan, tapi hp nya tidak aktif, kek" " baik nak Bima, jika ada kabar atau bertemu Adhi, tolong sampaikan kami menunggu nya pulang," ucap kakek Yasser. "Baik kek nanti aku kabari" jawab Bima. "terima kasih banyak nak, kakek pulang dulu" ucap Yasser Yasser melajukan motornya untuk pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD