6. Beraninya Kau

1036 Words
"Uhuk ... Uhuk ... Aku ke dapur sebentar mau minum," ujar Pentagon lekas beranjak pergi ke dapur meninggalkan Cesya. Pentagon mengusap lehernya yang terasa tercekat. Apa yang Cesya katakan memang benar. Ia juga harus bahagia dalam hidupnya. Namun, ia merasa belum pantas jika belum menemukan siapa dalang pembunuhan keluarganya. Ia akan menemukan sosok wanita yang akan membuat hidupnya bahagia, seiring perjalanannya mencari kebenaran tentang pembunuhan keluarganya yang sampai saat ini masih menjadi misteri. Pentagon meneguk setengah gelas air minum yang semula ia isi penuh. Tiba-tiba, ada seseorang yang merebut gelas dari tangannya dan menenggaknya hingga tak bersisa. "Uhuk ... Uhuk ..." Lagi-lagi Pentagon tersedak dan penyebabnya adalah si kumbang Cesya. "Kalau minum itu pelan-pelan, Penta," ujar Cesya menepuk-nepuk punggung kokoh Pentagon. "Cesya! Itu gelas bekas minumku," protes Pentagon. "Memangnya kenapa kalau ini gelas bekas minum milikmu?" tanya Cesya sambil meletakkan gelas itu di meja. "Ah, tidak, tidak ada apa-apa," jawab Pentagon menyentuh bibirnya sambil menggeleng cepat. Apa yang Pentagon lakukan saat ini seperti kejadian dulu ketika bersama Shalom. Ia menggunakan sendok yang sama dengan Shalom dan menganggapnya telah berciuman. Dan sekarang, Cesya menggunakan gelas yang sama dengannya dan pria itu pun menganggapnya telah berciuman dengan Cesya. Benar-benar terlihat seperti pria polos yang tidak tahu apa-apa bukan? Tapi, Pentagon lebih mirip seperti orang bodoh yang tidak tahu apapun perihal cinta. "Ada apa dengan wajahmu? Apa kau sakit?" tanya Cesya sambil menangkup kedua pipi Pentagon yang memerah. "Ti-tidak, ak-aku baik-baik saja kok," elak Pentagon. Ia memang tidak sakit tapi ada yang salah dengan ekspresi wajahnya yang terlihat seperti orang yang sedang demam. "Jangan bohong. Wajahmu merah sekali dan aku tahu kalau kau sakit," kekeh Cesya. "Aku baik-baik saja, Cesya. Oh iya, apa kau dengar itu?" tanya Pentagon sambil memiringkan kepalanya. "Dengar apa? Aku tidak dengar apa-apa." Cesya tidak mendengar suara apapun selain suara debaran jantungnya ketika berdekatan dengan Pentagon. "Itu, Tuan Kana. Yah, Tuan Kana memanggilku," sahut Pentagon berbohong. Ia ingin menghindar dari suasana yang tidak mengenakkan hatinya. "Benarkah? Tapi, aku tidak mendengar Tuan kejam memanggilmu," tanya Cesya ragu. "I-iya, be-benar. Sepertinya kau harus membersihkan telingamu agar bisa mendengar suara dari jauh," balas Pentagon terbata. "Iyakah?" Cesya menarik-narik kedua telinganya tanpa menyadari bahwa Penta sudah mengendap-endap pergi, "Tapi, tadi pagi aku baru saja membersihkan telingaku, Penta." Cesya menoleh ke samping di mana Pentagon berada sebelum mengendap-endap pergi, "Loh, Penta, Penta, kau di mana?" teriak Cesya memanggil Pentagon. Namun, pria itu berpura-pura tidak mendengar dan bersembunyi. "Apa dia sudah ke depan? Tapi, kenapa tidak bilang padaku?" tanya Cesya pada dirinya sendiri. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyusul penta ke depan. Di mana Kanagara dan Shalom berada ketika ia datang tadi. "Penta mana, Shal?" tanya Cesya setelah sampai di depan. "Aku tidak tahu, Sya," sahut Shalom sambil mengedikkan bahunya. "Kau, Tuan kejam? Bukankah tadi kau memanggil Penta?" tanya Cesya pada Kanagara. "Siapa yang memanggil Penta? Aku justru sengaja memintanya untuk menemanimu dan sampai sekarang dia tidak datang ke sini," sahut Kanagara. "Apa? Yang benar saja kau, Tuan kejam," desis Cesya tidak percaya. "Penta memang tidak ke sini, Cesya," timpal Shalom. "Astaga! Jadi, dia berbohong untuk menghindar dariku. Beraninya kau berbohong padaku, Penta!" gumam Cesya tersenyum menyeringai. "Oke. Kira-kira, tempat persembunyian Penta di rumah ini di sebelah mana?" Ia harus mencari Pentagon sampai ketemu dan memberinya pelajaran. "Kau cari saja tempat-tempat sepi di rumah ini. Dia paling suka dengan tempat yang sunyi dan jarang didatangi orang," sahut Kanagara. "Untuk kali ini, aku berterima kasih padamu, Tuan kejam," tukas Cesya lekas berbalik pergi. Cesya mulai mencari dari sudut ke sudut. Ia bertanya pada Kakek Candramawa, Rinda, bahkan setiap pegawai di rumah itu. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang tahu keberadaan Pentagon. "Baiklah, Penta. Sepertinya kau ingin bermain petak umpet denganku," lirih Cesya. Cesya bergerak ke arah gorden mencari Pentagon di sana tapi tidak ada. Mencari di kolong meja pun tidak ada. Lalu, ia pergi ke kamar kosong yang ada di rumah itu. "Tuan kejam bilang, Penta suka tempat sunyi sepi. Tapi, di mana-mana tidak aku temukan," lirih Cesya sambil berpikir. "Ah, iya. Aku belum mencari Penta di balkon dan di belakang rumah ini," cetus Cesya bersemangat. Gadis itu berjalan menaiki anak tangga sambil bersenandung. Ia yakin sekali bahwa pria itu ada di sana. "Penta? Apa kau di sana?" panggil Cesya. Ia mencari ke sana ke mari tetap tidak menemukannya, "Oke. Dia pasti di belakang." Tempat terakhir yang Cesya datangi ternyata membuahkan hasil. Ia melihat sosok tinggi dengan punggung lebar sedang bersandar di pilar besar. Ia yakin sosok itu adalah Pentagon karena jantungnya langsung dapat mengenalinya. Lalu, Cesya menyentuh bahu Pentagon sekedar ingin mengejutkannya. Namun, sang empu justru terkejut dan memegang tangan Cesya erat dan memitingnya. "A-a-aww ... Sakit, Penta," pekik Cesya. "Maaf, maaf. Aku pikir kau siapa, makanya aku reflek," ujar Pentagon bergegas melepaskan tangan Cesya. "Kau ini kenapa? Apa aku terlihat seperti musuh bagimu? Memangnya kau tidak merasakan sesuatu ketika menyentuh tanganku? Atau mungkin kau tidak bisa mencium aroma tubuhku?" Cesya memberondong Penta dengan pertanyaan. Terlihat raut kekecewaan di sorot matanya. "Tidak, bukan itu. Aku hanya, aku hanya sedang memikirkan sesuatu jadi tidak fokus," balas Pentagon. "Kau ini tega sekali. Padahal dari jauh pun jantungku bisa mengenalimu meski hanya punggungmu saja yang terlihat," ujar Cesya dengan suara yang sedikit bergetar. "Maaf," lirih Pentagon menunduk. Ia tidak bisa berkata-kata karena ia tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Cesya. "Untuk apa minta maaf? Tanganku sakit, bodoh! Kau harus bertanggung jawab untuk mengobati pergelangan tanganku yang patah," tanya Cesya ketus. "Apa?! Patah? Coba sini biar aku lihat." Pentagon mengulurkan tangannya menyentuh tangan Cesya berusaha untuk memeriksa. Meskipun ia merasa memiting dengan sekuat tenaga. Namun, ia yakin tidak akan sampai membuat pergelangan tangan Cesya patah. "Lihat saja pergelangan tanganku merah. Ini sakit sekali, Penta. Kenapa kau jahat sekali padaku? Tidak hanya pandai menyakiti hatiku. Ternyata kau juga pandai melukai fisikku," ujar Cesya berpura-pura menangis dengan bibir yang sengaja dimajukan ke depan. Lihat saja cara gadis itu menangis. Terlihat sangat lucu dan menggemaskan. "Maaf. Tapi, apa perlu kita ke rumah sakit? Atau mau kupanggilkan dokter ke sini?" tanya Pentagon kebingungan. "Tidak perlu," tolak Cesya. "Kenapa tidak perlu? Bukankah pergelangan tanganmu terluka dan butuh pengobatan?" tanya Pentagon tidak mengerti. "Aku memang butuh pengobatan, Penta. Tapi, kau hanya perlu meniupnya atau sekedar mengecupnya saja," balas Cesya sambil malu-malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD