Chapter 1

1435 Words
           Perjodohan antara Celline dengan Brandon dimulai sejak Celline berusia 12 tahun. Saat itu Marriane, Ibunya bertemu dengan Ibu Brandon, Elizabeth yang merupakan sahabat lamanya. Tak disangka, perjumpaan itu membuahkan sebuah kesepakatan yang akan membawa hidup mereka lebih sejahtera. Namun, itu berarti harus mengorbankan hak Celline untuk memilih pasangan hidupnya sendiri.      Sudah terlalu lama Marriane berjuang sendirian, menjaga Celline dari kecil, menyekolahkannya dan juga bekerja membanting tulang demi mencukupi kebutuhan mereka. Bekerja dari 0, meminjam uang dari saudaranya untuk mencoba membuka usaha, menjual apapun yang mereka bisa jual, bahkan pisang goreng pun pernah mereka jual demi bertahan hidup. Selama 9 tahun mereka hidup dengan serba keterbatasan, tinggal dalam rumah kontrakan yang sangat kecil, makan seadanya.      Elizabeth memberikan bantuan modal untuk membangun sebuah toko kecil yang menjadi cabang dari toko  miliknya. Ia mengajukan sistem bagi hasil sebagai kompensasi. Elizabeth berjanji akan memberikan toko itu penuh apabila pada usia 20 tahun Celline bersedia dijodohkan bahkan menikah dengan putranya, Brandon.     Marriane menyanggupi hal itu karena ini kesempatan emas baginya untuk memperbaiki hidup. Celline yang masih 12 tahun saat itu tidak begitu memahami apa yang dibicarakan oleh kedua orang itu. Mereka menjalankan bisnis itu berdua. Celline remaja dipaksa belajar mengenai administrasi dan keuangan dan Marriane menjadi bagian penjualan dan pembelian.     Bekerja sejak kecil membuat Celline tidak pernah memiliki waktu untuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia hanya memiliki seorang sahabat, anak tetangganya saat itu, Fabiola atau biasanya ia panggil Fabby.  Hanya Fabby, wanita dengan rambut keriting dan senyuman manis, yang diajak bercerita setiap hari. Mamanya begitu sibuk dengan urusan toko sehingga jarang memiliki waktu bersama dengannya. Kalaupun bersama dengannya, pasti berujung dengan adegan pemukulan karena ia tidak pernah mau menerima semua alasan Celline dalam hal apapun yang mereka bicarakan. Dan, di mata Marriane, semua bentuk penolakan Celline padanya adalah tanda pembangkangan dan setiap pembangkangan harus dididik dengan kekerasan.     Waktu demi waktu berlalu. Bisnis itu ternyata cukup berhasil. Buktinya, tahun lalu Marriane dan Celline akhirnya bisa tinggal di rumah kontrakan yang lebih besar, memiliki 1 buah mobil dan Celline berhasil masuk di universitas terbaik dan popular di kotanya yang terkenal memiliki biaya kuliah yang cukup tinggi dibanding universitas yang lain.     Kini Celline telah berusia 20 tahun. Gadis itu berubah menjelma menjadi seorang wanita bertubuh mungil bahkan terbilang kurus di antara teman-teman sebayanya. Matanya sayu dan rambut hitam lurusnya tergerai sebahu. Celline sebenarnya adalah gadis yang manis, dengan lesung pipi di wajahnya dan bibirnya yang mungil. Namun kenyataan pahit dalam hidupnya membuat wajah wanita itu selalu terlihat suram dan muram.      Seperti perjanjian antara Marriane dan Elizabeth, saat Celline dan Brandon menginjak usia dua puluh tahun itu berarti perjodohan di antar keduanya dimulai. Mereka berdua dimandatkan untuk mulai saling bertegur sapa, berkencan atau apapun itu untuk saling mendekatkan diri. Sehari sebelumnya, Brandon yang dari dulu menyimpan rasa suka pada Celline, berinisiatif untuk memulai. Ia mengirimkan pesan pada nomer Celline yang diberikan Elizabeth padanya. Dengan berpikir keras, ia menentukan kata-kata apa yang akan dipakainya untuk perkenalan pertamanya.   Hai, Celline. Aku Brandon. Aku tahu Mami menjodohkanmu denganku. Bagaimana kalau kita mulai mencoba saling mengenal satu sama lain?       Celline mengernyitkan dahinya membaca pesan dari pria itu. Celline bergidik ngeri membaca pesan itu karena membayangkan wajah Brandon yang sama sekali tidak masuk dalam kategori pria yang ia idamkan.      Brandon bukanlah tipe pria dengan pemikiran yang dewasa. Ia masih seperti anak kecil dan sangat manja. Ia bahkan tidak bisa memakai sepatunya sendiri. Celline tidak tahu apa jadinya jika ia bersama dengan Brandon bahkan seumur hidup kelak. Bisa-bisa ia hanya akan seperti pengasuh bayi besar. Oh tidak! Itu mimpi buruk.      Lamunannya itu kemudian sirna ketika Marriane tiba-tiba masuk ke kamarnya dan memberikan perintah mutlak.      “Celline, kau harus menemui Brandon besok jam 6 sore di The Grand Dining. HARUS!”     Marianne menutup pintu dan pergi. Celline menghela nafas. Dalam hatinya ia benar-benar tidak menyukai ide Ibunya. Tapi, jika tidak dilakukan ia harus mengalami penderitaan fisik itu lagi. Pikirannya jadi ke mana- mana.  Haruskah aku menjalani semuanya ini?     Perasaan tidak aman yang Celline rasakan sepertinya menang dan menguasai pikiran gadis bertubuh mungil itu. Ia benar-benar tidak ingin bertemu dengan pria bernama Brandon itu. Semalaman ia memikirkan cara agar ia tidak perlu menemui pria itu tapi hingga waktu pertemuan itu tiba, Celline masih tidak bisa memikirkan cara terbaik untuk melarikan diri dari kencan itu.      Satu jam sebelum jam pertemuan itu, Celline akhirnya berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi pertemuan itu. Ia bersiap-siap dengan tidak bersemangat, mengambil asal kaus putih dengan rok jeans selutut di lemarinya, memakai sneaker santainya dan mulai keluar dari kamarnya. Ia benar-benar tidak berniat ke kencan itu. Sungguh, jika ia boleh memilih lebih baik ia disuruh Mamanya untuk membersihkan seluruh isi rumah dan bahkan tidur di luar rumah daripada harus bertemu Brandon.      Celline diantar Marriane ke Grand Dining dengan satu-satunya mobil yang mereka miliki. Celline hanya bisa menghela nafas hingga tangannya ditarik keluar oleh Marriane yang entah kapan sudah berada di luar mobil. Setengah menggeret, Marriane membawa Celline masuk dan mengajaknya menemui Elizabeth dan Brandon.      Seorang pramusaji mengantar mereka ke sebuah meja di mana Elizabeth dan Brandon duduk. Pandangan Celline tak sengaja berpapasan dengan Brandon dan ia langsung memalingkan wajahnya. Bagaimana tidak? Brandon tampak sangat culun dengan rambut klimis yang terbelah di bagian tengah, kacamata bundar di matanya, kemeja yang dikancingkan hingga bagian paling atas dan badannya yang kurus membuat kesan culun itu makin kuat. Belum lagi senyuman dengan behel, membuatnya terlihat... mengerikan. Oh tidak! Ini perpaduan yang sungguh tidak sedap dipandang. Celline terus bergidik dan berusaha mengalihkan pandangannya ke sudut ruangan yang lain agar tidak menatap wajah aneh Brandon.      Tangan Celline terus ditarik hingga ia dan Marriane duduk di depan Elizabeth dan Brandon. Brandon dengan semangatnya mengulurkan tangan sambil tersenyum dengan bibir agak ternganga kepada Celline.      “Hai Celline… aku Brandon.”      Celline mengeluarkan senyum tipis dan membalas jabat tangan Brandon enggan.      “Celline,” balasnya.      “Celline, kau kan sudah bertemu Brandon. Kalian mengobrollah baik – baik ya. Coba belajarlah saling mengenal. Kami akan meninggalkan kalian berdua di sini,” ucap Elizabeth.      “Iya, Celline pasti tidak akan mengecewakanku, El. Ya kan, Celline?” Marriane menanggapi.      Celline hanya tersenyum kecut pada Mamanya sebelum akhirnya Mamanya mencubit paha Celline dan membuatnya meringis.      “Kami tinggalkan kalian berdua di sini. Yang baik-baik ya!”      Selesai mengucapkan itu, Elizabeth beranjak berdiri diikuti oleh Marriane. Tangan Elizabeth kemudian ditarik oleh Brandon dan membuatnya setengah menunduk.      “Mi, restorannya sudah dibayar kan?” tanya Brandon.      Elizabeth menepuk punggung tangan Brandon dan memberikan senyumannya.      “Sudah, Sayang. Kau nikmati aja waktu bersama calon istrimu yang cantik ini ya? Da, Sayang!”      Melihat pemandangan yang tidak lazim itu, Celline bergidik. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika nanti menikah dengan anak manja itu.      Marriane dan Elizabeth beranjak pergi dan meninggalkan mereka berdua. Celline jadi merasa gelisah dalam duduknya. Ia hanya memandang jauh ke luar restoran. Ia benar-benar merasa… JIJIK dengan Brandon yang sekarang menunjukkan cengiran kuda dengan gigi behelnya.      Celline benar-benar tidak tahan dengan situasi ini. Ia harus segera pergi sebelum ia muntah melihat wajah Brandon. Entah mengapa wajah dan perilaku yang ditunjukkannya tadi membuat Celline merasa mual. Ia sungguh tidak mengharapkan Brandon ada di hadapannya saat ini. Tiba – tiba Brandon memecah keheningan dengan mencoba mengajak ngobrol Celline.      “Celline… eng…kau cantik, Celline. Aku rasa kita pasti akan jadi pasangan yang serasi nanti,” ucap Brandon yang berniat untuk memecah keheningan dengan sedikit menggoda Celline dan ternyata sukses membuat Celline yang sedang minum tiba-tiba tersedak dan terbatuk.      “Oh… kau tak apa, Celline?” tanya Brandon yang kaget terkesiap melihat Celline tersedak.      “Uhuk… uhuk… tidak apa…,“ balas Celline dengan suara agak serak sambil berusaha mencari tisu untuk menghapus air yang menetes dari bibirnya karena tersedak tadi.      “Apa yang aku katakan itu benar kan, Celline? Kau dan aku dijodohkan oleh orangtua kita dan aku yakin jika kita bersama, orang-orang pasti akan memandang kita sebagai pasangan yang serasi,” sahut Brandon yang membuat Celline menelan ludahnya.      “Serasi katamu? Mungkin benar… pria cupu dengan wanita kuper. Perpaduan yang bagus sekali!” ujar Celline dalam hatinya.      Brandon terus bercerita tentang dirinya, tentang apa yang disukainya dan ia tidak segan mengungkapkan bahwa selama ini ia menantikan momen bertemu dan berkencan dengan Celline. Mungkin Brandon sudah menjadi semacam pengagum rahasia Celline. Sesekali ia mencoba menanyakan beberapa hal pada Celline, namun wanita itu lebih memilih untuk menjawab ya dan tidak, sambil berusaha tersenyum mendengarkan obrolan Brandon yang sudah ke mana-mana. Ia memutar bola matanya malas.     Semua yang diutarakan Brandon entah mengapa membuat Celline merasa mual. Celline meneguk kembali minumannya dan ia ingin menghentikan kencan konyol ini. Di otaknya hanya ada 1 yang ia pikirkan, KABUR!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD