Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar, menghangatkan dinding sederhana yang menjadi saksi ketenangan rumah tangga mereka. Namun, hati Nayla tidak benar-benar tenang. Semalaman ia tidak bisa tidur. Kata-kata ibu mertua terus terngiang di kepalanya. Ia memandangi wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah yang menenangkan, yang selalu membuatnya merasa aman. Tapi, justru karena itulah hati Nayla semakin bergejolak. Ia tidak ingin menjadi penghalang bagi Rafa, apalagi jika itu menyangkut impian ibunya untuk mendapatkan cucu. Perlahan, Nayla bangun dari tempat tidur, mengambil air wudhu, lalu menunaikan shalat dhuha. Setelah salam, ia menengadahkan tangan tinggi-tinggi. “Ya Allah… aku ingin menjadi istri yang Engkau ridhoi. Tapi hatiku lemah, Ya Rabb. Aku takut, takut kehilangan kasi

