bc

The Seven Pillars of Java 'Wukir Mahendra'

book_age18+
7
FOLLOW
1K
READ
time-travel
goodgirl
tragedy
mystery
mythology
magical world
war
spiritual
photographer
like
intro-logo
Blurb

Arumi Asmarani, Gadis berusia 24 tahun terlahir dari keluarga bangsawan. Darah Biru yang melekat pada dirinya membuat Arumi memiliki kelebihan bisa melihat kematian dan bencana alam yang akan terjadi, hal itu membuat teman-temannya memanggil Arumi dengan sebutan Dewi Kematian.

Perjodohannya dengan seorang perwira polisi bernama Arkananta Prawira tidak berjalan mulus. Arka yang harus berdinas di Kota Surabaya terpaksa berpacaran jarak jauh dengan Arumi yang belum pernah ia temui. Perwira polisi ini berusaha keras untuk mendapatkan sang calon istri.

Perkenalan Arumi dengan seorang pria yang berkerja sebagai team SAR bukanlah di sengaja. Pria itu bernama Abiyasa Cakra Mahendra, anak seorang cenayang yang memiliki ilmu kebatinan turun temurun dan di jaga oleh khodam dari leluhurnya yang memiliki ilmu Kanuragan. Ia bisa meraga sukma dan memperbaiki alam semesta ini dengan makhluk dari alam lain, ia bisa mengendalikan makhluk dari alam dimensi lain.

Cinta terlarang di antara Arumi dan Abiyasa bukanlah kehendak mereka, tetapi semua itu karena tipu daya khodam pendamping Abiyasa yang bernama Dasasena. Sosok pria ini adalah khodam yang diperintahkan oleh leluhur Abiyasa untuk menjaga sang gantung siwur yang akan mendapatkan warisan keilmuan turunan. Dialah yang mengendalikan hidup Abiyasa dan jatuh cinta kepada khodam pendamping milik Arumi yang bernama Nimas Anggraeni.

Nimas Anggraeni adalah sosok khodam Ratu dari pantai selatan, dialah yang mengendalikan rasa dari Arumi. Hingga membuat Arumi belajar kebatinan.

Akankah kisah cinta yang berawal dari sang khodam akan mempersatukan Arumi dan Abiyasa. Ataukah Arumi tetap akan memilih Arkha yang telah dijodohkan dengannya selama ini? Mampukah Arumi mengolah rasa dan mengendalikan nafsunya yang telah dipengaruhi oleh Nimas Anggraeni?

Cover By Fei Adhista

Pixabay, piscart

chap-preview
Free preview
Vision
Arumi baru saja pulang dari tempat bekerja, seperti biasa tempat pertama yang ia tuju adalah kamar mandi. Membersihkan diri sebelum meringkuk di tempat tidur adalah kebiasaan paling menyenangkan yang bisa meredam segala emosi dan membuat kepala kembali terasa enteng. Aktifitas seharian seringkali membuat bagian tubuh pusatnya itu menegang. Namun, aktifitas menyenangkan itu harus terganggu karena suara riuh angin yang tiba-tiba saja terdengar sangat kencang dan juga menyeramkan. Tak lama suara pekikan burung gagak juga ikut meramaikan menambah kesan seram semakin dalam. Arumi mematung sambil menatap diri di cermin dengan perasaan yang mulai diliputi rasa takut yang tak biasa. “Kali ini apa dan siapa lagi?” lirihnya paham dengan tanda yang terjadi. Awalnya ia ingin abai, tetapi suara gagak dan riuhnya angin terus berlangsung mengusik ketenangan. Setelah berpikir beberapa saat Arumi lekas membereskan kegiatannya di kamar mandi dan memeriksa sekitar. Tak dipungkiri rasa penasaran mengusik cukup intens membuatnya tak bisa berdiam diri begitu saja. Membantu seseorang tentu bukan sebuah kejahatan bukan. Mata Arumi terbelalak saat menyaksikan tujuh burung gagak terbang mengitari rumah tetangganya. Bukan hanya itu sebuah bola api juga turut serta melayang di atas genteng yang Arumi perkirakan itu adalah kamar salah satu penghuni rumah. Merasa kasihan ia pun lekas berlari dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita paruh baya membukakan pintu dengan kening mengerut tanda dari sebuah rasa heran. Tentu saja, sekarang sudah pukul sepuluh malam. Sama sekali bukan waktu yang tepat untuk bertamu. “Ada apa?” tanya wanita itu ramah disertai senyuman. “Itu ...”Arumi merasa ragu untuk menyampaikan apa yang dia tahu, terlebih ibu itu juga terlihat seperti tidak menyadari kehadiran burung gagak. Gadis itu mendesah saat sadar bahwa binatang tersebut merupakan jelmaan makhluk ghaib, sesuatu yang terkadang sulit diterima dan dipercaya di kalangan masyarakat masa kini. “Ada apa, Nak?” Pertanyaan ini membuyarkan lamunan Arumi, ia mengerjap untuk sesaat menimbang kembali soal harus atau tidaknya ia bicara. Namun, rasa kasihan yang memenuhi rongga d**a membuat gadis itu tak bisa memutuskan untuk tetap berdiam diri sementara bahaya di depan mata. “Maaf, tetapi bisakah untuk malam ini kalian tidak tidur.” Wanita paruh baya itu mengernyit, ia tak habis pikir dengan gadis yang berada di hadapan. “Memangnya ada apa?” ia pun lantas kembali bertanya, kali ini dengan nada kesal. “Seseorang di rumah ini akan celaka, aku melihat daru mengelilingi rumah ini. Benda itu kemungkinan akan jatuh tepat tengah malam nanti. Kalau bisa tolong jangan sampai tertidur setidaknya sampai subuh karena jika tengah malam itu gagal maka akan terus berlanjut sampai mendekati waktu subuh.” Arumi menjelaskan panjang lebar dengan mata yang berkaca dan detak jantung yang menggila. Bagaimana jika ibu tidak percaya? “Jangan asal bicara kamu. Seenaknya nyumpahin orang seperti itu. ini sudah zaman modern masih saja percaya takhayul.” Wanita paruh baya itu menatap Arumi dengan tatapan sengit, terlihat jelas rona ketidaksukaan menghiasi kilatan matanya. Namun, meski mendapat perlakuan demikian tak membuat Arumi menyerah. Gadis itu masih terus berusaha meyakinkan wanita tersebut karena tak tega rasanya menyaksikan mereka celaka. Akan tetapi penolakan demi penolakan juga terus ia dapat, bahkan sumpah serapah pun harus dia terima. “Tolong percaya padaku, ini bukan perkara yang sepele.” “Kamu ini masih muda, tapi kok percaya banget sama hal klenik seperti itu. Saya saja yang lahir lebih dulu dari kamu tak pernah terpengaruh. Sudahlah lebih baik kamu pulang daripada membuat ribut di sini malam-malam.” “Bu, aku mohon percaya ucapanku, itu adalah kebenarannya.” “Kamu itu tuli atau bagaimana? Sudah saya bilang kami tidak percaya pada hal klenik seperti itu. jadi, daripada saya membangunkan semua tetangga untuk mengusir kamu, lebih baik sekarang kamu pergi sendiri.” Arumi mendesah. Ia sadar akan mendapat penolakan dari orang yang berpikiran seperti wanita paruh baya tersebut. Seseorang yang lebih percaya pada hal kasar yang dapat dicerna dan dibuktikan oleh logika. Namun, sebagai sesama manusia kejadian ini sungguh mengusik jiwanya. Dia hanya ingin menyelamatkan, itu saja. Tadinya Arumi hendak pergi dan menyudahi perdebatan yang terjadi. Namun, saat melihat jam dinding yang sudah berada di angka sebelas gadis itu semakin khawatir sehingga tak dapat mengendalikan emosi dengan benar. Ia terus meminta agar wanita tersebut percaya dan membangunkan penghuni lain di rumah tersebut. Hal ini tentu saja membuat wanita paruh baya tadi semakin emosi dan jengkel pada Arumi. Ia bahkan berkata dengan sangat keras hingga mendorong tubuh ramping gadis tersebut hingga tangannya tak sengaja tergores pagar bambu yang mengelilingi sekitar are rumah. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk membuatnya pergi. Akan tetapi, rupanya tindakan itu tak sengaja membuat dau orang pria yang tak lain adalah ayah dan anak, seorang gadis, serta seorang nenek berusia sekitar delapan puluh tahunan terbangun dan mendatangi mereka. “Loh, Ibu. Ada apa ini, kok ribut-ribut malam begini?” tanya seorang pria yang hanya mengenakan sarung sebagai bawahan, sementara bagian atasnya tertutup rapi dengan sebuah kaos yang bergambar salah satu partai. Setelan khas bapak-bapak. “Ini, loh, Pak. Gadis ini tiba-tiba saja datang dan menyuruh kita semua untuk tidak tidur sampai subuh. Katanya ada santet yang dikirim ke rumah ini dan mengincar nyawa salah satu dari kita.” jelas wanita paruh baya itu kepada suaminya. Suami dari wanita tersebut memandang Arumi, ia mengangguk dan tersenyum pada gadis yang masih memegang tangan kirinya yang terluka akibat tergores saat jatuh tadi. Kemudian pandangannya kembali teralih pada sang istri yang masih menatap Arumi dengan tatapan sengit. “Sudahlah, Buk. Mungkin saja apa yang dikatakan anak ini benar. Tidak ada salahnya jika kita waspada, ‘kan?’ “Halah, benar apanya. Sudah jelas dia ini mengada-ngada, sekarang ini zaman sudah modern masih saja mau dibodohi dengan klenik-klenik yang tidak masuk akal macam itu.” “Bagaimana kalau dia seorang indigo, biasanya sesuatu yang dikatakan orang-orang seperti itu selalu benar bukan?” Kali ini anak gadis dari keluarga itu yang bicara. Seorang gadis berperawakan hampir sama dengan Arumi, bahkan usianya pun tidak berbeda jauh. “Kebanyakan nonton film ni anak.” Seorang pria yang berstatus sebagai kakak dari gadis itu membalas perkataan sang adik dengan tajam. Ia pun sama seperti ibunya yang sama sekali menolak untuk percaya pada hal-hal di luar nalar. Baginya selalu ada penjelasan berlatar belakang logika untuk segala sesuatu yang terjadi. “Sudah-sudah, daripada kalian ribut di luar lebih baik sekarang masuk. Malu kalau tetangga sampai dengar.” Sang nenek pun tak ingin ketinggalan dalam menyuarakan pendapatnya. “Dasar anak zaman sekarang, gak diajarin sopan santun apa?” bahkan saat masuk pun wanita paruh baya itu masih mengomel. “Kamu, sini masuk juga. Aku ingin berbincang sedikit denganmu.” Arumi mematung mendengar namanya disebut. Terlebih tatapan orang yang memanggil dirinya begitu tajam dan misterius. Dia adalah sosok wanita paling tua di rumah itu. “Siapa namamu, Nak?” tanya nenek yang memanggilnya tadi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook