Nevan membenarkan posisi tas nya yang berada di lengan kanannya sambil berjalan mengikuti langkah Reya yang berada di depannya.
Kehadiran Nevan di wilayah kelas sepuluh tentu saja membuatnya menjadi bahan perhatian anak kelas sepuluh, apalagi Nevan berjalan bersamaan dengan Reya gadis yang pernah digosipkan dekat dengan Nevan semakin menambah daya tarik mereka yang melihatnya.
Suasana kelas sepuluh IPA tiga menjadi hening ketika melihat Nevan masuk ke kelas mereka terus berjalan di belakang Reya.
Reya terlonjak kaget saat mengetahui bahwa Nevan duduk di sebelahnya sedangkan setau Reya Lena lah yang duduk di sebelahnya bukan Nevan. Reya menatap Lena yang sedang berdiri seraya menggelengkan kepalanya pada nya.
"Kak Nevan ngapain?" Tanya Reya.
"Duduk lah." Jawab Nevan sambil menaikkan kedua kakinya di atas meja.
"Kelas kak Nevan bukan di sini."
"Suka-suka gue."
Reya beralih menatap ke arah papan tulis. Beberapa saat kemudian Reya menatap Nevan karena Nevan belum beranjak juga dari bangku Lena ketika bel masuk sudah berbunyi.
"Lena kenapa tidak duduk?"
Mereka kompak menatap guru perempuan yang baru saja memasuki kelas sambil membawa buku.
Lena menatap Nevan seolah-olah berkata bahwa ada Nevan di bangku saya.
Nevan tersenyum kepada guru yang selalu menjadi bahan godaannya.
"Turunkan kaki kamu!" Kata Bu Suci seraya memukul kaki Nevan dengan rol kayu.
Nevan menurunkan kakinya.
"Ngapain kamu di sini? Bel sudah bunyi, masuk ke kelas kamu!"
"Sekali-sekali saya pengen di kelas orang Bu, salah?"
Bu Suci memukul lengan Nevan, "ya salah! Ini kelas sepuluh sedangkan kamu kelas sebelas."
"Apa bedanya? Toh sama-sama kelas."
"Kamu!" Kesabaran Bu Suci sudah harus diuji di pagi hari akibat ulah anak murid nya yang badung itu.
"Bu, biarin saya di sini atau saya keluar?" Tanya Nevan.
"Ya keluar! Ngapain kamu di sini, saya tidak suka ada perusuh di kelas ini. Apalagi kamu sampai mengganggu ketenangan anak-anak saya."
"Oh, ibu wali kelas di kelas ini." Kata Nevan seraya mengangguk.
"Sudah, keluar kamu."
"Jadi saya di suruh keluar? Gak boleh di sini?"
Bu Suci memasang wajah kesalnya jengah melihat Nevan.
"Ya udah saya keluar, bukan cuma keluar dari kelas tapi dari sekolah juga. Permisi Bu." Ucap Nevan sambil beranjak dari duduknya.
"Nevan! Jangan cabut!" Seru Bu Suci saat Nevan berada di ambang pintu.
"Ibu telat ngelarang nya, lagian saya udah kasih ibu dua pilihan. Sama kayak Reya, Reya juga saya kasih dua pilihan tapi belum di jawab sama sekali, tujuan saya sebenernya mau nagih jawaban Reya abis itu saya bakal keluar, tapi ibu tega malah ngusir saya. Ya udah saya pergi, jangan disesali apa yang udah terjadi, Bu."
Bu Suci menatap Reya saat Nevan sudah menghilang dari pandangannya. Merasa di tatap Reya hanya bisa menundukkan kepala.
Reya meringis kesakitan saat tangannya di cekal sangat kuat.
"Gue udah peringatin Lo waktu itu ya, jauhin Nevan!"
Reya berusaha menarik tangannya yang masih terus di cekal oleh Lizzy.
"Pilihan apa yang Nevan kasih ke elo?" Tanya Lizzy.
"Kak... Lepas." Pinta Reya untuk melepaskan cekalan di pergelangan tangannya.
"Gak akan gue lepas sebelum Lo bilang ke gue, pilihan apa yang Nevan kasih. Apa sih yang Nevan liat dari Lo sampe dia rela ngelepas seragamnya untuk nutupin rasa malu Lo kemaren, hah? Lo pikir gue gak tau semuanya? Gue tau! Gue tau tadi pagi Nevan ada di kelas Lo! Murahan!" Bentak Lizzy.
Reya memejamkan mata sesaat ketika tangan Lizzy mengangkat paksa wajahnya dengan cara memegang rahangnya.
"Seragam Lo masih robek sekali, kan? Robek untuk yang kedua kalinya kayaknya gak masalah."
Reya refleks menggelengkan kepala tidak ingin hal yang paling ia takuti kembali terjadi.
"Lebih enak pake gunting atau tangan nih?" Tanya Lizzy kepada kedua temannya.
"Kalo pake gunting terlalu rapi, Zy." Sahut salah satu temannya.
Lizzy tersenyum.
"Please." Ucap Reya ketika tangan Lizzy sudah berada di kerah bajunya.
Lizzy tersenyum kecut melihat Reya terus menggelengkan kepala meminta permohonan kepadanya.
"Satu..."
Lizzy mulai berhitung bersamaan dengan tangannya yang bermain di antara kerah dan kancing seragam Reya.
"Dua..."
"Jaga tangan Lo!"
Lizzy terlihat terkejut dengan kehadiran Nevan yang datang secara tiba-tiba berdiri di hadapannya.
Nevan menoleh kebelakang untuk melihat Reya yang sedang syok dibalik punggung nya yang lebar.
Nevan kembali menatap Lizzy.
"Jangan sentuh dia."
"Van..."
"Jangan sentuh dia." Ulang Nevan.
Lizzy tertawa, "dia bukan siapa-siapa Lo ngapain Lo bertindak sok jadi pahlawan? Mau gue sentuh dia bahkan lukai dia apa pentingnya buat Lo?"
Lizzy menatap tangan Nevan yang sedang menggenggam tangan Reya.
"Don't touch her, she's mine if you wanna know." Ucap Nevan sebelum pergi bersama Reya dari hadapan Lizzy dan dua temannya.
Reya hanya diam saja ketika Nevan menyodorkan sebotol air mineral kepadanya.
"Muka Lo masih pucet, kalo mau pulang biar gue anter."
Reya langsung menggelengkan kepala.
"Udah dua kali gue nolongin Lo, dan Lo masih gak mau ngasih jawaban untuk pilihan Lo?" Tanya Nevan.
Reya menoleh menatap Nevan yang berada di sebelahnya.
"Bahkan pilihan nya aja aku lupa." Kata Reya dengan jujur.
Nevan mendekatkan tubuhnya, "oke gue ulang. Lo mau main-main sama gue atau mau serius? Pilih yang mana?"
Nevan terlonjak kaget saat botol minum yang dipegang oleh Reya dilemparkan kepadanya.
"Gak dua-duanya! Saya cuma mau bilang stop ganggu saya, jangan deketin saya lagi, saya gak mau disangka yang enggak-enggak sama fans-fans nya kak Nevan. Cukup kak Lizzy aja yang benci sama saya gara-gara kakak! Kak Nevan emang ganteng tapi sayangnya jahat!" Ucap Reya sebelum pergi dari hadapan Nevan.
Nevan terdiam mengerjapkan mata nya beberapa kali.
"Gue jahat?" Gumam Nevan sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Yang penting ganteng." Gumam Nevan lagi beranjak dari duduknya.
Setibanya pulang sekolah Reya mengumpat di dalam hati ketika melihat kehadiran Nevan di parkiran sekolah dimana laki-laki itu sedang menatapnya diselingi seringaian.
Reya mempercepat langkahnya saat melihat Nevan dari ekor mata yang tadinya tengah duduk di atas motor sekarang sudah berjalan ke arahnya. Langkah Reya kian cepat ketika melihat Nevan mengobrol dengan seorang laki-laki yang Reya tidak ketahui siapa laki-laki itu.
"Tu orang mau nya apa sih." Gumam Reya setengah berlari menyadari Nevan sudah kembali berjalan ke arahnya.
Sekarang Reya sudah berdiri di halte bus yang berada di dekat sekolahnya. Reya menghentakkan kakinya sambil berkali-kali melihat jam tangannya berharap bus yang menjadi alat transportasi nya segera tiba dan membawanya cepat pulang ke rumah.
Reya meremas tangan kirinya saat melihat Nevan keluar dari gerbang sekolah berdiri di tepi jalan menoleh ke kanan dan kiri seperti sedang bersiap-siap untuk menyebrang.
Nevan menyipitkan mata untuk memastikan pengelihatannya di mana gadis yang tengah menjadi incarannya akhir-akhir ini sedang duduk di boncengan seorang laki-laki.
"Eh, Lo ngap-"
"Please, please... Bawa aku pergi, aku numpang, maaf banget kalo ganggu tapi aku bener-bener pengen cepet-cepet pulang, tolong anterin aku." Kata Reya tepat di dekat kuping laki-laki yang kepalanya sedang ditutupi oleh helm.
Reya mengerenyit saat laki-laki yang ada di depannya menatapnya begitu intens.
"Lo... Lo yang kemaren itu di bus, kan?"
Reya diam tampak berpikir.
"Kok kamu tau?" Tanya Reya tidak sadar bahwa Nevan sudah berjalan menyebrangi jalan.
"Gue yang duduk di sebelah Lo."
Mulut Reya terbuka lebar bukan terkejut karena mendengar pernyataan laki-laki yang ada di depannya melainkan terkejut ketika tangannya sudah dipegang oleh tangan besar Nevan.
Sorot mata Nevan berubah tajam saat tangannya dijauhkan begitu saja oleh laki-laki yang ada di depan Reya.
"Gak usah ikut campur, Kev." Ucap Nevan.
Reya tercengang setelah mendengar ucapan Nevan yang bisa ia simpulkan bawah Nevan mengenali sosok laki-laki itu.
Rahang Nevan terlihat mengeras ketika laki-laki tersebut membuka helmnya memberikan seulas senyum pahit kepada Nevan.
"Dia mau pulang sama gue kenapa malah Lo halangi? Lo siapa nya dia?"
Kevin menoleh kebelakang menatap Reya.
"Dia siapa Lo?" Tanya Kevin pada Reya.
Reya menatap Nevan yang sedang memberikan tatapan penuh peringatan kepadanya.
Reya beralih menatap Kevin, "bukan siapa-siapa aku."
Kevin kembali menyunggingkan senyum.
Nevan menjauhkan tangan Kevin yang sedang mendorong tubuhnya agar menjauh dari kedua orang itu.
Reya membenarkan posisi duduknya di atas motor besar milik Kevin yang menurutnya tempat duduk tersebut sangatlah menyiksa dirinya. Reya menatap Kevin yang sedang memakai helm kemudian melirik sekilas Nevan yang sedang memperhatikannya.
Tanpa sadar Reya meremas jaket yang dipakai oleh Kevin ketika melihat Nevan mendekatinya.
"You're in danger." Bisik Nevan membuat Reya hanya bisa menahan napasnya dan juga membuat tubuhnya menjadi kaku seketika.