Gilbert melangkah terburu. Dua alisnya menukik dan pandangannya setajam belati. Nicolin yang bersamanya hanya mengekor di belakangnya dalam diam. Sedikit banyak ia tahu apa yang terjadi. Tentang konfrontasinya dengan adik dari Yang Mulia Raja, juga fakta bahwa seorang Marquess yang selalu melayani sepenuh hati bahkan sama sekali tidak mendapatkan kepercayaan dari yang ia layani.
“Tuan Muda?”
Gilbert menarik sebuah guci di meja ruangannya dan melemparnya hingga menghantap dinding di samping tempat tidur. Pecahan guci menyebar bahkan hingga melompat ke atas ranjang. Gilbert melakukannya berkali-kali tidak peduli dengan harga furniturnya yang mahal.
Gilbert duduk dengan kasar, menopang wajahnya dengan tangan kanan. “Pastikan aku tidak akan melihat suruhan James di mansion Grey.” Perintahnya tajam.
Nicolin mendekat, berlutut di hadapan Gilbert. Tangan kanannya menempel di d**a, dan sebuah senyum kecil terpasang. “Baik, Tuanku.”
---
Gilbert duduk bersandar pada kepala ranjang. Malam sudah semakin larut namun sang bangsawan muda tetap terjaga menatap kerlip bintang yang menghampar lewat jendela besar kamarnya. Sinar bulan menerobos masuk, mengalahkan cahaya lilin yang menjadi satu-satunya penerangan yang dipegang oleh Nicolin.
“Sudah semakin larut, Tuan Muda.”
Gilbert tidak menjawab. Sudah menjadi kebiasaan untuk Nicolin tetap menemani Tuan Mudanya hingga dia terlelap dan tak akan meninggalkannya sampai itu benar-benar terjadi. Ketika Gilbert hanya diam sembari menatap keluar jendela, Nicolin hanya mampu berdiri memperhatikan, sama sekali tidak berani mengintrupsi selain mengingatkannya bahwa malam semakin larut dan Gilbert harus mengistirahatkan tubuhnya usai tugas hariannya yang melelahkan.
“Kenapa James terkesan menutupi sesuatu dariku?” tanya Gilbert tiba-tiba.
Nicolin mendekat, meletakkan lilin yang sejak tadi ia pegang pada meja kecil di sebelah kiri ranjang. Nicolin mendudukkan dirinya pada pinggiran ranjang, mengusap helaian pirang yang jatuh menutupi dahi Gilbert.
“Jika Tuan Muda benar-benar ingin mengetahuinya, cari sampai dapat. Aku akan selalu berdiri di belakangmu hingga saat itu tiba.”
Gilbert terkekeh, melepaskan belaian Nicolin di dahinya. “Tentu kau lakukan, karena aku membayarmu dengan jiwa.”
Ada gurat lelah di wajah Gilbert. Nicolin mampu mengenalinya semudah ia melihat wajah Gilbert.
“Mungkin berita yang ku bawa akan menenangkanmu dan membuatmu tertidur.”
“Apa maksudmu?”
Nicolin tersenyum. “Aku berencana memberitahu Tuan Muda besok sehingga kau tidak perlu kepikiran. Tapi sepertinya malah sebaliknya, Tuan Muda terlalu memikirkannya karena aku tidak segera memberikan informasiku.”
“Katakan! Ini perintah!”
“Lima dokter milik kerjaan dikabarkan hilang siang tadi ketika Tuan Muda datang untuk mengunjungi Yang Mulia dan Lord James.”
Gilbert yang tampak malas dan lelah sejak tadi seketika menegakkan tubuhnya. “Hilang?”
“Hampir sama dengan hilangnya para p*****r Westminster. Tidak ada jejak sama sekali seolah mereka memang sengaja pergi.”
Gilbert meremat sprei kasurnya. “Seolah memang sudah direncanakan. Kedatanganku ke tempat James tidak terjadwal sebelumnya.”
“Tuan Muda mencurigai Lord James?”
Gilbert mengangkat bahu. “Aku mencurigai siapa pun yang mungkin terlibat, bahkan jika mungkin nanti Yang Mulia menunjukkan tanda-tanda bahwa ia terlibat. Hanya aku tidak mengerti mengapa James harus terlibat dengan ritual aneh ini, jika memang mungkin. Dia bukanlah manusia dengan sedikit pilihan mengingat status dan juga posisinya. Jika dia menginginkan sesuatu, dia tidak perlu melakukan pengorbanan semacam ini untuk mendapatkannya. Kecuali, jika ia benar-benar ingin melakukan kudeta dan mengacaukan Kerajaan dengan iblis yang ia simpan pada tubuh p*****r-p*****r itu.” Gilbert menggeleng pelan. “Lagipula belum tentu James benar-benar terlibat dengan hal ini.”
Nicolin mengulas senyum lembut. “Setiap jiwa yang hidup memiliki kegelapan bahkan meski hanya setitik di hatinya.”
Nicolin memaksa Gilbert untuk berbaring dan menaikkan selimutnya hingga bahu. “Sudah terlalu larut, Tuan Muda.”
Kali ini Gilbert menurut. Ketika telapak tangan pucat Nicolin mengusap wajahnya, rasa kantuk seketika menyerang, membuatnya tak mampu lagi memperhatankan kesadaran dan jatuh terlelap dalam hawa nan pulas.
---
“Hari ini Tuan Muda harus menghadiri pesta di kediaman Lady Roxanne Bridges atas kepulangan putranya Lord Dexter Bridges, setelah itu Tuan Muda harus kembali ke Kerajaan atas panggilan Yang Mulia.”
“Lagi?”
Nicolin mengangguk. “Ada masalah, Tuan Muda?”
“Rasanya aneh Yang Mulia lebih sering memanggilku. Lebih aneh lagi karena ketika aku menemuinya, tidak ada pembahasan yang benar-benar penting selain beliau hanya bertanya perihal pendapatku untuk hal-hal random.”
“Memiliki akses masuk secara bebas ke dalam Kerajaan akan menguntungkan Tuan Muda dalam menyelidiki kecurigaan mengenai bangsawan yang menjadi dalang di balik pengorbanan itu. Tuan Muda tidak perlu terlalu memikirkannya. Aku, Nicolin menjamin kenyamanan dan keselamatanmu hingga akhir pernjanjian kita.”
Gilbert mengangguk. “Kalau begitu siapkan saja pakaianku untuk pesta Lady Bridges. Sudah lama aku tidak bertemu dengan Dexter karena kesibukannya sebagai pemimpin prajurit Kerajaan.”
“Anda mengenal Lord Dexter?”
“Karena Ayah dan Ibu cukup dekat dengan Lord dan Lady Bridges, mau tidak mau aku jadi mengenal Dexter. Dia hanya beberapa tahun lebih tua dariku. Pasca meninggalnya Lord Deacon beberapa tahun silam, Lady Bridges sering menghabiskan waktunya di mansion Grey karena Dexter juga memiliki tugas lain di Kerajaan. Kau bisa menyebut kami sebagai kenalan, mungkin.”
Nicolin mengangguk. “Tuan Muda bisa memanfaatkan posisi Lord Dexter di Kerajaan.”
“Hah?”
Nicolin menuju lemari kayu besar, mengambil beberapa setelan yang kiranya cocok untuk acara Tuannya.
“Memanfaatkan segala hal, bukankah itu yang selalu Tuan Muda lakukan?”
“Dexter hanya berkutat di area para prajurit. Meski statusnya cukup tinggi, pengurus prajurit tidak begitu sering keluar dari areanya. Aku tidak yakin bisa memanfaatkan Dexter untuk mencari informasi. Lagipula seperti yang ku katakan, aku dan Dexter bukanlah teman dekat. Hanya kebetulan orang tua kami saja yang merupakan kenalan dekat.”
“Lady Ramona juga akan menghadiri acara Lady Bridges.”
Gilbert melebarkan mata. “Ramona? Untuk apa dia menghadiri acara ini? Dia bukan kepala keluarga yang harus datang.”
“Lady Ramona datang bersama ayahnya Tuan Muda. Lord Hayward juga diundang dalam acara ini dan sepertinya mereka mendengar bahwa kau akan datang makanya Lady Ramona ikut hadir. Ada masalah, Tuan Muda?”
Gilbert menggeleng. “Meski dia berstatus sebagai tunanganku, aku tidak benar-benar mengenalnya. Ramona cukup ramah, tapi hubungan kami berdua rasanya aneh. Apalagi aku sudah tidak bertemu dengannya dalam waktu yang cukup lama, setidaknya sejak tragedi keluarga Grey waktu itu.”
Hidup pada zaman di mana status dijunjung tinggi tidaklah begitu menyenangkan. Ketika lahir pada keluarga bangsawan, segalanya terasa mudah, namun di sisi lain juga terasa sulit. Seolah jalan hidup telah ditentukan begitu saja oleh yang lebih tua, yang berstatus sebagai wali. Ketika Gilbert benar-benar berstatus sebagai kepala keluarga, ia tetap tidak bisa mengubah semua yang sudah ditentukan sejak awal. Dampak yang besar akan merusak reputasinya. Sebagai bangsawan kelas atas dan orang kepercayaan Yang Mulia Raja, menjaga nama baik adalah keharusan.
Gilbert tidak pernah memandang pertunangannya dengan Ramona dalah hal yang buruk, tetapi juga bukan sesuatu yang baik. Dipersatukan hanya karena orang tua yang saling bersahabat dekat. Para orang tua ingin mempererat hubungan mereka dengan menjodohkan anak-anak mereka. Sekarang ketika orang tua Gilbert sudah tiada, ia tetap tidak bisa memutuskan perjodohan itu. Gilbert bertanya-tanya bagaimana perasaan Ramona. Gadis itu sejujurnya sangat baik dan selalu berusaha ramah kepadanya, dan Gilbert menyadari bahwa ia bukanlah seorang pemuda dengan bakat alami memanjakan seorang wanita. Ia yakin sekali ada banyak pemuda bangsawan di luar sana yang berminat untuk meminang Ramona.
Ramona Hayward, countess muda yang sangat menawan. Surai pirang keritingnya selalu disanggul rapi. Kulitnya tampak merona samar dan senyumnya menenangkan. Gilbert mengakuinya sejak lama. Di lihat dari sisi manapun, Ramona adalah perwujudan seorang Lady yang sangat mempesona. Sekarang Gilbert mulai kepikiran jika mereka berdua benar-benar menikah. Gilbert tidak akan hidup untuk menikmati waktu. Ia memiliki tujuan yang harus dicapai. Ketika semua itu selesai, ia akan merelakan jiwanya sebagai santapan Nicolin. Menjadikan seorang Countess muda sebagai janda rasanya sangat jahat.
Jika bisa, Gilbert hanya ingin hidup untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada orang lain yang masuk dalam lingkaran kehidupannya dan Nicolin. Ia tidak perlu menyakiti siapa saja yang tidak bersalah, dan ia tidak perlu terbebani dengan hal itu.
Gilbert menghela napas pelan.
“Baik-baik saja, Tuan Muda? Tuan Muda terlihat tidak senang bertemu dengan Lady Ramona. Bukankah beliau tunangan Tuan Muda?”
Gilbert mengangkat bahu. “Jika kau mengatakan hal itu. Status kami ditentukan sejak dalam kandungan andai kau tahu. Aku heran bagaimana bisa kedua orang tua kali merencanakan perjodohan ini bahkan sebelum tahu jenis kelamin kami. Bagaimana jika yang terlahir bukanlah Ramona tetapi seorang laki-laki sama sepertiku. Apa mereka juga tetap akan menjodohkan kami?” Gilbert tertawa. “Konyol.”
“Status dan koneksi baik adalah keharusan di zaman ini, Tuan Muda.”
Gilbert tertawa. “Mungkin beberapa abad ke depan, ketika kau melayani tuanmu yang baru, bukan kalimat itu lagi yang akan kau katakan.”
“Masa depan biarlah terjadi nanti. Sekarang aku adalah Nicolin, pelayan Gilbert Grey.”
Nicolin berlutut ketika ia memakaikan sepatu milik Gilbert. Dalam situasi apapun, Nicolin selalu merasakan banyak rasa yang tersimpan dalam hati Tuan Mudanya, tapi ia tidak mampu menguraikan itu semua karena ia hanya mampu melihat dan merasakan seberapa besar kegelapan di hatinya.
Setidaknya hingga ia bertemu Gilbert, ia tidak pernah merasakan kebingungan serumit ini. Tuan yang ia layani sekarang sangatlah spesial, dan ia bahkan khawatir kaumnya akan berdatangan hanya untuk merebut sumpah darah darinya. Nicolin selalu melayani Tuan yang berpikiran sederhana, dendamnya pula sederhana yang bahkan tidak butuh banyak waktu untuk menyelesaikan semuanya. Namun Gilbert sangatlah berbeda. Anehnya, Nicolin bahkan tidak merasa keberatan jika ia butuh waktu lebih lama untuk melayaninya sebelum ia bisa benar-benar bisa melahap jiwa istimewa itu.
Hidangan spesial selalu membutuhkan kesabaran ekstra, bukan?
-----