Sensitive : Almost Is Never Enough

2579 Words
Kiss Me More ... We hug and yes, we make love And always just say "Goodnight" (la-la-la-la-la) And we cuddle, sure I do love it But I need your lips on mine Can you kiss me more? We're so young, boy We ain't got nothin' to lose, oh, oh It's just principle Baby, hold me 'Cause I like the way you groove, oh, oh Boy, you write your name, I can do the same Ooh, I love the taste, la-la-la-la All on my tongue, I want it (la-la-la-la) Boy, you write your name, I can do the same Ooh, I love the taste, la-la-la-la-la All on my tongue, I want it I, I feel like fuckin' somethin' But we could be corny, f**k it Sugar, I ain't no dummy, dummy I like to say, what if, but if We could kiss and just cut the rubbish Then I might be on to somethin' I ain't givin' you one in public I'm givin' you hundreds, f**k it Somethin' we just gotta get into Sign first, middle, last, on the wisdom tooth Niggas wishin' that the p***y was a kissin' booth Taste breakfast, lunch and gin and juice And that dinner just like dessert too And when we French, refresh, gimme two When I bite that lip, come get me too He want lipstick, lip gloss, hickeys too, uh Can you kiss me more? We're so young, boy We ain't got nothin' to lose, oh, oh It's just principle Baby, hold me 'Cause I like the way you groove, oh, oh Boy, you write your name, I can do the same Ooh, I love the taste, la-la-la-la All on my tongue, I want it (la-la-la-la) Boy, you write your name, I can do the same Ooh, I love the taste, la-la-la-la-la All on my tongue, I want it Say give me a buck, need that gushy stuff Push the limit, no, you ain't good enough All your niggas say that you lost without me All my bitches feel like I dodged the county Fuckin' with you feel like jail, nigga I can't even exhale, nigga Pussy like holy grail, you know that You gon' make me need bail, you know that Caught dippin' with your friend You ain't even have man, lyin' on ya-, you know that Got me a bag full of brick, you know that Control, don't slow the pace if I throw back All this ass for real Drama make you feel Fantasy and whip appeal Is all I can give you Can you kiss me more? We're so young, boy We ain't got nothin' to lose, oh, oh It's just principle Baby, hold me 'Cause I like the way you groove, oh, oh Oh, darlin' Boy, you write your name, I can do the same Ooh, I love the taste, oh-la-la-la-la All on my tongue, I want it Boy, you write your name, I can do the same Ooh, I love the taste, oh-la-la-la-la-la All on my tongue, I want it .... ... .... Ia benar-benar sedang ‘in the mood’ untuk menyentuhku saat ini, tapi apa Mas Rama tak ingat kalau aku masih dalam masa haidku. Tatapan matanya seolah mengatakan bahwa ia menginginkan tubuhku, bahkan bukan dengan meminta tapi menuntut agar bisa menghabiskan malam yang panas bersamaku. Bibirnya lembut kurasakan di setiap inci tubuhku, tak ada kata, hanya suara decakan yang ada. Aku menikmatinya dan akan selalu menikmati sentuhannya. Aku pasrah, berserah atas apa yang akan di lakukannya padaku, hanya mampu mengelinjang dengan mata yang kupejamkan. Sedetik kemudian, Mas Rama menghentikan aktifitasnya. Akupun berhenti memejamkan mataku. Mataku dan matanya bertemu, jelas sorot kecewanya kini di tampilkannya padaku. “ahh... sebel!” Umpatnya sambil menjatuhkan tubuhnya diatas tubuhku dengan tangannya yang masih berada di area tubuhku yang kini terbalut dengan pads pembalut menstruasiku. Berat. Tubuhku terhimpit dan tertindih oleh tubuh kekarnya. “Mas...” Ia tak menjawab malah bergerak-gerak tak jelas di atas tubuhku. kakinya menendang-nendangi selimut tak bersalah sebagai pelampiasan kekesalannya. “sabar ya Mas... harus pending semalem deh kita” Kataku sambil kuusapi rambut hitam dan tebalnya. “sayang... yang di bawah itu udah keras banget... eh taunya kamu malah lagi dapet... seharusnya kamu tuh bilang dari awal, padal Mas lagi high high-nya tau gak... berambisi banget buat gol malem ini” Mas Rama kesal sampai berbicara dengan tak menatapku, bahkan suara keluhannya itu jadi teredam dan terdengar tak jelas karena wajahnya di tengelamkan di antara dadaku. “iya iya iyaaa... lain kali aku bilang deh...” Setelah berkata begitu, kuangkat wajah cemberut Mas Rama yang semula di sembunyikannya di tubuh polosku. Ingin aku tertawa karena lucu sekali melihat ekspresinya, tapi aku juga jadi kasihan sekali padanya. Ini mungkin situasi yang menggambarkan kalimat ‘Almost is never enough’, tanggung dan hampir sekali, pakaianku sudah dilucutinya tadi olehnya yang bahkan tanpa perlu alunan music atau lilin-lilin pun sudah sangat romantic sekali, sampai aku dengan Mas Rama kini hanya menyisakan celana dalam hitam yang kembaran. “aku cium aja...” Cup Kulihat wajahnya masih belum juga berubah. Cup Lagi-lagi masih bibirnya masih di kerutkannya. “Mas... udah dong jangan cemberut terus... selesainya juga gak lama lagi kok” Kataku berharap ia tak terlalu marah. “hufftt... kedengarannya konyol, tapi kadang Mas pengen gak usah ada menstruasi aja gitu loh...” Ucapnya, Mas Rama memang terkadang bertingkah seperti anak kecil yang selalu ingin enak sendiri. “menopause dong... kalo udah gak menstruasi nanti gak bisa punya anak Mas...” Kataku membalas perkataan kekanak-kanakannya itu. “yaudah Mas tarik lagi ucapan Mas okey... atau kenapa gak Mas aja yang gantiin menstruasinya” Aku tertawa sangat keras jadinya. ada-ada sekali suamiku ini. “hahahh... udah kodrat wanita emang kaya gitu Mas... kalo laki-laki yang menstruasi, itu artinya nanti Mas juga yang jadi punya rahim, terus harus lahirin anak gitu? mau?” Mas Rama terlihat menggaruk-garuk kepalanya dengan wajah kebingungannya. “ya gak gitu juga sih... abisnya kadang Mas suka gak tega aja liat kamu harus sampe kesakitan banget gara-gara dateng bulan...” Kukecup bibirnya yang sedari tadi sudah berbicara melantur itu. “Makasih Mas... tapi ini udah jadi bagian dari hidup aku sebagai pe-rem-pu-an...” Kataku pada Mas Rama. Mas Rama memeluki tubuhku erat-erat. rasanya hangat dan nyaman meski sebenarnya masih berat karena ia masih berada di atasku. “ah! berat Mas di bawah terus” Kataku sambil kubalikan posisinya sampai kini aku jadi berada di atasnya. “Mas, aku harus bilang ini sama kamu... aku bersyukur banget masih bisa menstruasi, bahkan aku takut banget kalo sampe menstruasiku gak lancar...” “kenapa?” “ehmm... kalo siklus menstruasi perempuan itu gak lancar, itu satu tanda kalo organ reproduksinya gak sehat... dan kalo gak sehat itu... ya... itu-“ Mas Rama tiba-tiba membangunkan dirinya ke posisi duduk dengan tubuhku yang masih berada di atas pangkuannya. Entah bagaimana inginnya, kini aku di buatnya bertumpu pada kedua lututku sampai posisiku jadi jauh lebih tinggi dari dirinya. Wajahnya di sejajarkannya dengan perutku. kutatapi Mas Rama sambil ku pegangi rahang pada wajah tampannya. Mas Rama merapatkan bibir lembutnya lama pada perutku. “perut... yang sehat yaa... jangan rewel-rewel kalo lagi dateng bulan, kasian istri aku... baik-baik yaa kalian, biar bisa jaga baik-baik anak aku sama istriku nanti...” Ucapnya sambil mengusapi perutku yang baru saja di nasihatinya itu. Aku ingin menangis jadinya, dan satu tetes air mata bahkan berhasil lolos begitu saja, mengalir membasahi pipiku, kuhapus cepat itu dengan jariku. “Mas...” Kataku, aku senang dan terharu sampai sampai kini jadi tak bisa menghentikan air mataku. Kurangkulkan tanganku pada leher Mas Rama dengar erat. “makasih Mas...makasih banyak, makasih udah mau terima aku dengan semua kekurangan aku ini...” ungkapku padanya. “Mas yang seharusnya makasih sama kamu, kamu harus jadi super women buat dampingin Mas selama ini...” ucapnya padaku. “sayang... sayang... sayaaaang... banget sama Mas...” “Mas juga... sayaaaang.... banget sama istri Mas yang cantic banget ini...” *** Aku sedang berada di toko buku saat ini, mataku langsung tertarik saat menemukan buku parenting di rak yang berada tak jauh dariku. “oh... ini silahkan” Kataku sambil kuserahkan buku yang rupanya juga akan di ambil oleh tangan seorang wanita dengan perut bump yang menyembul dari dress putihnya. “Gak papa Mbak aja yang ambil, lagian kan Mbak duluan yang-“ “dede bayinya mungkin lebih butuh ini, biar bundanya bisa belajar jagain dia setelah dia lahir nanti” Kataku sambil menyerahkan buku putih bergambar ibu dan bayi itu. “ehmm... terimakasih Mbak” Aku langsung memperhatikan bagaimana caranya berdiri yang terlihat kurang nyaman sekali, sedikit di miringkannya ke kanan, kakinya di lebarkannya sebahu dengan tangan kirinya yang di letakannya di pinggangnya lalu di majukannya kini pada area depan tubuhnya untuk menahan berat perutnya. Aku tersenyum melihatnya, “berapa bulan Mbak?” tanyaku “delapan bulan... rasanya udah gak karuan Mbak... sakit punggung, lutut, kaki bengkak... si kecil juga kayanya di dalem udah bosen gak sabaran pengennya cepet-cepet keluar...” Anehnya mendangarnya mengeluh seperti itu aku malah di buat mengiri padanya. Aku berharap sekali bisa merasakan apa yang sedang di rasakannya saat ini. “kalo Mbak dulu waktu hamil gimana?” Tanyanya tiba-tiba padaku. “ehmm... saya masih belum punya anak” kataku sambil berusaha tersenyum meski sejujurnya agak sakit hati harus menjawab pertanyaannya dengan jawaban seperti itu. Ingin sekali rasanya ketika aku di tanyai seperti itu aku bisa menceritakan bagaimana kehamilanku dan memberikan beberapa tips yang bisa membantu. “ah, maaf Mbak... saya pikir buku ini... Mbak ambil karena ...” “gak papa kok” “aku juga nunggu sampe bisa mengandung kaya sekarang ini hampir tujuh tahun Mbak” Aku terdiam mendengar ungkapannya itu, betapa bahagianya dirinya setelah melewati penantian panjanganya selama ini. *** Akhirnya aku dengan calon ibu muda itu memutuskan untuk mengobrol lebih jauh di cafe yang berada tak jauh dari toko buku yang berhasil mempertemukan aku dengannya tadi. Kupesankan dirinya satu jus segar dan satu Latte untukku. “ini Mbak silahkah” “terimakasih Mbak, ah iya aku Fira...” Kenalnya padaku, “Shinta...” Balasku padanya sambil tersenyum menunjukan keramahanku. Aku jadi tak sabar ingin sekali mendengarkan ceritanya. “kalo boleh tau, Mbak Shinta sama suami udah menikah berapa lama?” “Lima tahun, dan itu gak kerasa banget... tapi setiap tahunnya doa aku selalu sama, minta di kasih kesempatan buat bisa mengandung kaya Mbak Fira” “yang sabar Mbak, dulu aku juga gak putus-putus berharap, sampe selalu iri sama orang orang yang udah hamil di luar sana, bahkan aku harus nelen pahitnya di katain mandul Mbak... tapi aku pikir selama aku masih seorang perempuan yang masih memiliki rahim, aku pikir tak ada yang tak mungkin” Seperti mendengar semangat baru, beruntungnya aku bisa berbagi cerita bersama wanita hebat dan sangat menginspirasi sekali saat ini. “Perjuangan aku berat banget selama tujuh tahun terakhir Mbak, lelah, stress dan situasinya bikin aku tertekanan secara mental, aku udah coba banyak cara yang di rekomendasiin dokter, mulai dari terapi kesuburan sampe coba bayi tabung....” kulihat ia mengambil jeda untuk menarik napasnya. “semula dokter bilang itu cara efektif dan punya peluang kemungkinan yang besar, setelah beberapa bulan dokter bilang ini hampir berhasil... eh tapi kemudian dokter bilang ‘mungkin kita harus pakai cara lain’...” Aku larut dalam ceritanya sampai jadi ikut kecewa mendengar kata-kata dokter Mbak Fira itu. “alasannya?” “memang beberapa gak langsung berhasil, ada yang sampe dua, tiga kali percobaan, dan itu tuh melelah banget secara fisik maupun mental calon ibu, belum juga biayanya yang gak sedikitkan hhh.... tapi untuk kasus aku, aku memang memiliki factor kesuburan yang gak memungkinkan untuk melakukan cara itu...” Aku turut bersedih mendengar kegagalan di percobaan bayi tabungnya itu. “aku coba-coba ikutin kata orang yang bilang minum obat ini, obat itu, makan makanan ini, minum minuman herbal itu.... sampe aku juga sempet ikutin cara-cara di komunitas online yang katanya bisa bikin kita cepet isi... tapi ternyata semakin banyak yang aku coba, aku malah berakhir sama kondisi tubuh aku yang stress dan berpengaruh buruk sama system imun aku...” Mendengar semua itu aku sampai dibuat sangat salut sekali dengan perjuangannya, aku malu pada diriku yang selama ini hanya bisa terus mengeluh saja kerjanya. “aku drop banget tahun kemarin, aku sampe di titik udah mau nyerah dan mau pasrah aja, aku juga sempet berpikir ‘oh mungkin Tuhan gak mempercayakan seorang buah hati untuk di titipkannya sama aku’.... tapi kemudian tiba-tiba aja aku selalu gak enak badan dan mual, aku di bawalah sama suamiku pergi ke rumah sakit, dan ternyata.... itu karena si kecil yang ada di perut aku dan udah 4 minggu usianya” Aku bergembira, sangat-sangat turut berbahagia mendengar cerita finalnya, senyumku mengembang sama lebarnya seperti Mbak Fira saat ini, seolah aku juga ada dan menjadi bagian dari kisahnya itu. “mungkin aku juga harus lebih berusaha seperti Mbak Fira... aku ikut bahagaia mendengar ceritamu Mbak” ucapku tulus. “aku pikir keinginan memiliki seorang anak itu... sama seperti saat kita sedang menggenggam segenggam pasir, semakin kita mengeratkan cengkraman kita maka semakin sedikit pasir yang ada di telapak tangan kita, bahkan mungkin menghilang tak bersisa dari tangan kita... begitu juga dengan keinginan untuk memiliki seorang anak, semakin kita memaksa dengan mengeratkan keinginan kita, itu justru akan membuatnya terasa semakin jauh untuk ada dalam genggaman kita...” Aku berdiri dan berganti posisi duduk ke kursi di sampingnya. lalu kupeluki tubuh wanita yang sudah melewati banyak hal untuk bisa sampai di titik akan menjadi seorang ibu kini, “terimakasih sudah berjuang dan menginspirasi aku Mbak, aku benar-benar beruntung bisa bertemu dengan Mbak Fira hari ini...” Kataku tulus padanya, ia balas tersenyum dan mengusapi lenganku. “ehm... jangan lelah sama yang namanya hampir, tapi jangan juga terlalu memaksakan sampai banyak berpikir yang engga-engga, memang banyak kemungkinan yang bisa aja menghampiri jalan kita, tapi percayalah... tuhan selalu adil dan pastinya selalu akan ada cerita bahagia di akhir, yang sedang menunggu kita” Aku terharu sampai berlinang air mata mendengarnya. .... .... .... “hallo? kamu dimana sayanggg... kok ngilang dari toko buku...” Ucap Mas Rama dengan nada kebingungannya. “ah! aku ada di café Mas, maaf... aku ketemu temen berusan” Bodohnya aku yang melupakan Mas Rama yang tadi sempat kumintai untuk mencari buku yang sedang ingin sekali k****a. Dan lima menit kemudian, kulihat wajah Mas Rama yang seperti kelelahan karena berlari dari gedung toko buku sebelah ke cafe tempat kuberada saat ini. Semakin dekat dan akhirnya kini Mas menjatuhkan dirinya duduk di sampingku sambil menyandarkan kepalanya di bahuku. “ah... ahhhh... kenapa ninggalin sih sayang, di teplonin gak di anggat lagi, Mas sampe harus muter-muter di toko buku tadi buat cariin kamu” Mas Rama ngedumel dengan napasnya yang masih terengah-engah. “maaf Mas... tadi tiba-tiba ketemu temen jadi kesikan ngobrol deh...” “temen? siapa? kok gak ada?” “udah pergi Mas di jemput suaminya tadi... tau gak dia itu perempuan hebaaaatt banget, ah iya nemu bukunya?” Mas Rama kemudian memberikan buku bersampul biru yang kumau. “yeayy!!! Makasih Mas...” “peluk” Pintanya dengan nada yang terdengar tengah merajuk itu, “iya deh... sini aku peluk” langsung kulingkarkan tanganku pada tubuh kelelahannya itu. “cium” “ish... kamu ini Mas, sadar ini itu di café bukan di rumah ya” kataku, tapi kemudian Mas Ramalah yang malah mendaratkan ciumannya di pipiku. “ayo pulang cium Mas yang banyak di rumah” Ucapnya sambil di tariknya tanganku. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD