Rumah Baru

1101 Words
“Ini kunci ruamah baru kalian. Silahkan keluar sekarang juga.” Aron megangkat alisnya tinggi sekali seperti naik ke puncak gunung, dia juga memincing kepada dua duda yang sama-sama menjengkelkan ini. “Wah, Aron curiga tujuan perjodohan ini salah satunya penggelapan aset atas nama kalian berdua. Ayo ngaku.” Plakkk “Mamam tuh harta! Jadi mantu satu hari belum genep malah udah nuduh mertua sembarangan. Untung saya sayang.” Maca memutar bola matanya malas melihat adegan papanya dan suaminya sekarang yang sama-sama seklek. Dia tidak tau kenapa bisa Aron punya pikiran begitu. “Kalian kaya anak TK rebutan pensil warna tau nggak?” Aron hanya cengengesan dengan Haru di bilang begitu oleh Maca. Sedangkan Rama hanya diam saja memandangi ponselnya sesekali. “Kami sebenarnya mau kalian mandiri aja. Punya privasi sendiri.” Akhirnya ayah Aron itu bicara. “sekalian sebagai hadiah pernikahan kalian.” Lanjut Rama dengan muka datarnya. “Yaudah ayo.” Maca menggandeng Aron yang sebenaarnya tidak rela untuk pergi. Dia masih penasaran dengan apa yang mau di lakukan dua duda itu. “Dadah semuaa kami mau bulan madu!!” Maca tidak menanggapi. Dia mulai terbiasa dengan tingkah absurd Aron satu minggu ini. Rumah baru mereka terletak di perumahan ujung anggrek. Rumah yang menurut Aron sangat sederhana dengan tingkat dua tapi terkesan mewah. Tidak kalah lah dengan perumahan elit Dago Pakar. “Ini beneran rumah kita? Jangan-jagan papa ngibul lagi.” Aron sedikit tidak percaya sebab raut dua orang tua tadi yang tidak meyakinkan. “Masuk aja dulu.” Singkat padat dan jelas. Aron rasa tidak ada bedanya setelah menikah, sama-sama tinggal dengan orang yang irit bicara. “Untung cinta.” Eh, Aron tidak menyadari ucapannya. Suami istri itu masuk ke dalam rumah baru mereka. Tadi sudah di cek pada pak RT ketua komplek, bahwa ini memang benar-benar ruamah atas nama mereka. “Betul ini kalau tertulis di kertas itu atas nama MacAron. KTP kalian berdua juga sama, jadi selamat tinggal di rumah dan lingkungan baru. Semoga kalian betah.” Itu sekilas ucapan pak RT saat mereka tanya kebenaran soal rumah ini. Sampai di rumah mereka di sambut berbagai sapaan warga sekitar yang ramah dan suka sekali banyak bertanya. Jujur Aron jadi pusing. “Oo jadi mba Maca aslinya dari jakarta? Lumayan ya mba sekarang pindah ke bandung. Semoga kerasan tinggal disini. Saya juga bukan asli sini mbak, saya itu as—“ “Uhuk uhuk, sayang.. aku kayanya masuk angin. Pengin di peluk biar ngga dingin.” Aron berucap asal. Dia tidak punya ide cemerlang lain selain pura-pura sakit agar ibu tetangga sebelah bisa bubar. “Duhh jadi mengganggu penganten baru nih. Yaudah mba, urusin itu suaminya, saya pamit dulu..” Maca dengan sangat terpaksa tersenyum. Setelah ibu Eti pergi dia baru melihat suaminya yang katanya tadi masuk angin. Maca mendelik sedangkan Aron kini cengengesan. “Hehe maapin Ca, gue ngga punya ide lain selain itu. Tapi gue beneran capek loh, yuk lah masuk.” “Berat Ar, lo jangan nempel-nempel mulu.” Aron nyengir lagi. Dia tidak ingat kalau tanganya masih bergelayut manja pada Maca. “Dan jangan gitu lagi kalau ada orang, kesannya ngga sopan.” Aron mengangguk lagi. Dia kini sambil manyun seperti anak kurang gizi. “Mereka juga yang ngga kenal waktu. Ngobrol panjang lebar kaya sungai nil.” Maca memutar bola matanya malas. Kalau berbicara dengan Aron pasti jatuhnya begini. Sebal jadinya. “Tetep aja ngga boleh gitu.” Maca berucap sambil beranjak masuk meninggalkan Aron sendiri. “jangan kelamaan di luar.” “Dih, bareng aja kenapa sih, malah ditinggal. Maca jahat.” Maca terkikik geli mendengar teriakkan Aron. Jujur dirinya ingin sendiri sebentar. Dia yang 10 tahun lalu hidup tenang kini sedikit terusik sebenarnya dengan adanya Aron. Kalau di rumah, Ayahnya tipe yang mengerti dia jadi tidak terlalu berisik walau memang humoris juga. Tapi sekarang dia hidup dengan Aron suaminya, dan dia sebagai istri jadi tentu harus Maca yang mencoba mengerti Aron sebab Aron memang tipikal orang ekstrofert yang tidak doyan diam. Sampai di dalam semuanya sudah bersih dan rapih. Ayahnya dan Aron juga mengirim bibi untuk membantu keseharian Maca dan pak tukang kebun yang baru terlihat di dalam. Mereka tadi sedang membersihkan dapur ternyata. “Wah duo duda ternyata baik juga.” Aron berucap asal memuji kepekaan orang tuanya dan Maca. “Maaf kami baru menyambut Tuan dan Nyonya.” Bi Inah berucap sambil membungkuk. Wajahnya yang sudah keriput di tambah keringat sebab kelelahan membuat Aron iba, begitupun Maca. “Bi Inah seharusnya kalau capek istirahat dulu jangan di paksakan. Pak Waluyo juga. Udah sekarang bibi sama pak waluyo istirahat dulu aja ya. Udah rapih juga kok.” Maca berucap lembut sambil tersenyum. Bi inah dan pak waluyo kini pamit untuk istirahat. Mereka juga meminta maaf banyak-banyak dan terimakasih. Sedangkan Aron yang sedari tadi anteng tanpa suara, diam-diam ternyata sedang mengagumi senyum Maca yang damage banget untuk otak sengkleknya. Dia jadi tidak bisa berkata-kata. “Heh Aron! Kamu kerasukan apa kenapa?” tangan Maca melambai-lambai tepat di depan mata Aron tapi suaminya itu masih diam dengan senyum yang tidak luntur. Aneh sungguh. Baru saat Maca mendorong Aron sampai terjatuh di lantai dia baru sadar. “Aduh!!” keluh Aron sambil memegangi pantatnya. “Kamu kok dorong aku si Ca.” Aron berucap seperti ingin menangis. “lagian kamu kaya orang kesurupan diem aja.” Mendengar penuturan Maca, Aron menghembuskan napas lelah. Ya ampun dia padahal lagi mengagumi senyum istrinya loh, tapi istriya malah bilang dia kesurupan. “Sakit..” Aron berucap lirih. Maca yang di sampingnya jelas masih mendengar, membuatnya sedikit iba pada Aron. “Makannya jangan kesurupan gitu lagi. Ayok bangun, nanti aku buatin coklat panas, tadi katanya kedinginan.” Senyum Aron seketika mengembang. Dia senang dengan Maca yang perhatian. Tangannya menggapai uluran Maca dan mengangguk bagai anak kecil, “Mau-mau, kalau boleh peluk juga mau.” Maca menelengkan kepalanya menghadap Aron, “Kebanyakan tidur sih, jadi mimpi terus.” Aron tergelak. Haha, ucapan Maca sangat menyayat hati. *** Maca benar-benar membuat coklat panas. Walaupun tadi ucapannya tidak kalah panas tapi sekarang bisa membuat Aron lebih baik lagi. “Jangan cemberut terus sih.” Maca berucap dengan sedikit terkikik. Dia sejak tadi melihat Aron yang cemberut terus setelah ucapannya tentang peluk tadi.. “Masa sih? Gue rasanya biasa aja kok.” Jawab Aron dengan acuh sambil meminum coklat panasnya lagi. Maca menyembunyikan tawanya yang ingin sekali menyembur. Melihat wajah Aron yang receh sekali di tambah reaksinya setelah dia mengucapkan kata-k********r tadi itu sangat menjadikan humornya ikut down, lebih receh dari mukanya Aron. Maca sungguh tidak kuat lagi. Dia tertawa keras. “Sini pelukk...” Bersambung... Lanjott yukk lanjuttt
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD