bc

Hate relationship

book_age16+
2
FOLLOW
1K
READ
submissive
goodgirl
drama
bxg
highschool
coming of age
enimies to lovers
tortured
shy
like
intro-logo
Blurb

Menjadi gadis miskin tidak membuat semangat belajar Denira putus. Gadis yang harus hidup seorang diri karena ditinggal meninggal oleh sang ibu, dan juga ayahnya yang meninggalkan dirinya karena harus ke penjara. Sangat pilu. Namun satu keberuntungan memihak padanya karena dia tanpa diduga mendapatkan beasiswa dan ia bisa bersekolah di salah satu sekolah yang mewah di Jakarta. Kepintarannya mengantarkan Denira ke sekolah itu.

Namun, yang namanya gadis miskin, pasti akan selalu dianak tirikan. Begitu pula Denira, karena kemiskinannya dan juga penampilannya yang dikenal culun, dia terus dirundung oleh teman-teman sekolahnya.

Dan yang sering merundung Denira adalah Bima, si pentolan sekolah tempat Denira belajar.

Sosoknya sangat berbanding terbalik dengan Denira, dia adalah pria tampan, kaya, dan terkenal. Sosok ketua gank nakal yang terkenal di sekolah tersebut. Fakta jika Denira adalah anak dari seorang narapidana membuat dirinya selalu menjadikan gadis culun itu sebagai babunya.

Selalu bertemu di sekolah dan di apartemen, membuat keduanya tanpa sadar saling memiliki rasa. Kejadian-kejadian tak terduga saat Denira bersama Bima, juga rahasia yang disembunyikan oleh Denira selama ini. Membuat rasa benci itu berubah menjadi cinta.

Namun, perbedaan kasta membuat kisah cinta itu harus terhenti. Jadi, bagaimana cara keduanya mampu bertahan, hingga akhirnya bersama?

chap-preview
Free preview
Si Bos dan pembantu
Di dalam sebuah dapur dengan nuansa mewah, terdengar suara air yang mengalir damai, mengisi keheningan di dapur tersebut. Terlihat seorang gadis sedang mencuci alat-alat dapur. Hanya gadis itu seorang diri di dalam sana. Dia adalah Alma Denira, gadis dengan rambut yang dikepang dua juga kaca mata yang menjadi ciri khasnya. Gadis berumur 18 tahun yang saat ini sudah menginjak kelas 12, di salah satu sekolah elite di Jakarta. Dia mendapatkan beasiswa full untuk bersekolah di sekolah tersebut, karena jika tidak dia tidak akan bisa bersekolah di sana. Mengingat ekonominya yang sangat jauh dari kata maju. Seperti saat ini, untuk menghidupi kehidupannya sehari-hari, Denira bekerja menjadi seorang asisten rumah tangga. Dan dia sedang menjalankan tugas terakhirnya, yaitu mencuci piring, lalu selepas itu Denira akan pulang ke rumah. Iya, memang seperti itu sistem bekerja Denira di rumah ini. Pagi sampai siang dia akan sekolah, lalu siangnya hingga malam ia akan bekerja di rumah majikannya ini, dan besoknya, ia melakukan rutinitas ini setiap harinya. “Huh, beres,” gumam Denira setelah menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu mengelap kedua tangannya yang basah, lalu mengambil kaca mata yang sempat ia simpan tadi, dan memakainya. Kemudian Denira melirik jam tangan usang yang melingkar di tangannya. “Udah jam 8 malam, mana ada tugas lagi dari sekolah,” ujar Denira saat mengingat sekolahnya tadi yang ternyata ada tugas dan harus dikumpulkan besok. Itu artinya dia harus segera pulang. Untung saja pekerjaannya di sini sudah beres, dan dia sudah bisa pergi sekarang. “Ibu mana ya?” gumam Denira mengedarkan pandangannya, seraya melangkahkan kakinya keluar dari dapur yang luas itu. Ibu yang dia maksud adalah majikannya, perempuan yang sudah dengan berbaik hati memberikannya pekerjaan selama satu tahun terakhir ini. Tujuan Denira mencari beliau tentu saja untuk berpamitan pulang. “Loh, Nir? Udah beres?” Suara tersebut membuat Denira menoleh, tersenyum lega saat mendapati seorang perempuan cantik yang meskipun sudah berumur berjalan menghampirinya. “Iya Bu, saya udah beresin semuanya. Saya mau izin pulang,” jawab Denira sekaligus meminta izin untuk segera pulang. Savira, perempuan yang tidak lain adalah pemilik rumah ini dan majikan Denira mengangguk sembari tersenyum ramah. “Ya udah, gak papa kalo mau pulang,” ujar Savira. Beliau memang sangat baik dan tidak pernah semena-mena kepada pekerja di rumahnya ini, termasuk Denira. Denira mengangguk, dia pun menyalami tangan majikannya itu untuk pulang. “Saya pamit Bu, assalamualaikum,” pamit Denira dan berlalu setelah mendapatkan anggukan dari nyonya-nya itu. “Waalaikumsalam.” Perempuan itu mengikuti Denira hingga akhirnya Denira keluar dari rumahnya. Setiap harinya dia selalu merasa kasihan pada asisten rumah tangga yang ia temui di jalan itu. Waktu itu, Denira memohon-mohon padanya untuk meminta pekerjaan. Ya sudah, karena Savira bukan seorang perempuan karier, jadi dia memperkerjakan Denira di rumahnya. Sebagai asisten rumah tangga, dan dia juga tidak memaksa Denira untuk berhenti dari pekerjaannya. “Semoga hidup kamu bakal lebih indah ke depannya, Denira,” gumam Savira yang masih memperhatikan dari jendela. Namun sesaat kemudian matanya mulai menyipit saat melihat kejanggalan di depan rumahnya. “Bima?” *** Sementara itu, di luar sana, Denira dengan tangannya yang menjinjing sebuah tas yang tidak lain berisi seragamnya keluar, hendak membuka gerbang namun suara klakson membuat Denira kaget. “Woy, buka!!” teriak seseorang dari luar. Wajah Denira berubah menjadi tegang, seperti orang ketakutan. Entah kenapa. “D-dia jam segini udah balik?” gumam Denira tentang ‘dia’ itu. Tin tin!! Suara klakson kembali terdengar dan lebih nyaring. “Woy, buka! Gue mau masuk nih, satpam! Woy!” Teriakkan seseorang yang diyakini seorang pria itu kembali terdengar membuat tubuh Denira tanpa sadar gemetar ketakutan. Denira menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. “Semoga dia gak apa-apain aku,” gumam Denira, lalu dengan sekuat tenaganya dia membuka gerbang rumah yang besar itu. Namanya juga orang kaya, pasti gerbang rumahnya juga tidak kaleng-kaleng, dan lihatlah Denira sekarang yang kesusahan karena ukurannya yang besar dan sudah pasti berat. Dan setelah gerbang itu terbuka, menampilkan seseorang yang tadi berteriak tengah menunggangi motor sport. Di balik helm, mata pria itu memicing, namun sedetik kemudian bibirnya tersenyum. Bukan senyuman senang atau senyum manis, melainkan senyuman miring yang sepertinya merencanakan sebuah rencana jahat. Pria itu membuka kaca helmnya, menampilkan matanya yang tajam itu. “Lama amat lo!” sentak si pria itu membuat Denira kaget, dan hanya bisa menunduk ketakutan. Si pria melajukan motornya dengan kecepatan tinggi ke dalam rumah, membuat Denira yang masih berada di samping gerbang harus mundur mendadak. Denira memundurkan tubuhnya hendak pulang, namun suara pria itu kembali terdengar. “Mau ke mana lo?” tanya pria itu, seraya turun dari motornya, tanpa melepas helm. Denira menunduk, menautkan kedua jari-jarinya. Gugup dan takut bercampur jadi satu. “A-aku mau pulang Bim,” jawab Denira. Iya. Bima. Pria yang merupakan anak dari majikannya, dan itu artinya Bima juga majikan Denira bukan? Ya seperti itulah. Bima merupakan teman sekolahnya, ah tidak, mereka tidak berteman, justru mereka adalah bos dan asisten. Bima si tampan dan kaya, dan Denira yang sebaliknya, cupu dan miskin. Mana mungkin mereka berteman, kata Bima. Bima melepaskan helmnya, menampilkan wajah tampan yang sedari tadi bersembunyi di balik benda bulat itu. Matanya menatap remeh Denira yang sedang ketakutan. Hal yang paling Bima suka saat berhadapan dengan Denira, yaitu dengan Denira yang gemetar di depannya. Bima tiba-tiba melepaskan jaket hitam yang melekat di tubuhnya, membuat Denira yang melihat itu ketakutan dan pikirannya ke mana-mana. “Bim, kamu mau apa?” tanya Denira ketakutan, namun hal itu tidak diindahkan oleh Bima. Pria itu semakin mendekat ke arah Denira, lalu melempar tas tersebut hingga jatuh ke pelukan Denira jika tidak segera Denira tangkap. “Simpan jaket gue ke dalam,” perintah Bima, suaranya yang datar itu jelas saja membuat Denira ketakutan. Denira mendongak. “Tapi ak-aku udah mau pulang Bim, ini udah malam,” ujar Denira yang sebenarnya tidak bermaksud menolak. Namun menurut Denira pekerjaannya sudah beres, dan dia harus segera pulang karena malam semakin larut. Bima menatap pembantu di rumahnya itu sinis, “Wey, gue itu majikan lo, cepet turutin perintah gue!” sentak Bima yang semakin membuat Denira ketakutan. Bima berdecak sebal karena Denira malah semakin mundur dan menunduk. “Lo gak denger? Cepet taruh jaket gue ke dalam! Lo–” “Bima!” Bima yang sudah hampir mengomel langsung terdiam, dia menoleh dan mendapati seorang perempuan. “Mama?” Ya, itu Denira. Perempuan itu menghampiri Bima yang merupakan anaknya yang sedang mengomeli Denira. Rasanya tak tega, apalagi ia tahu Denira sedang capek saat ini. “Nak, kamu jangan gitu dong, kasihan loh Deniranya udah mau pulang,” tegur Savira dengan suaranya yang lembut. Namun pembelaan itu justru membuat Bima berdecak sebal, tapi tidak bisa menjawab apa pun perkataan sang mama. Ingat, Bima itu paling tidak bisa melawan sang mama. “Kamu itu harusnya anterin Denira ke rumahnya, ini udah malam. Bukannya suruh Denira kerja lagi, tambah malam nanti Denira pulangnya,” ujarnya menasehati. Alis Bima naik sebelah, pertanda dia tidak suka dengan perkataan mamanya itu. “Aku anterin dia?” tanya Bima seraya menunjuk Denira. Savira mengangguk. Bima terkekeh kecil, “Ma, buat apa aku nganterin dia? Gak penting! Inget, kita ini bos, dan dia–“ Bima menjeda ucapannya sebentar, lalu melirik Denira dari atas sampai bawah. “Dia cuma babu,” sarkas Bima tanpa mempedulikan perkataanya yang jelas membuat Denira sakit. Ya begitulah Bima, si tampan, namun sayangnya nakal dan sombong. *** To be continued

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook