"Makasih ya Ar udah nganterin aku. Tapi tadi kamu ngomong apaan sih? Aku nggak denger kamu ngomong apaan," keluh Rindi dengan wajah bingungnya yang membuat Arjun jadi gemas sekali. Namun, akhirnya laki-laki itu hanya bisa menghembuskan napasnya berat.
Arjun menatap Rindi dengan lekat, "ini bukan waktu yang tepat untuk ngomong. Jadi, kapan-kapan aja. Aku juga masih ada kerjaan sama anak-anak BEM, takutnya mereka bakalan ngamuk karena aku nggak ada. Kamu kan tahu kalau aku seksi acara, jadi aku harus buru-buru kesana. Jangan lupa makan dan jangan lupa untuk kirim pesan ke aku kalau kamu butuh," ucap Arjun yang memasang helm full face miliknya lalu menstater motornya untuk segera melaju pergi meninggalkan halaman rumah Rindi.
Arjun hanya bisa melihat gadis yang dicintainya itu lewat kaca spionnya. Rindi memang salah satu prioritas baginya, bahkan satu-satunya perempuan selain ibunya yang tinggal dengan nyaman di dalam hatinya. Arjun sesekali tersenyum karena diam-diam selalu perhatian pada Rindi tanpa sengaja dan membuat gadis itu bingung dengan sikapnya.
Motornya melaju dengan pelan saat sudah sampai di halaman kampusnya. Dia melepas helmnya dan buru-buru ikut bergabung dengan anak-anak BEM yang lain. Dirga sedikit melirik ke arah Arjun yang wajahnya sudah kembali cerah. Lusia menaruh sebuah kertas di depan Arjun dengan wajah kesal. Mungkin kesal karena dirinya merasa diabaikan oleh laki-laki bernama Arjun itu. Mereka sama-sama tahu jika Arjun memang menjadi candu bagi para perempuan.
Bagaimana tidak? Siapa yang tidak mau memiliki kekasih seperti sosok Arjun yang terkenal sebagai laki-laki yang memiliki pemikiran seluas samudra, dia pintar bicara dan selalu percaya diri, dia juga sangat populer karena termasuk dalam jajaran mahasiswa tampan dengan tingkat fans yang luber-luber. Apalagi dirinya memang tidak pernah sombong dan punya banyak teman, sayangnya Arjun cuek dengan semua teman-teman perempuannya yang berusaha mendekati dirinya dengan alasan ingin menjadikan dirinya pacar.
Selama ini Arjun memang baik kepada semua orang, namun dia tidak pernah memperlakukan semua perempuan dengan sama persis. Hanya Rindi yang selalu mendapatkan segala perhatian dan juga kemarahan Arjun jika Rindi memang terlampau menyebalkan. Dia tahu, kadang kelakuannya memang sering menyakiti perempuan itu, namun dia juga mau membuat Rindi sedikit berubah dan untuk membuat perempuan itu mau sedikit terbuka padanya.
Baginya, Rindi adalah sesuatu yang penuh rahasia. Perempuan itu selalu menyembunyikan segala rasanya pada Arjun. Jika dia banyak diam, maka Arjun bisa memastikan jika ada apa-apa dibalik diamnya seorang Rindi. Dia anak psikologi dan dia juga banyak tahu soal gestur wajah atau suasana yang ada di sekitarnya.
Arjun membuka kertas yang baru saja Lusia berikan. Hanya berisi materi yang akan mereka ajarkan di sana. Arjun hanya mengangguk lalu tersenyum, dan lagi-lagi mengabaikan Lusia dengan sengaja.
"Jun, nanti anterin aku balik ya. Motorku bannya bocor soalnya, makanya aku nggak bawa motor," ucapnya pada Arjun yang saat ini sibuk mengecek beberapa makanan ringan yang akan mereka bawa kesana. Mereka memang membungkus camilan-camilan pada plastik dan terakhir diberikan pita agar lebih bagus.
"Oke," jawab Arjun singkat yang membuat Lusia berbinar. Arjun memang selalu baik dengannya dan hal itulah yang membuat seorang Lusia yang terkenal digilai banyak laki-laki lebih memilih Arjun yang sama sekali tidak meliriknya. Baginya, Arjun adalah laki-laki ideal untuk dijadikan pacar. Dan dia akan menjadi pusat perhatian serta membuat iri semua orang yang melihatnya.
Sedangkan setelah itu Arjun lebih memilih fokus dengan pekerjaannya sebelum akhirnya dia duduk di salah satu kursi panjang dan menaruh kertas yang Lusia berikan padanya tadi. Matanya sibuk menatap ke arah layar ponselnya yang sedang menunjukkan sebuah kolom pendaftaran.
"Mau ikut daftar bintara kamu? Kok tumben buka pendaftaran bintara POLRI?" suara laki-laki dengan potongan rambut cepak itu langsung duduk disamping Arjun dengan wajah bingung.
Dewata—panggil saja Dewa, adalah salah satu teman sekelas dan juga teman satu kamar Arjun. Mereka memang akrab karena berada dalam prodi dan dan juga organisasi yang sama. Sejak awal masuk kuliah, mereka memang sudah digadang-gadang menjadi partner yang sempurna. Mereka berdua juga sama-sama pintar dalam hal psikologi.
Arjun mengembalikan tampilan ponselnya ke menu utama lalu memasukkan ponselnya ke saku celananya. Dewa mendengus karena sahabatnya itu memang suka sekali bermain rahasia dengannya.
"Hm, nggak cuma nonton doang sih. Udah siap perlengkapan yang lainnya?" tanya Arjun yang merubah topik pembicaraan mereka. Sedangkan Dewa hanya mengangguk sebagai pertanda jika semua perlengkapan atau materi sudah selesai mereka persiapkan. Tinggal besok pagi mereka terjun ke lapangan untuk memberikan sedikit pembelajaran kepada perempuan-perempuan yang sudah putus sekolah.
Belum selesai bicaranya, suara ponsel miliknya membuat fokus Arjun langsung beralih pada deretan nama di bagian atas ponselnya. Ada nama seorang perempuan yang memang tidak pernah sehari saja menghilang dari ponselnya. Arjun membuka lock screen ponselnya dan melihat dengan jelas apa pesan dari orang di ujung sana.
Rindi : besok temenin aku ke perpustakaan graha pustaka ya? Yang dekat JEC itu,
Pesan singkat itu saja mampu membuat wajah Arjun memerah entah karena apa. Bagaimana juga, Rindi selalu meminta bantuan padanya. Dan jujur saja, Arjun merasa jika dirinya memang penting untuk seorang Rindi. Dewa yang merasa penasaran diam-diam juga mengintip siapa yang mengirim pesan pada Arjun sampai laki-laki itu tidak memperhatikan dirinya lagi.
"Pantesan aku dianggurin, orang udah ada Rindi. Lagian kenapa sih nggak ditembak aja, Jun? Dia kan juga jomblo, bro? Masa iya mau nunggu sama lulus kuliah dulu," ucap Dewa lalu memakan permen karetnya yang baru saja dia ambil dari dalam saku kemejanya.
Arjun menghela napasnya kasar, "udah aku bilang. Ini belum waktunya," jawab Arjun santai yang membuat Dewa memutar bola matanya malas. Baginya, Arjun itu adalah siput yang berjalan lamban untuk mendapatkan hati perempuan yang dicintainya. Dia paham betul bagaimana Arjun menarik ulur hati perempuan yang jelas-jelas Dewa ketahui sangatlah menyukai Arjun itu.
"Serah dah, kalau diambil orang baru tahu rasa!" ketus Dewa yang beranjak pergi. Membuat Arjun hanya bisa terdiam, lagi-lagi dia mendengarkan kata-kata itu dari orang yang berbeda. Mereka selalu bilang begitu, jika tidak bergerak cepat maka laki-laki lain yang akan mendahuluinya. Padahal jika Rindi memang benar-benar mencintainya, maka Rindi tidak akan pernah memulai hubungan dengan siapapun. Tapi, apakah langkah yang dia lakukan sudah benar? Lalu bagaimana jika semua ucapan teman-temannya ada benarnya? Apa kira-kira dia tidak akan menyesal.
Arjun kembali menatap ke arah depan. Memangnya, jika dirinya suka harus cepat-cepat pacaran? Dia paham betul jika Rindi juga pernah disakiti oleh mantannya dulu. Maka dari itu, dia tidak mau terburu-buru. Toh, selama ini mereka baik-baik saja meski tanpa status berpacaran sama sekali. Meski sejujurnya dia tidak benar-benar tahu apa yang Rindi mau dari hubungan mereka saat ini.
Arjun : lusa gimana? Aku ada acara sama anak-anak BEM. Atau kamu mau ikut aku?
Detak jantung Arjun berpacu dengan cepat walaupun hanya dengan membalas pesan dari Rindi. Sebenarnya, apa yang Arjun mau dari hubungannya? Dia sendiri masih ketakutan jika nantinya hubungannya akan sama-sama berakhirnya dengan mantan-mantannya dulu. Semua mantannya hanya melihat dari wajah dan juga uangnya. Mereka selalu memamerkan Arjun dimana-mana karena dia memang cukup tampan.
Kling. Suara ponselnya kembali membuat Arjun menjadi gagal fokus. Jika sudah menyangkut Rindi, semuanya jadi kacau. Termasuk hatinya yang terus-terusan berdetak tak karuan. Untung persiapan sudah selesai, tinggal rapat koordinasi untuk acara besok pagi dan selesai. Dia bisa menghubungi Rindi nanti.
Rindi : ya udah nggak jadi.
"Jun, yuk rapat koordinasi dulu. Jangan mainan hp mulu deh," ketus Lusia saat mendekat ke arah Arjun yang sedang sibuk membaca balasan pesan dari perempuan di seberang sana.
Arjun beranjak dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lalu berjalan beriringan dengan Lusia. Entah apa yang ada di dalam pikiran Lusia, yang jelas dia tidak suka jika Arjun berada di dekat perempuan lain selain dirinya. Padahal Lusia sendiri adalah orang baru dalam hidup Arjun.
###
Rindi menaruh ponselnya di atas meja belajarnya. Lalu kembali menuliskan beberapa deretan angka di kertas folia yang sudah penuh dengan deretan rumus dan juga angka. Pikirannya kembali terbagi, padahal tugas-tugasnya menggunung. Tapi masih sempat-sempatnya dirinya memikirkan seorang Arjun yang mungkin sedang sibuk sekarang.
Sesekali dia melihat sebuah foto yang menjadi latar belakang di aplikasi chat-nya. Itu foto yang diambil saat mereka masih duduk dibangku SMA dulu. Bahkan sekarang saja, mereka tidak pernah berfoto. Jangankan berfoto, kadang bertemu juga hanya dimarahi. Arjun selalu marah-marah padanya jika dia melakukan hal-hal yang kiranya tidak sependapat dengan Arjun. Seperti soal krisis percaya diri yang dimiliki Rindi.
Arjun tidak tahu saja, selama ini Rindi selalu saja menjadi bahan ejekan teman-temannya karena beberapa hal. Dia berteman tapi tidak berteman. Semua orang yang memberi lebel seorang teman, ternyata sering menusuk dirinya dari belakang. Seakan-akan semua itu hal lumrah jika Rindi pada akhirnya ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya. Bukankah selama ini dirinya memang dianggap tidak ada?
Katanya, semua berhak untuk berteman. Namun, dia merasa jika hanya anak-anak cantik dan ganteng yang mudah bergaul dengan baik. Bahkan tanpa melakukan apapun, mereka sudah banyak disukai. Rindi sadar, dia terlahir dengan wajah biasa saja. Makanya tidak ada yang benar-benar tulus padanya. Bukankah kebanyakan orang selalu menilai dari sisi wajah dan juga postur tubuh tanpa mereka tahu isi di dalam diri orang tersebut.
Dia pikir, orang yang lebih cantik atau ganteng lebih mudah dalam mencari teman daripada dirinya yang hanya biasa-biasa saja. Dia juga ingin menjalin pertemanan dengan laki-laki seperti yang anak-anak perempuan cantik itu lakukan. Tapi perbedaan antara laki-laki dan perempuan itu memang kentara. Laki-laki ganteng akan cenderung banyak bermain dengan perempuan cantik dan mereka enggak untuk berteman dengan perempuan yang dibawah rata-rata karena tidak bisa mereka pamerkan, mungkin. Namun perempuan cantik bisa berteman dengan laki-laki yang biasa-biasa saja karena biasanya mereka hanya melihat dari sisi keseruan saja.
Dia juga ingin punya banyak teman laki-laki dan perempuan yang bermain bersama, bisa berfoto bersama, bukannya hanya menganggap dirinya angin lalu yang numpang lewat. Selain itu, semuanya hanya semu. Teman baginya hanyalah orang yang menunggu waktu untuk menusuk kita diam-diam. Lebih tepatnya orang yang paham dengan kelemahan kita dan mencari waktu yang tepat untuk membuat kita lemah.
Mungkin hanya itu yang Rindi pahami dari seorang teman. Karena selama ini mereka selalu memperlakukan dirinya seperti itu. Entah apa salahnya, namun selama ini dia hanya menjadi bahan bully teman-temannya. Meski dia punya beberapa teman, tapi sekarang mereka juga sibuk dengan dunianya. Maka dari itu, dia bergantung pada Arjun karena hanya laki-laki itu yang berhasil masuk ke dalam hatinya dan selalu saja memberikan arahan apa yang benar dan apa yang salah.
Kling. Rindi mengalihkan pandangan matanya pada ponselnya. Mungkin ada pesan dari Arjun setelah sekian lama dirinya menunggu dengan mengalihkan fokusnya pada tugas kalkulusnya yang banyak. Namun, senyuman memudar karena hanya ada chat dari grup kelasnya yang memberitahukan jika dosennya besok tidak bisa masuk karena ada rapat.
Akhirnya dia kembali melihat pesan yang terakhir dirinya kirimkan kepada Arjun. Karena bosan juga, Rindi melihat beberapa story yang dikirim. Dan yang menjadi fokus terbesarnya adalah story dari Dewa yang dia tahu sebagai sahabat Arjun semenjak berada di fakultas psikologi itu. Sebuah foto yang menampakkan Arjun dengan perempuan yang cantik sedang berfoto berdua. Dengan perempuan itu yang memeluk lengan kiri Arjun dan mereka berdua tersenyum.
Remuk.
Mungkin itu yang Rindi rasakan. Dia tidak mau melihat namun dirinya masih saja menatap foto itu dengan air mata yang jatuh di pipinya. Dia menganggap semua perhatian Arjun selama ini adalah bentuk rasa suka padanya. Namun, setelah melihat foto itu membuat dirinya sadar jika Arjun memang tidak akan pernah membalas perasaannya dan tidak pernah menganggap dirinya lebih dari teman. Rindi diam, bahkan saat nama Arjun sudah menghiasi layar atas ponselnya. Captions yang Dewa tulis pun membuat apa yang ada di dalam pikirannya semakin jelas.
Best couple anak psikologi dah.
Rindi mengelus dadanya yang terasa nyeri. Apakah dia harus merasakan cinta sepihak, lagi? Padahal harapannya sudah terlalu tinggi pada Arjun. Tapi, Rindi kembali teringat pada satu hal dalam hidup ini.
Orang sepertinya tidak pantas untuk mendapatkan cinta laki-laki sepopuler Arjun.
Tapi, kenapa orang sepertinya tidak bisa merasakan jatuh cinta yang sebenarnya. Mengapa untuk kesekian kalinya dirinya jatuh cinta, maka hanya luka yang dia dapat.
Kenapa?