08

1607 Words
"Makasih." Ucap Reya saat sudah turun dari atas motor Kevin. Kevin membuka helmnya mengangguk sambil tersenyum. Reya menatap tangan Kevin yang terulur padanya. "Gue Kevin." Reya tersenyum, "Reya." Kevin mengangguk mengepal tangan kanannya karena Reya tidak membalas uluran tangannya. "Gue anak SMA Darpa." "Aku Bayanaka. Makasih udah nolongin aku tadi." Kevin mengangguk menaruh kedua tangannya di atas helm sedikit memajukan tubuhnya. "Emang Lo lagi di kejer-kejer sama Nevan?" "Kamu kenal kak Nevan?" Kevin mengangguk. "Oh... Aku males aja deket-deket sama kak Nevan soalnya kan fans dia banyak di sekolah, aku sering banget diliatin sama fans-fans nya karena terlalu deket sama kak Nevan." Kevin tertawa kecil. "Tapi Nevan lagi ngejar-ngejar Lo kan?" "Soal itu aku gak tau, gak mau tau gak mau mikirin juga." Balas Reya sambil tersenyum kecil. "Oke deh, gue balik dulu." Reya mengangguk. "Nyokap Lo ada?" Reya mengerenyit, "kenapa nanyain Mama aku?" "Gue mau izin, gak enak langsung pergi." "Eh, gak usah. Gak usah izin, Mama aku gak ada di rumah lagi kerja." Ucap Reya menahan Kevin yang hendak turun dari motor. Reya menatap Kevin yang sedang memakai helmnya. Reya mengangkat alis saat kaca helm Kevin dinaikkan seolah-olah ingin berbicara kepadanya. "Boleh minta nomor telfon Lo?" Tanya Kevin. "Apa?" Tanya Reya cukup terkejut. Kevin tersenyum dibalik helm full face nya. "Boleh minta nomor telfon Lo?" Ulang Kevin seraya menyodorkan ponselnya. "Lo semua keluar!" Mendengar seruan seorang laki-laki penghuni kelas sepuluh IPA tiga langsung menoleh ke arah laki-laki yang sedang berdiri di depan mereka dengan wajah yang menyulut amarah. Nevan menoleh ke arah teman-temannya yang hanya diam berdiri di samping kirinya. Seolah mengerti dengan arti tatapan Nevan, tiga orang laki-laki yang terdiri dari Ogik, Rangga, dan Akbar ikut bersuara menyuruh anak kelas sepuluh IPA tiga untuk segera keluar dari kelas. Reya menggenggam erat tangan Lena saat mendapatkan tatapan menyeramkan dari Nevan. "Lo, keluar cepet." Kata Rangga pada Lena yang masih berdiri di dekat Reya yang sedang duduk. "Lo di sini aja." Lanjut Rangga pada Reya menepuk pelan bahu Reya sebelum ikut pergi bersama yang lainnya keluar kelas. Sekarang kelas sudah sepi, tidak ada siapapun selain Nevan dan Reya yang tengah diselimuti dengan suasana yang begitu mencekam, bagi Reya. Reya menundukkan kepala menggigit bibir bagian bawahnya ketika mendengar suara langkah kaki yang menghampirinya. Mata Reya terpejam melihat kedua tangan besar Nevan sudah berada di mejanya. "Lo aja takut sama gue, dan Lo masih mau main-main sama gue, hmm?" Tanya Nevan duduk di bangku yang ada di depan Reya. Reya diam. "Lo lebih milih pulang sama orang yang baru Lo kenal sedangkan Lo gak mau pulang sama gue yang udah kenal Lo dari jauh-jauh hari." Reya mengangkat kepalanya, "tapi saya gak kenal sama kakak." Nevan tertawa menundukkan sejenak kepalanya. BRAK! Reya terlonjak kaget karena mejanya dipukul oleh Nevan dengan keras. "Jangan lawan gue, apalagi sampe main-main sama gue, Freya Jovita Elina." Dengan kepala yang kembali tertunduk Reya menahan mati-matian untuk tidak mengeluarkan air mata melihat betapa jahat dan menyeramkan nya Nevan saat ini. Keadaan hening seketika, Nevan tidak membuka suara apalagi Reya. Gadis itu hanya bisa menundukkan kepala berdoa di dalam hati semoga bel masuk segera bunyi ataupun ada guru yang masuk ke kelasnya. Nevan memperhatikan Reya, atau lebih tepatnya memperhatikan kepala Reya yang sedang tertunduk tanpa berani menatapnya. Mata Nevan beralih memperhatikan ponsel yang terletak di meja, ponsel dengan case berwarna pink tersebut sedang menyalakan layarnya seraya bergetar. Dengan kepala yang tertunduk Reya melirik ponselnya. "Bahkan Lo punya nomor hp nya Kevin?!" Reya menggoyangkan kakinya dengan pikiran yang berkecamuk, Reya sedang berpikir apa yang akan Nevan lakukan setelah ini. Dengan cepat Nevan mengambil ponsel Reya yang masih terletak tanpa tersentuh sedikitpun oleh sang empunya. "Kak it-" "Mau apa Lo? Hp Reya lagi sama gue, stop telfon dia atau Lo mau mati?" Reya mendesah kecil karena panggilan telepon dari Kevin diangkat oleh Nevan dan dengan kasarnya Nevan berbicara kepada Kevin yang Reya tidak ketahui apa yang sedang terjadi diantara mereka berdua. "Kak hp saya." Ucap Reya ketika Nevan pergi sambil membawa ponselnya. Nevan menghentikan langkahnya berbalik menatap Reya yang sudah berdiri dari duduknya. Nevan mengangkat ponsel milik Reya menunjukkan nya kepada gadis yang kini wajahnya sudah terlihat pucat. "Gue ambil, atau gue ancurin?" Tangan kanan Reya terkepal kuat, hanya itu yang bisa ia lakukan selain hanya mengumpat di dalam hati. Setelah Nevan pergi Reya langsung terduduk di bangkunya menatap bangku kosong yang ada di depannya seraya mengumpat di dalam hati. Lena memasukkan keripik singkong yang ia beli di kantin seraya memperhatikan Reya yang sedari tadi hanya diam dan sesekali menghela napas. "Kok masalahnya makin ribet gini?" Tanya Lena. Reya menggeleng lemah. "Awal mulanya karena Lo gak mau pergi sama kak Nevan terus Lo pukul kak Nevan dan akhirnya Lo kabur, iya kan?" "Enggak!" "Jadi apa dong?" Tanya Lena. "Gak tau juga." Jawab Reya dengan nada pelan. Lena melipat ujung pembungkus keripik singkong nya menyimpannya di dalam tas nya takut jika disimpan di laci akan segera ranap dalam sekejap. "Daripada Lo capek sendiri, mending Lo ikutin aja apa kata kak Nevan. Dia ngasih Lo pilihan, ya udah Lo kasih aja, apa susahnya?" Reya menatap Lena, "gak segampang itu, Len. Aku sampe sekarang masih bingung kenapa harus aku, kenapa aku yang selalu diganggu sama kak Nevan. Sejak pertama kali aku ketemu sama kak Nevan aku jadi s**l banget, aku juga bodoh banget kenapa pake acara mukul kak Nevan waktu itu." "Alah, pukulan Lo juga gak seberapa kali Ya buat dia. Dia sering tuh dipukulin sampe babak belur masih hidup aja sampe sekarang. Mungkin ya bagi dia rasa pukulan Lo sama rasanya kayak di gigit sama anak bayi yang gak punya gigi." "Gak terasa dong." Lena mengangguk. "Kalo gue pikir-pikir ya, kayaknya kak Nevan... Suka sama Lo." Mata Reya membulat sempurna. "Gak mungkin!" Seru Reya membuat beberapa orang yang memilih untuk berada di kelas saat jam istirahat menoleh ke arahnya. Reya tersenyum pada teman-teman yang menatapnya mendekatkan tubuhnya pada Lena. "Gak mungkin." Ulang Reya dengan bisikan. Lena merendahkan tubuhnya, "mungkin aja. Gue gak tau harus bilang Lo itu beruntung atau s**l bisa disukai sama kak Nevan. Tapi kapan lagi coba most wanted sekolah yang biasanya disukai sekarang kebalik jadi suka sama cewek biasa kayak Lo." Reya menatap Lena saat mendengar kalimat terakhir sahabat nya itu. "Cewek-cewek yang pernah deket sama kak Nevan banyak dan kebanyakan yang deket sama kak Nevan aduhai banget. Salah satunya kak Lizzy, badannya oke banget gak tuh? Seksi! Masih sekolah tapi udah sosialita banget dia. Kak Cecil cewek paling cantik di kalangan anak kelas sebelas juga pernah deket sama kak Nevan. Kak Jessica anak kelas dua belas cantik, pinter, badannya sebelas dua belas sama kak Lizzy pernah digosipin pacaran sama kak Nevan. Terus, Lo..." "Kena-" Lena membungkam mulut Reya. "Gue jujur aja ya, Ya. Kalo emang kak Nevan suka sama Lo gue gak tau deh dari mana nya kak Nevan ngeliat Lo. Kalo diliat-liat Lo oke juga. Cantik, putih, muka Lo imut, otak Lo juga gak b**o-b**o banget, tapi walaupun kayak gitu Lo gak sebanding sama mantan gebetan, sama cewek-cewek yang pernah deket sama kak Nevan apalagi sama mantan-mantannya kak Nevan." Ucap Lena. Reya menjauhkan tangan Lena dari mulutnya. "Aku sama sekali gak berharap bisa disukai sama kak Nevan, Len. Jangankan sama kak Nevan, sama laki-laki lain aja aku gak berharap. Tujuan aku cuma satu, bahagiain Mama aku, cuma itu." Balas Reya dengan nada dan raut wajah yang serius. Reya memasang raut wajah yang tidak enak untuk dilihat saat mengetahui Nevan dengan motor besarnya berada di depannya yang sedang berdiri di halte bus. Reya membuang wajah melihat ke arah jalanan menunggu bus lewat, dengan tampang tanpa dosa Nevan tersenyum kepadanya membuat rasa kesal Reya semakin bertambah. Reya melirik Nevan dari ekor matanya dimana laki-laki itu sedang membuka helm. "Kevin terus nelfon Lo jadi hp Lo gue buang." Dengan kecepatan melebihi kedipan mata Reya langsung menatap Nevan yang masih tersenyum padanya. "Gue gak bohong." Lanjut Nevan. Nevan turun dari motornya berjalan mendekati Reya berdiri di depan gadis yang sedang menunjukkan ekspresi kesal nya, ekspresi yang sering Nevan dapat untuk akhir-akhir ini. "Pulang bareng gue?" Reya mengalihkan tatapan. "Gue anter. Denger-denger katanya Kevin nganterin Lo sampe depan rumah Lo, padahal Lo berdua baru kenal kan? Gue gak terima, gue juga mau nganterin Lo sampe depan rumah Lo." Nevan menghela napas panjang saat mendengar suara deru motor di dekat mereka berdua. Nevan membalikkan tubuhnya ke arah jalanan menatap laki-laki berpakaian putih abu-abu sama seperti dirinya namun tidak sama dari badge yang mereka pakai. "Jangan kayak jailangkung, cabut Lo." Kevin menyunggingkan senyum mengejek pada Nevan yang sedang mengangkat tinggi wajahnya. Tubuh Nevan sedikit bergeser akibat bahu Kevin sengaja menabrak bahu nya. Kevin menatap sejenak Nevan sebelum ia menatap Reya. "Udah gak jaman naik bus." Reya menatap Kevin yang baru saja berbicara padanya. "Mau gue anter lagi?" Tawar Kevin. "Gak usah, makasih." Balas Reya diselingi dengan senyuman kecil. Nevan merasa semakin tidak adil lagi saat Reya mau membalas ucapan bahkan tersenyum kepada Kevin. "Ntar malem gue telfon lagi, boleh?" Reya hanya menyunggingkan senyum sebelum akhirnya ia masuk ke dalam bus yang baru saja berhenti di depannya. Nevan dan Kevin sama-sama menatap bus yang sudah jalan menjauh dari mereka. Tanpa mengucapkan apapun Nevan berjalan mendekati motornya. "Lo minggir njing." Kata Nevan kepada Kevin yang tidak kunjung menjalankan motornya, motor Kevin terparkir melintang di depan motornya dan tidak kunjung jalan padahal si pemilik motor sudah berada di atas motor membuat Nevan ingin sekali menabrak motor plus sang pengendara nya. Nevan menjauhkan kedua tangannya dari stang motor berpindah menaruh kedua tangannya di pinggang ketika melihat Kevin sengaja menggeber motor sebelum menghilang dari pandangannya. "Bocah belagu." Gumam Nevan seraya menghidupkan mesin motornya melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang kebetulan tidak terlalu padat untuk hari ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD