CHAPTER 4

2251 Words
*Kutukan* "Jangan pernah meremehkan ucapan seseorang karena semua bisa terjadi tanpa kau sadari''. -Mbok Ijah - "Kutukan" Mungkin sebagian manusia sudah tahu definisi kata itu , seperti nasib sial , guna-guna atau rasa benci yang tertampar merah dalam bentuk kata. Terkadang kata dan artinya itu cukup menjadi suatu keajaiban yang menakutkan dan sangat di percaya akan terjadi dalam anggapan kata-kata yang sudah di ucapkan seseorang. Tak menakutkan bagaimana semua nya sudah menjadi kenyataan bahkan menjadi suatu kepercayaan yang mengental untuk sebagian manusia di bumi ini , mau pun itu masa lalu bahkan untuk masa depan . Kutukan memang seperti mantra yang tak pernah meleset sedikit pun apalagi yang di ucapkan nya buruk terucapkan oleh se seorang yang hati berbalut sakit dan pedih di panasakan dengan bara dendam yang tak berkesudahan membuat kutukan yang di ucapkan se seorang itu menjadi kenyataan. Sungguh tak bisa di hindari bila kita tak pandai menjaga lidah atau perilaku yang membuat seorang itu bisa mengucapkan nya, yah mungkin saja dia sakit hati bahkan membenci mu karena ulah mu kepadanya . Kita tak tahu apa tindakan dan ucapkan kita sudah benar atau tidaknya kita tak tahu bukan? Menjadikan itu sebuah boomerang untuk kita , mereka mengutuk dengan ucapan mereka sebagai balasan yang tak ingin berkesudahan . Bayangkan bertapa menakutkan nya kutukan dengan dendam fisik bahkan itu lebih berbahaya dari sekedar kata yang di ucapkan se seorang itu karena itu bisa mengancam nyawa mu dan masa depan mu . Tapi semua itu bisa saja tak terjadi bila kita benar dan membenarkan apa yang sebenarnya tidak benar kepada si pengutuk itu. Jaga lah lisan dan prilaku mu. Karena kutukan ibarat angin tak terlihat tapi kau bisa merasakan nya. Berbicara tentang kutukan, tak pernah ada yang tahu. Lisan memang sulit dijaga, karena itulah kutukan lahir. Kutukan berasal dari lisan yang tersulut emosinya. Hahh, sulit untuk mengatakan bahwa kutukan itu tidak nyata dan hanya mitos belaka. Kebanyakan orang lebih sering menyebutnya dengan “karma” daripada “kutukan”. Tak sedikit orang menganggap kutukan itu sebuah kejadian asli karena ada buktinya yaitu cerita tentang malin kundang. Namun ada beberapa orang juga yang tak percaya akan kutukan. Mereka berpikir, kutukan itu tak pernah nyata adanya. Namun, kutukan itu benar-benar terjadi pada Rayya Farasya, seorang wanita muda nan cantik. Di setiap inci dia berjalan, pasti ada saja yang mengelu-elukan namanya bahkan ada yang meminta berselfie ria dengannya. Rayya selalu menerima penggemarnya dengan baik dan ramah. Ia hanya punya mereka, Jo, dan mbak Nia sekarang. Merasakan cinta dari para penggemarnya membuat Rayya semakin menghormati mereka. Kutukan itu terjadi pada Rayya karena umpatan salah satu penggemarnya, yaitu mbok Ijah, yang saat itu Rayya perlakukan dengan buruk. Rayya melakukan itu karena ia berada dibawah pengaruh Jonathan, kekasih hatinya. Rayya baru menyadari apa yang ia lakukan itu salah saat sudah menjauhi posisi mbok Ijah yang mereka berdua tinggalkan untuk dinner. Pikiran Rayya langsung dipenuhi oleh ucapan mbok Ijah yang mengutuk dirinya. Jonathan menenangkan Rayya agar ia tak terpengaruh perkataan mbok Ijah yang menurutnya sepele. Tapi ternyata, perkataan mbok Ijah bukanlah omong kosong belaka. Rayya kena batunya, kena imbasnya. Kutukan itu tepat sasaran. Kaki Rayya sudah seperti tak menapak lagi. Terhuyung, gemetar dibuatnya. Aih, ia masih saja tak bisa menerima kenyataan ini. Merasa tak kuat melangkah lagi, Rayya mendudukkan dirinya di sebuah kursi. Ia lelah dan haus, tenggorokannya serasa terbakar. Rasanya ia ingin menangis saja. Ya ampun, bahkan air matanya menolak untuk turun. Membuat perih saja. Pelan Rayya mengangkat tangannya. Menemukan kulit keriput yang kering membalut tulang. Bagaimana mungkin ia bisa menua dengan begitu cepatnya? Bisa gila Rayya memikirkannya. "Arghhh, sial! Kenapa gak berubah jadi Taylor Swift kek atau Miss Universe gitu yang agak cantikan dikit. Ini malah nenek tua. Kagak bakal bisa ikut kontes kecantikan. Yang ada malah ikut kontes kematian." ejeknya pada diri sendiri. Bingung akan takdir yang menimpanya. Rayya mengacak rambutnya. Ia yakin tampangnya sudah persis seperti orang gila. Dengan pakaian syutingnya dan rambut acak-acakan. Bahkan ia yakin tampang Nyah Mira, orang gila di daerah tempat tinggalnya lebih baik dibanding dirinya. Setidaknya Nyah Mira bisa tersenyum memamerkan giginya yang kekuningan dengan wajah sumringah. Berbeda dengannya yang terlihat kusut dan kumal. Menelungkupkan tangannya di antara lututnya, Rayya perlahan menganalisis apa yang terjadi dengan dirinya itu. Menelaah apa yang tengah terjadi pada tubuhnya. Apa ia salah makan tadi? Atau tadi roti yang dimakannya mengandung zat berbahaya. Aduh, bagaimana ini? "Kyaa, gimana ini?" pekik Rayya. "Gimana apanya? Gimana kalau kita kencan gitu?" sebuah suara berat terdengar menimpali. "Ah, jangan ngajak kencan Jo. Aku lagi bing..." Cepat Rayya mengangkat wajahnya. Ia menemukan sesosok wajah remaja yang menatapnya heran. "Nih mbok minum dulu. Suara mbok serek, haus banget ya sampe ngelantur gitu." Remaja itu menyodorkan sebotol air mineral kemasan. Sementara Rayya menatap kosong botol itu. Ia terpana sejenak. "Mbok, saya tahu saya itu ganteng. Tapi gak perlu lah terpesona kayak begitu. Mbok udah ada laki. Siapa tadi? Jo? Ah, sepertinya namanya Paijo." kepala remaja itu mengangguk-angguk, ia terkekeh akan spekulasi yang diciptakannya barusan. Rayya mendengus pelan. Ia mengabaikan remaja di depannya. Pikirannya sedang kalut. "Udah, mbok minum dulu sekarang. Kasian tenggorokkannya. Serek kan?" Merasa diabaikan remaja itu duduk di samping Rayya. Menyelipkan botol berisi air mineral itu ke tangan Rayya. Rayya menoleh. Menatap bingung. "Minum mbok." "Mau lo apa sih?" tanya Rayya kemudian. Ia hanya ingin sendiri. "Loh kok mbok tau nama aku." Remaja laki-laki itu memandang polos Rayya. Matanya berkedip lucu menghiasi wajahnya yang terbilang tampan. "Gue gak tau nama lo." hardik Rayya. Ia pusing sungguh. "Itu mbok sebutin lagi." Rayya memutar bola matanya. Sungguh ia kesal. Mendapati dirinya yang berubah, Rayya masih terpaku dengan kondisi dimana bukan lagi wajahnya yang ia pandangi. Wajah dan kulit keriputnya tanda bahwa ‘kutukannya’ berhasil, apakah orang tua itu senang sekarang? Tanya Rayya pada batinnya, bagaimanapun ia harus mendapatkan kembali wajah aslinya. Pertemuannya dengan seorang remaja yang menawarinya sebotol air minum membuat Rayya tertegun, dia terlihat baik dan sedikit menyebalkan. “Mbok, mbok baik-baik saja?” Tanya remaja yang baru saja mengejek Rayya “Heh, jangan panggil gue mbok, gue masih muda” dengus Rayya tak terima “Wah, semangat muda yang bagus mbok. Tapi kalo boleh jujur, mbok emang terlihat sangat tua” “Lo bener, gue harus nemuin nenek tua itu” “Mbok kerampokan?” “Duh, bukan itu maksud gue. Boleh pinjem HP lo?” “Ada” “Oh ya nama lo siapa?” Tanya Rayya kepada remaja yang masih duduk di sebelahnya “Elo, Elo Arjuna” “nama gue Rayya” Rayya menelpon seseorang disebrang sana namun masih tak ada jawaban, ia sudah mencoba beberapa kali tetap saja pemilik nomor itu tak bisa ia hubungi, apa yang harus ia lakukan? Jika terus seperti ini, apa yang sudah ia bangun dengan susah payah akan berakhir saat ini juga. Rayya memandangi laki-laki di sebelahnya , “Um, lo bisa bantu gue?”Tanya Rayya dengan masih kebingungan “Bantu apa? Mungkin bisa mbok” “Udah gue bilang jangan panggil gue mbok, gue gak setua itu” “Hahaha mbok menolak tua rupanya. Tapi itu bagus” ledeknya dengan wajah polos itu “ Kayanya emang gue harus jelasin semuanya, biar lo bisa bantu gue” Rayya dengan susah payah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, pemuda itu semakin mengerutkan dahinya. Memang terdengar seperti lelucon tua, Rayya pun tak percaya ia akan mengalami hal seperti ini, melihat ekspresi Elo, Rayya semakin ragu akan tetapi tak ada pilihan lain selain meminta bantuan pemuda itu. “Gimana?” “Tunggu, lo bilang lo kena kutukan?” “Iya” “Dan lo minta gue nampung lo gitu?” “Cuma buat sementara, gue harus menemui nenek tua yang udah bikin gue kaya gini” “Gak, gue gak bisa” “Tapi gue udah ceritain semuanya, gue mohon” “Cerita konyol kaya gitu?, bisa jadi lo bohongin gue” “Gue bersumpah, gue bakal buktiin sama lo kalo gue ga bohong” “Hah, sebenernya kenapa sih sama dunia. oke, gue bakal bantu lo tapi dengan syarat” “Apapun itu” Perjanjian antara Elo dan Rayya sudah terjalin, pemuda itu bersedia membantu Rayya asal dengan syarat dan Rayya menyanggupi tawaran tersebut. Permainan yang sesungguhnya akan dimulai, Rayya sadar bahwa jalan yang ia lalui tidaklah mudah tapi ia tak punya pilihan. Takdir memang sedang bercanda, semesta membuatnya tak berdaya dan Rayya tidak boleh menyerah. Demi dirinya, mimpinya dan semua yang sudah ia terima selama ini. Tekad Rayya memang tak usah diragukan, ia akan mengembalikkan semuanya. Elo Arjuna adalah siswa menengah atas, Rayya memutuskan untuk tinggal bersamanya setelah perdebatan yang lumayan panjang. Wajar jika lelaki itu ragu dengan semua cerita Rayya, sebagai manusia normal akal nya bahkan sulit untuk mencerna setiap hal yang ia terima. Rumahnya tidak terlalu besar, berbeda dengan kediaman Rayya. Meskipun begitu, Rayya tetap menerimanya lebih tepatnya terpaksa untuk menerimanya. “Ini kamar lo” tunjuk Elo sembari melepaskan jacket yang ia kenakan tadi “Mana orang tua lo?” Tanya Rayya yang masih celingukan memerhatikan setiap sudut rumah Elo “Lo pikir gue bakal bawa lo kesini kalo ada orang tua gue?” jelas Elo dan berlalu mengambil segelas air “Lo tinggal sendiri, dari kapan?” “Pertama masuk sekolah, orang tua gue ga disini” “Oh” hanya itu yang bisa Rayya katakan. “Di ujung sana kamar gue, jangan pernah masuk kalo gue ga izinin lo masuk” tegas Elo “Lagian ngapain gue masuk kamar lo, tapi makasih ya lo mau nampung gue disini buat sementara” “Terserah, gue masih ragu sama cerita lo tapi karena gue anak yang baik, nolong orang tua bukan hal buruk menurut gue” “Sialan, lo masih tetep manggil gue orang tua, hah” kesabaran Rayya ada batasnya dan laki-laki ini terus mengganggunya. “Lo pikir lo terlihat muda sama kondisi lo sekarang?” Apa yang Elo katakan memang benar, ia terlihat tua. Justru aneh jika Rayya membantah pernyataan itu, raut wajah Rayya berubah sayu menyadari perkataan Elo beberapa detik lalu. Tak pernah terbesit sekalipun dalam ingatan nya bahwa hal konyol seperti ini terjadi, Rayya mengusap wajahnya dengan gusar bukan saatnya ia meratapi hal yang sudah terjadi. Ia harus mencari jalan keluarnya. “Udah, lo malah bakal jadi tua beneran kalo kaya gitu” ejek Elo tanpa rasa bersalah “Bocah sialan” umpat Rayya dengan wajah yang memerah “Udah dong mbok, iya gue minta maaf. Lo muda kok, M.U.D.A” “Awas lo ya, bocah tengik” “Eits! Nggak kenaa” olok Elo sambil menghindari serangan Rayya. Rayya mulai geram dengan Elo. Rayya berusaha mengejar Elo. Elo jelas lebih gesit dari Rayya yang terjebak dalam tubuh wanita renta. Rayya kehabisan napas dengan cepat. “Hah, hah.. Aduhh kenapa sihh gue harus kesiksa sama raga nenek-nenek. Kan gue jadi nggak gesit lagi. Anjing emang” rutukan Rayya sangat menyedihkan. Elo menggelengkan kepalanya. “Udahlah mbok. Kalo lo emang udah renta jangan di paksain. Lu emang pantesnya rebahan sambil nontonin sinetron yang lagi hype sekarang ini” cerca Elo yang nampak tak kelelahan. “Anjing, kalo gue balik jadi muda lagi, gue giles pala lu ya” kepala Rayya mulai mendidih. Elo hanya tersenyum miring, meremehkan perkataan Rayya. “Kalo lo berani giles pala gue, gue usir lu dari rumah gue” ancam Elo. Rayya terdiam tak berkutik. Elo tertawa kecil melihat reaksi Rayya. “Wkwkwk, cupu bat dah, di ancem gini doang aja bergeming. Herman gue” “HERAN, g****k!! LU SEKOLAH BUAT APA SIH, ANJING?! LU MASUK SMA NYOGOK YA?!” amarah Rayya tak terbendung. Elo malah tertawa lepas. “Hahaha.. Iya gue masuk SMA nyogok, soalnya SMA tempat gue sekolah tuh masuk yayasan kakek gue” ucapan Elo terdengar asal bagi orang lain, tapi tidak bagi Rayya. “Anjir pantesan, jalur dalam” hinaan Rayya malah membuat Elo tersenyum. Rayya yang bingung, sedikit memiringkan kepalanya. “Yaa nggak lah anjir. Gue cuma bercanda. Aduuhh mbok, mbok. Jangan kaku kayak kanebo kering lahh. Diajak bercanda malah kena mental” caci Elo. Rayya makin kesal dibuatnya. Andai ia bisa mengeluarkan jurus api, mungkin saja ia sudah membakar habis rumah Elo. “Lagian, gue tinggal sendirian di rumah ini juga kemauan gue sendiri. Gue mau mandiri, biar nggak manja terus sama bokap nyokap” jelas Elo. Rayya hanya mengangguk-angguk kecil. “Gue kira lo masih anak mama” ejek Rayya sekali lagi. “Ah udahlah mbok, gue mau ganti baju dulu. Kamar lu disitu ya. Kamar mandi ada di deket dapur. Inget, jangan masuk ke kamar gue tanpa izin gue” larang Elo sambil menunjuk ke arah kamar tamu. “Iye bawel. Lo jadi cowok bawel bat dah. Btw, ntar gue pinjem baju lo ya. Gue kagak bawa baju ganti” “Idih, emang cukup?” “Cukup lah, anjing! Gini-gini gue aslinya seksi yaa. Kalo lo liat gue pas berubah nanti, lu gak akan bisa alihin pandangan lu ke cewek lain, yakin gue!” “Jangan sok iye dah lu, mbok. Di bilang udah tua yaudah, nggak usah ngelak,” “Serah lo aja lah. Capek gua dengerin bacotan lo” ucap Rayya mengakhiri adu mulut mereka. Rayya masuk ke dalam kamar yang di tunjuk oleh Elo. Rayya cukup takjub dan kaget dengan ruangannya. Bersih dan rapi, bukan seperti cowok pada umumnya. “Keren juga kalo dia bisa bersihin seisi rumah sendirian” gumam Rayya. Ia merebahkan dirinya di atas kasur single bed. “Aduduuhh, gini yaa rasanya encok. Sumpah penderitaan ini berasa kayak siksa neraka” ujar Rayya sambil memegangi pinggangnya. “Hahh... Harusnya kemaren gua nggak kasar sama mbok-mbok itu. Yaa mana tau kalo akhirnya bakal begini” pikir Rayya. “Tidur sebentar enak juga” Rayya memejamkan matanya dan ia tertidur dalam posisi encok. Elo yang melihat Rayya tertidur dengan pintu terbuka membuat ia berpikir, “Apa benar yang dikatakan oleh Rayya bahwa dia benar-benar terkena kutukan? Hal yang bener-bener di luar nalar. Gue kira kutukan cuma mitos ato legenda”. “Ah ya, sekalian cari baju yang bisa dia pake” gumam Elo sambil berbalik arah menuju kamarnya. “Ada beberapa, lumayan lah. Tapi apa dia nggak ganti pakaian dalam ya? Anjing, jorok banget, b*****t” gumam Elo sambil memisahkan baju yang akan dia pinjamkan pada Rayya. “Hmm... Sepertinya dia bisa aku jadiin babu sebentar” pikir Elo sambil menyeringai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD