"Kenapa sih? Nggak biasanya kamu letoy kaya gini deh," ucap Dirga yang baru saja selesai menyerahkan konsumsi untuk para perempuan-perempuan yang putus pendidikan karena dikeluarkan dari sekolah. Di sini cenderung banyak perempuan yang ditelantarkan keluarganya karena malu dan menghindari hukuman masyarakat dengan dicemooh. Memang di sini cenderung banyak perempuan dan anak-anak yang hidup dan menggantungkan diri di yayasan ini.
Arjun kembali mendesah kesal lalu menggulung lengan kemeja miliknya sampai batas siku. Matanya yang sayu dan juga kantung mata yang menghitam sudah menjelaskan bahwa Arjun memang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dia sendiri saja merasa bodoh dengan apa yang sudah dia lakukan. Tapi, baginya tidak ada yang bisa menghentikan perasaan galau.
Dirga menyodorkan botol air mineral ke arah Arjun, "udah nih diminum, kalau ada masalah sama dia ya diselesain. Jangan kaya gini, kamu juga yang jadi kepikiran." nasehat Dirga yang malah membuat otak Arjun harus bekerja keras. Perasaan dia juga tidak membuat masalah yang seserius itu.
Oke, kemarin dia dan Rindi baik-baik saja. Bahkan saat pulang dari mengantar gadis itu saja, dia masih mendapatkan pesan manis. Tapi kenapa sejak tadi malam Rindi mengabaikan dirinya. Padahal statusnya saja online, tapi kenapa tidak ada sama sekali membalas pesannya. Memang apa salahnya?
Arjun kembali diam, tidak jadi menggubris omongan Dirga. Dia tidak mau mengambil langkah yang salah dan membuat Rindi makin berubah padanya. Bukan apa-apa, Arjun hanya sedang berpikir positif, mungkin saja Rindi sedang ada kepentingan yang lain untuk menggunakan aplikasi chat dan lupa membalas pesannya. Namun, rasanya tidak mungkin jika Rindi sampai lupa membalas pesannya. Seorang Rindi sampai lupa dengan pesan Arjun, bukankah itu hal yang tidak wajar?
Tapi tetap saja Arjun berusaha untuk bersikap sepositif mungkin agar dia tidak salah menuduh. Tapi melihat betapa mirisnya ponselnya yang tidak dihiasi nama Rindi, tetap saja berdampak pada mood-nya yang berantakan. Padahal acara ini adalah usulannya, namun dia sendiri malah fokus dengan pikirannya. Untung dia hanya penanggung jawab acara yang tidak perlu ribet dengan acara itu sendiri. Tidak menjadi MC atau bagian yang dituntut berpikir cepat dan logis.
Walaupun disekelilingnya sedang ramai karena mereka sibuk saling bercanda lalu bertanya satu dengan yang lainnya. Tapi semua hal itu tidak berlaku pada Arjun yang hanya sibuk duduk di kursi yang ada di paling belakang dan menenggak air mineralnya sama seperempat botol. Sesekali dia melihat ke sekelilingnya yang sangat kumuh namun bisa dibilang rumah jika yang tinggal adalah mereka yang berada di depan sana.
"Arjun, kamu nggak papa?" lagi-lagi suara Lusia membuat semua lamunannya buyar. Matanya yang awalnya fokus pada bangunan di sana teralihkan untuk memandang Lusia yang mendekatinya.
"Enggak kok," jawabnya cukup jelas dan juga singkat. Walaupun dia sedang tidak apa-apa, bukan berarti dia harus memberi tahu semua orang jika dia sedang merasakan kegalauan yang akut hanya karena pesan yang tidak terbalas. Baiklah, Arjun hanya bisa menunggu sampai Rindi membaik, jika perempuan itu memang benar-benar marah padanya.
Lusia diam di dekat Arjun dengan wajah kesal. Lagi-lagi dia diabaikan oleh laki-laki yang selalu menjadi idola kampusnya itu. Bagaimana bisa seorang Arjun yang terkenal ganteng dan pintar tidak tertarik sama sekali dengan perempuan cantik seperti dirinya. Dan yang lebih membuat Lusia sebal adalah, Arjun lebih memilih bersama Rindi ketimbang dirinya. Bagi Arjun sendiri, Rindi memang perempuan yang penting baginya meski dia tidak pernah bilang sekalipun.
Arjun kembali mengotak-atik ponselnya dan menuliskan sesuatu di sana. Ya, dia cukup sabar sejak semalam tidak lagi mendengarkan cuitan Rindi. Dia sadar jika ada yang tidak beres dari kelakuan Rindi kali ini. Dia sendiri paham bagaimana Rindi yang selalu menempel padanya meski harus merengek pada Arjun dulu jika Arjun ada rapat hanya untuk menemaninya makan atau Rindi yang harus menelepon Arjun karena dia ingin curhat meski curhatnya tidak penting sekalipun. Arjun kehilangan semua keceriaan perempuan itu jika mereka tidak saling berkomunikasi begini. Tidak mungkin Rindi marah padanya jika hanya untuk urusan yang sepele.
Rindi sudah biasa menunggu balasan pesan dari Arjun cukup lama karena memang Arjun banyak kegiatan. Ya, Rindi pasti paham jika menyangkut masalah kesibukannya yang tidak bisa ditinggalkan karena dia punya kewajiban yang besar. Tapi, kenapa sekarang Rindi menjauh bahkan tidak membalas pesan darinya? Arjun benci terjebak dengan perasaan gelisah yang sudah lama tidak ia rasakan karena menurutnya Rindi tidak akan melakukan hal semacam ini kepadanya. Kenapa rasanya jadi campur aduk, sampai Arjun tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan otak pintarnya rasanya kehabisan ide untuk membuat Rindi setidaknya mau membalas pesannya.
Arjun : bisa kamu balas pesan dariku? Maafin kalau emang aku ada salah ke kamu. Tapi jangan diemin aku kaya gini dong. Bilang salahku di mananya, biar aku tahu.
Pesannya sudah terkirim namun belum dibaca oleh Rindi. Gadis itu pasti tahu jika ada pesan, tapi kenapa tidak membalas lagi. Dan Arjun kembali menenggelamkan wajahnya diantara kedua telapak tangannya. Dia benar-benar bingung menangani perempuan semacam Rindi yang sudah berubah-ubah sikapnya. Kadang manis, namun juga sekaligus sangat menjengkelkan. Sungguh, dia tidak paham dengan jalan pikiran Rindi. Dia juga tidak paham mengapa perempuan itu berubah secepat ini.
"Apasih bagusnya dia? Sampai-sampai kamu sibuk ngurusin perempuan itu," keluh Lusia dan mengambil minumnya di dalam tas kecil yang dia bawa. Sedang Arjun hanya diam, pikirannya kacau, bahkan saat semua orang bertanya kenapa, Arjun tidak bisa menjawabnya. Dia benar-benar tidak tahu di mana letak kesalahannya.
"Kamu bisa dapatin perempuan yang jauh lebih cantik dan lebih baik dari dia. Apa sih yang bisa dia kasih ke kamu, Jun? Dia itu biasa-biasa aja, bahkan cupu dan dia apa-apa minta sama kamu. Perempuan manja kaya gitu, kamu pilih jadi perempuan yang kamu suka. Hah, gila!" omel Lusia yang cemburu bercampur kesal.
Selama ini dia jatuh cinta pada laki-laki disampingnya tanpa balasan sama sekali. Arjun tidak pernah benar-benar menanggapi dirinya secara serius padahal dia sudah rela menghabiskan waktu untuk mendekati Arjun. Semua laki-laki mengejarnya, tapi tidak dengan Arjun yang selalu acuh kepadanya. Hanya karena di hati Arjun ada nama Rindi. Ya, gadis cupu dan menyebalkan yang selalu saja dituding Lusia sebagai gadis manja.
Arjun mengalihkan pandangan matanya dan menatap ke arah Lusia yang fokus dengan botol minumnya. Lagipula percuma fokus dengan Arjun yang pikiran saja tidak berada di sini. Semua juga tahu jika mereka dekat, tapi tidak pernah benar-benar paham jika Arjun mempunyai hati lain yang perlu dia jaga. Mungkin, bagi laki-laki status itu tidak penting. Namun, bagi perempuan status adalah sesuatu hal yang mutlak.
"Pernah, ngerasain rasa suka tanpa alasan sama sekali. Pernah ngerasa kalau nggak semua laki-laki populer suka dengan lawan jenis yang populer juga? Kadang aku juga mikir kalau Rindi nggak ada apa-apanya, dia perempuan manja dan suka minta aku ini dan itu. Tapi bagiku, nggak ada satupun alasan untuk ninggalin dia. Mau seperti apapun dia, aku cuma nggak bisa memalingkan wajahku kalau ada dia. Meskipun di depanku ada banyak orang-orang yang menginginkan aku. Bagiku, selama aku melihat dia tersenyum dan nyaman dengan aku, duniaku rasanya sudah usai sampai di situ. Aku nggak tahu, kenapa aku harus menjelaskan hal ini pada orang lain. Karena perasaanku cukup menjadi rahasia untukku. Tapi karena kamu memaksa aku untuk bicara, aku jadi bilang semua yang aku rasakan. Sejauh ini, hanya dia yang bisa mengalihkan semua rasa lelah dan juga obat kesendirianku," jelas Arjun yang membuat Lusia terdiam.
"Aku bukannya nggak paham soal perasaan orang lain yang juga suka denganku. Aku hanya berpura-pura bodoh untuk menjadi laki-laki yang menjaga perasaan semua perempuan. Aku tidak mau kamu atau orang lain menyerang Rindi dan menjelek-jelekkan dia karena dia memang nggak salah apa-apa. Kamu tahu Sia, soal perasaan tidak ada yang bisa menentukan. Jika memang aku lebih memilih Rindi, bukan berarti Rindi yang salah. Kalian semua hanya menilai jika laki-laki ganteng hanya akan suka dengan perempuan yang cantik kan? Tapi aku enggak. Dan aku juga nggak merasa jika Rindi jelek atau semacamnya. Kalau aku mencari perempuan yang cantik, aku akan terus mencari karena ukuran cantik bagi laki-laki itu akan bertambah karena tidak selamanya perempuan terlihat cantik,"
"Aku jatuh cinta dengannya karena dia punya sisi yang tak dimiliki orang lain. Aku suka dengannya karena sikap manja dan juga caranya menatapku. Itu hanya sederhana tapi mana tahu kan hatiku malah terpaut pada gadis yang sering kalian bicarakan. Asal kamu tahu Sia, dia bukan perempuan yang sering kalian bicarakan. Sekalipun dia memang manja, tapi itu bukan semata untuk menarik perhatianku. Kita sama-sama anak psikologi, dan kita sama-sama tahu mana yang natural dan yang pura-pura,"
Arjun beranjak dari duduknya meninggalkan Lusia yang diam karena perasaannya yang makin bergejolak. Dia tidak menyangka jika Arjun memang benar-benar serius dengan perempuan itu. Dia juga salah sudah membuat Arjun semakin jelas menolaknya. Entah apa yang sedang ada di dalam pikirannya, rasanya dia hanya ingin menangis saja.
Arjun berjalan ke depan dan duduk disamping Dirga, kedua laki-laki itu hanya saling menatap dan tersenyum karena merasa lucu saja dengan semua yang mereka lakukan. Acara terakhir hanya penutupan dan Arjun yang akan menjadi penutup acara sore ini.
"Selamat sore," sapanya ceria seperti bebannya yang berat kini sudah menguap. Padahal masih penuh hanya saja dia sok tegar dan profesional. Jika masalah Rindi, dia akan selesaikan setelah ini.
"Selamat sore mas ganteng," semua kompak memanggil Arjun dengan sebutan mas ganteng. Ya, semua tahu lah jika yang paling digadang-gadang adalah Arjun yang memiliki wajah rupawan.
Anak-anak BEM hanya tertawa dengan ucapan para ibu-ibu muda itu. Mereka cenderung mengejek Arjun yang biasa dengan candaan khas MC yang membuat tertawa. Mungkin hanya Lusia saja yang sedang menahan perasaan tidak enak di dalam hatinya. Dia merasa jika Arjun sudah paham dengan perasaannya dan akan membalas jika laki-laki itu tahu. Namun nyatanya Arjun tetap berada pada zona nyamannya dengan perempuan itu.
Karena bagi Arjun, setiap hari yang dia punya, hanya terfokus pada satu titik dalam cinta. Dan itu adalah Rindi, bukan yang lain dan hanya Rindi yang bisa membuat Arjun menurut dengan semua maunya. Hanya Rindi juga yang mampu membuat seorang Arjun galau tak berkesudahan.
"Oke kalau gitu, makasih untuk teman-teman semua yang sudah memberikan kami waktu untuk silaturahmi dan saling sharing pengalaman masing-masing, terus hari ini kita juga sudah membuat barang-barang dari barang bekas yang memang menjadi target kami untuk memberikan sedikit pengetahuan kami untuk teman-teman semuanya. Jadi, bila kami ada salah-salah kata dan kurang berkenan di hati teman-teman semuanya, kami minta maaf. Terima kasih dan sampai jumpa," sapa Arjun lalu dengan senyuman melambaikan tangan ke arah para perempuan-perempuan di depannya. Mereka juga menyambut lambaian tangan Arjun dengan semangat.
Ya, mereka masih punya jiwa muda dan masih suka laki-laki yang ganteng. Jadi, mau bagaimana status mereka saat ini, mereka punya insting yang sama saja. Dan sesi terakhir mereka akhiri dengan berfoto bersama-sama.
"Huft, akhirnya selesai dengan sempurna."
Setelah acara benar-benar selesai mereka semua membereskan barang-barang yang tidak terpakai dan menaruhnya di mobil kembali. Sebelumnya anak-anak BEM juga berfoto bersama untuk dokumentasi kegiatan yang sudah mereka laksanakan.
Tiba-tiba ponselnya yang tenang tanpa ada gangguan, kembali berbunyi lagi. Arjun yang fokus dengan pekerjaannya mau tidak mau melihat ponselnya yang sudah berdering beberapa kali. Mungkin saking pentingnya dan Arjun harus melihatnya. Nama seseorang yang dirinya tunggu tiba-tiba membuat Arjun hanya bisa terbengong.
Rindi calling.
"Hal—" belum selesai Arjun menjawab teleponnya, suara Rindi sudah membuat jantung Arjun berpacu dengan cepat.
"Ar, sa-kit," hanya kata itu yang akhirnya membuat Arjun harus berpikir berulang kali. Dia buru-buru melepaskan banner yang dia pegang lalu fokus pada ponselnya.
"Kamu di mana? Aku kesana ya, sayang. Kamu di mana? Rindi? Rindi?" sapaan itu tiba-tiba saja keluar dari bibir Arjun dengan lancar. Membuat beberapa anak BEM melihat ke arahnya. Arjun menatap layar ponselnya.
"Bang, aku benar-benar minta maaf. Tapi aku harus balik dulu ya. Rindi telepon aku dan bilang sakit, aku khawatir," ucapnya yang hanya diangguki Dirga dengan cepat.
Arjun yang mendapat lampu hijau langsung berlari ke arah motornya dengan cepat dan segera bergegas untuk mencari di mana Rindi. Dia benar-benar khawatir dengan perempuan itu. Apalagi setelah tidak ada kabar sama sekali dan Rindi hanya bilang padanya sakit.