bc

Play With Me

book_age16+
1.0K
FOLLOW
6.6K
READ
student
drama
comedy
sweet
humorous
heavy
male lead
school
slice of life
like
intro-logo
Blurb

Jovan Alejandro Hakim merupakan siswa kelas dua belas di SMA Bumi Sentosa. Kawasan terpadu yang berisi ekspatriat negeri ini. Ayah Jov sudah meninggal, sedangkan maminya menikah lagi dan menetap di Hawai. Jov tinggal bersama Michelle, kakaknya yang masih kuliah. Karena kehidupan Mich yang sangat bebas, suka membawa pasangannya ke rumah dan tidur di rumah, Jov terganggu. Dia tidak suka kakaknya berlaku seperti gadis murahan, walau dia sendiri bukan anak baik-baik yang setia pada pasangan.

Jov memutuskan hendak tinggal sendiri dengan menyewa flat di dekat sekolah. Namun, Mami tidak setuju. Dia harus menjaga Mich kakaknya. Jov akhirnya mengikuti taruhan yang diadakan Mario. Mario merupakan teman Jov yang kebanyakan uang dan suka berganti pacar. Mario menantang dua temannya, Jovan dan Galang untuk bisa mendekati Flora. Selama ini Mario tahu Galang menyukai gadis itu. Mario berharap karena alasan taruhan, Galang bisa menyatakan perasaannya pada Flo yang suka menyendiri.

Karena Jovan butuh uang, dia mendekati gadis yang jauh dari kata cantik tersebut. Flora adalah tipikal siswi yang tidak terlihat. Pendiam, pemurung, penyendiri adalah nama lain gadis itu.

Lalu, akankah Jovan terus maju saat tahu Galang memiliki perasaan untuk Flo?

Bagaimana cara Jov mendekati Flo yang justru menghindar mati-matian supaya tidak berhubungan dengan cowok itu?

Atau justru Flo memilih bersama Galang?

***

Credit Cover by Malamelon

chap-preview
Free preview
Cleonara Flora
Ditinggalkan dan meninggalkan memiliki makna berbeda, tapi imbasnya sama saja bagi Cleonara Flora. Selama ini dia percaya, papanya meninggalkan dirinya. Dia sebagai pihak yang ditinggalkan merasa berhak untuk menyimpan kebencian pada laki-laki tersebut. Namun, setelah delapan tahun kepercayaan tersebut mengakar dalam hatinya, semalam Papa menceritakan kisah yang tidak pernah Flo dengar. Flo ingin percaya, tapi hati kecilnya menolak untuk itu. Papa bilang, bukan Papa yang meninggalkan Mama, tapi Mama yang ingin Papa pergi. Mama merasa sudah tidak bahagia. Mama merasa tertekan. Alasan yang bagi Flo terdengar mengada-ada. Flo justru berpikir papanya sedang membela diri. Padahal Flo sama sekali tidak menghakimi. Dia hanya menghindar sebisa mungkin supaya tidak bertemu dengan papanya di rumah itu. Tindakan bodoh. Bagaimana bisa dia menghindar, saat dia tinggal di rumah papanya sekarang? “Mari makan.” Bunyi mangkuk beradu meja kayu membuat Flo mengalihkan pandangan. Sejak tadi dia memandang ke luar kaca. Lapangan parkir tepat di bawah kantin tempat dia duduk sekarang cukup menarik perhatian. Pasalnya sebuah motor sport warna merah menyala berada di sana. Pagi tadi, motor tersebut hampir menabrak dirinya yang sedang berjalan keluar dari kawasan perumahan. Flo perlu berjalan sampai pintu gerbang untuk menunggu bus jemputan. Kala sedang memejamkan mata di seberang meja. Satu-satunya teman yang Flo miliki tersebut sedang merapal doa. Kebiasaan Kala sebelum menyantap makanan. Dulu Flo pernah melakukan itu. Sudah sangat lama sekali. Flo tidak ingat kapan terakhir kali. “Mari makan.” Sekali lagi Kala berkata dengan ceria. Semangkuk bakso mengepulkan uap panas berada di depannya. Sedangkan di depan Flo terdapat kotak bekal yang isinya sudah dingin. Dua tangkup sandwich yang tidak sempat dia makan saat sarapan pagi tadi. Dia bangun kesiangan. Semalaman yang dia lakukan hanya memandangi langit-langit kamar. Dia terus memikirkan apa yang dikatakan papanya. Selain itu, dia belum terbiasa tinggal di kamar dengan ukuran terlalu luas. “Dimakan Flora. Bukan dilihatin begitu. Apa mau pesan bakso? Atau burger?” Kala menoleh ke belakang. Deretan konter makanan sudah lumayan sepi. Kala tidak tahu pasti apa makanan favorit teman sekelasnya tersebut. Satu-satunya orang yang menyapa Kala saat masa orientasi sekolah. Satu-satunya teman juga yang mau menolongnya saat dia lupa membawa pita. Flo rela dihukum berdua dengan Kala karena membagi pita yang dia bawa pada gadis itu. Semenjak hari itu mereka berteman. Flo menyukai Kala yang tidak banyak bertanya. Sedangkan Kala menyukai Flo karena hanya gadis blesteran tersebut yang menganggapnya manusia. Setahu Kala, Flo hanya memesan dua jenis makanan selama bergabung di sekolah ini. Tanpa diketahui Kala, sebenarnya alasan Flo tidak memesan menu lain karena konter lain akan selalu penuh dengan antrian. Flora menggeleng. Dia mulai mengambil potongan sandwich dan mendekatkan ke mulut. Dia tidak berselera makan. Dia ingin pulang. Pulang ke apartemen mamanya. Menurut Kak David, mamanya sudah kembali dari rumah sakit. Dia ingin mengonfirmasi apa yang dikatakan Papa. Apa semua itu benar? Flo membayangkan bagaimana wajah marah Mama saat menyangkal semua itu. “Setelah ini kita akan belajar esakta, Flo. Isi perutmu dengan benar.” Kala terus memperhatikan Flo yang malas-malasan mengunyah. “Iya.” Flo hanya menjawab malas. Kala mengulas senyum. Lalu, keduanya diam sambil menikmati makanannya masing-masing sampai suara riuh terdengar dari pintu kantin. Flo mendongak, karena posisinya tepat menghadap pintu masuk kantin. Kala menoleh sekilas, sekadar ingin melihat apa yang terjadi. Lalu keduanya kembali menekuni makanan masing-masing tanpa suara. Apa pun yang terjadi, tak ada hubungannya dengan dua gadis yang sejak awal masuk sekolah lebih suka menyendiri tersebut. Sekolah mereka merupakan satu kompleks kawasan pendidikan yang terdiri dari jenjang playgroup hingga perguruan tinggi. Rata-rata, anak-anak yang mengenyam pendidikan di sana sudah memulainya sejak masih kecil. Hal itu tentu saja berbeda dengan Flo dan Kala. Kala pindah ke Bumi Sentosa saat masuk ke kelas sembilan. Ayahnya mendapatkan pekerjaan di Bumi Sentosa Hospital. Namun, sejak awal Kala memang tidak memiliki teman. Dia kesulitan bergaul dengan anak-anak setengah bule yang memenuhi sekolah ini. Apalagi bule tulen yang memiliki ruang kelas berbeda dengan mereka. Sedangkan Flora baru pindah awal masuk SMA ini. Dia tidak merasa perlu mencari teman lain. Dia malas ditanya-tanya mengenai kehidupan pribadi. “Tumben mereka kemari?” Kala berkomentar sambil memotong baksonya. Flora mendongak sejenak, dia mengawasi Kala yang sudah menutup mulutnya kembali. Kentara sekali kalau Kala hanya bergumam. Tidak sedang mengajak bercerita. Keriuhan itu terdengar semakin dekat. Mau tidak mau Kala dan Flo menoleh. Walau keduanya paham betul apa yang terjadi. Tiga cowok kelas dua belas yang selalu berjalan bersama tersebut sedang memasuki area kantin kelas sepuluh. Namun, satu orang berjalan lurus ke meja mereka. Dia Jovan. Masih belum hilang ketersimaan di wajah Kala dan Flo saat cowok tersebut duduk di bangku yang sama dengan Flora. Membuat gadis itu berjengkit lebih dekat ke arah dinding kaca. Mata Flo berkedip beberapa kali, meyakinkan diri bahwa benar-benar Jovan yang duduk di sebelahnya. Sedangkan Kala bengong. Dia speechles. Walau mereka belajar di lingkungan yang sama, melihat Jovan secara langsung seperti sekarang tidak pernah mampir di benak Kala. Selama ini dia hanya mendengar cerita tentang kakak kelasnya tersebut. Seolah mereka berada di dunia yang berbeda. “Siapa di antara kalian yang bernama Flora?” Flo berkedip. Dia membuang napas kasar dan kembali meraih setangkup sandwich. Jovan bahkan tidak tahu siapa yang dia cari. Kalau benar yang dikatakan Kala beberapa waktu lalu tentang cowok tersebut, kemungkinan besar sekarang dia yang akan menjadi korban. Ya, Jovan selalu mencari korban untuk bahan taruhan. Sebegitu pentingkah uang untuknya? Sehingga dia bisa mempermainkan perempuan seperti itu? Tangan Kala terangkat dan menunjuk Flora yang sedang makan. Kala seperti terhipnotis. Dia tidak sadar apa makna Jovan mendekati seorang gadis tanpa memastikan terlebih dahulu siapa gadis tersebut. Itu berarti permainan baru telah dimulai. Jovan berpindah tempat duduk. Kini Kala yang berjengkit hingga menempel pada dinding kaca. Flora sadar sedang diperhatikan, tapi dia memilih masa bodoh. Berurusan dengan Jovan itu berarti masalah. Hidupnya yang tenang akan terusik dengan kehadiran cowok itu di dalamnya. “Bukannya lo yang pagi tadi, ya?” Jovan berseru setelah menyadari siapa gadis di depannya. Pagi tadi saat keluar dari rumah, Jovan melihat gadis dengan seragam sekolah SMA yang sama dengannya. Setahu Jovan, tidak ada teman sebayanya yang tinggal dalam satu komplek perumahan itu. Rata-rata yang tinggal di tempat itu adalah pasangan muda yang baru memiliki anak balita. Karena perumahan mereka merupakan perumahan baru di kawasan tersebut. Jovan hampir menabrak gadis itu yang berjalan semakin ke tengah. Gadis itu kaget saat motornya berhenti. Sebenarnya Jovan ingin menawari tumpangan sampai gerbang perumahan. Karena melihat cara berjalan yang sangat lambat tersebut bisa membuat dia ditinggal bus jemputan. Namun, gadis itu langsung menyingkir dan berjalan cepat saat Jovan membuka kaca helm. Aneh. Karena biasanya gadis-gadis histeris bertemu wajah dengannya secara langsung. “Pagi tadi kenapa, Flo?” Kala menatap Flora dengan serius. Sejak pagi Flora tidak mengatakan apa-apa. Flo memang jarang membahas sesuatu jika tidak penting. Namun, keterlaluan jika Jovan dianggap tidak penting. “Tidak kenapa-kenapa.” Jawab Flo datar. Jovan terkekeh. Sepertinya akan sulit berhadapan dengan gadis ini. Dia mengulum senyum sampil meneliti penampilan gadis tersebut. Cleonara Flora, nama yang dia dapatkan dari Mario. Tanpa penjelasan apa-apa. Selama ini Mario juga tidak pernah menjelaskan apa-apa jika sedang membuat permainan. Tidak seru kalau semua harus dijejalkan. Namun, Galang memberikan jawaban yang membuat mata Jovan memicing. Sebagai lawan bertaruh, seharusnya Galang tidak memberikan informasi mengenai Flora. Namun, Galang bahkan menyebutkan Flora-Flora ini kelas berapa dan biasa duduk di mana kalau sedang ke kantin. Jovan sempat berpikir, apakah Galang sudah maju lebih dulu? Flora memiliki jenis wajah tegas. Tulang pipi tirus dan agak tinggi. Pantas saja dia sangat judes. Seperti gadis blesteran kebanyakan, dia memiliki warna kulit terang cenderung pucat. Batang hidungnya tinggi dengan cuping ramping. Rambut Flo kecokelatan. Lurus dan lebat. Kelopak matanya sedang dengan iris mata kecokelatan. Dia memiliki bibir sedikit tebal. Cocok sekali dengan karakternya yang tidak banyak bicara. Tidak ada yang istimewa. Kecuali sikap acuh yang terang-terangan dia tujukan pada cowok paling diminati di sekolah ini. Permainan ini akan menarik. Sekali lagi Jovan mengulum senyum. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.4K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.1K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.5K
bc

Mrs. Rivera

read
45.5K
bc

Hubungan Terlarang

read
501.9K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.6K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook