5 tahun kemudian
Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat, sudah 5 tahun Luna bekerja di perusahaan textile. Posisinya juga sudah berubah menjadi manager HRD.
"Pagi Ibu manager," sapa Rani sahabat Luna saat menjadi staf divisi pemasaran.
"Eh, Ran ayo masuk."
"Lun, gue mau kasih undangan, nih." Rani menyodorkan kartu undangan pada Luna.
"Undangan? Undangan apa nih?" tanya Luna sambil mengambil kartu undangan dari tangan Rani.
"Gue mau nikah, Lun," ujar Rani malu-malu.
"Cie... yang akhirnya laku juga," ejek Luna dengan tertawa. Ia turut bahagia sahabatnya akhirnya menikah.
"Enak aja laku, emang gue barang dagangan apa sampe laku-laku segala," kekeh Rani.
"Hahaha, lo bisa aja sih, Ran." Luna tertawa lagi dengan reaksi sahabatnya.
"Datang yaa, Lun."
"Pasti dong gue datang."
"Eh, Lun kapan lo nyusul gue?" tanya Rani.
"Kapan yaa? Kapan-kapan dah. Gue belum mikir nikah, Ran," ujar Luna acuh tak acuh.
"Lun, umur lo tuh udah 30 tahun, loh. Kalau bukan sekarang lo nikah kapan lagi? Mau sampe lebaran monyet?"
"Lebaran kambing, Ran."
"Lo yaa kalau gue bilangin aja ada alasannya. Diantara yang lain tinggal lo doang yang belum kawin, neng."
"Kawin emang gue kucing pake kawin-kawin. Nikah kali akh biar sedap didengar."
"Yaa udah dah, nikah. Kapan lo nikah?"
"Kan, udah gue bilang nanti lebaran kambing."
"Luna, sahabat gue yang paling cantik, mempesona, nan aduhai. Gue bilangin lagi yaa, jangan cuman ngejar karir mulu. Lo juga harus memikirkan kehidupan asmara lo, Lun. Umur kita tiap tahun makin bertambah bukannya makin berkurang, masa lo mau jadi perawan tua sampe karatan, sih."
Luna terdiam, ia tak bisa menjawab perkataan Rani. Selama ia hanya memikirkan tentang karirnya bukan tentang kehidupan asmaranya yang dulu kandas membuat luka yang mendalam di hatinya.
"Lun, apa sih yang lo kejar lagi? Rumah nyokap lo udah renovasi, lo juga sudah punya apartemen, mobil dari mantan lo udah ganti yang terbaru, lalu kapan lo punya suami?" tanya Rani.
"Kejauhan deh kalau suami. Pacar aja gue belum punya."
"Gini aja deh, kalau suami kejauhan pacar aja gimana? Nah sekarang kapan lo punya pacar?"
Luna semakin tak bisa menjawab pertanyaan Rani. Ia sampai usianya 30 tahun belum pernah berpacaran, ia belum memikirkan hal tersebut.
"Nanti gue pikirin, Ran."
"Lo harus pikiran! Kalau butuh bantuan lo tinggal chat gue, gue pasti bantu."
"Terima kasih Rani. Lo memang yang terbaik dah." Luna memeluk Rani.
"Udah... udah jangan peluk gue kenceng-kenceng, nanti dikira kita lesbiola lagi. Eh, jangan-jangan lo suka sesama jenis alias lesbiola lagi, Lun."
"Astadragon, amit-amit jabang baby dah Ran. Lo yaa punya mulu seenaknya aja ngatain gue lesbiola, gesek biola aja gue ga pernah. Tega amat dah lo sama gue."
"Yaa udin maapkan daku, Lun. Gue curiga boleh dong, tapi serius lo ga lesbiola, 'kan?"
"Suer sekewer-kewer dah gue masih normal, gue juga doyan pisang bukan apem. Pikiran lo sungguh terlalu."
"Gue cuma memastikan apa sahabat gue ini sukanya pisang. Syukur banget dah gue kalau lo ga lesbiola."
"Cukup semua perkataan lo Esmeralda."
"Baiklah Marimar, kita kembali kejalan yang lurus."
Luna dan Rani tertawa bersama, mereka memang suka bercanda. Posisi Luna yang sebagai manager HRD dan Rani staf pemasaran tidak membuat adanya jarak diantara mereka. Persahabatan yang mereka jalin selama 5 tahun tidak membuat mereka sangat dekat.
"Yang penting lo harus datang kepernikahan gue. Ga ada alasan apapun, selama ini lo kan ga pernah mau datang kalau ada kondangan kawinan."
"Iye... iye... gue pasti datang. Apa sih yang ga buat lo, Ran."
"Akh, gombal lo basi seperti s**u basi yang asem. Gumoh gue."
Luna lagi-lagi tertawa mendengar perkataan Rani. Rani selalu bisa membuatnya tertawa dengan bahagia, ingin sekali ia mencubit pipi chubby Rani dengan gemas.
******
Jakarta, kota yang tak pernah tidur seakan kemacetan tak pernah berhenti walau sudah tengah malam. Luna berada dibalik kemudinya, memandangi jalan tol yang masih dipenuhi dengan mobil-mobil yang seakan tak pernah habis.
"Kalau aku pulang ke rumah Ibu sekarang bakalan makin malam nih. Balik apartemen ajalah baru besok ke rumah Ibu," ujar Luna.
Luna mengambil ponselnya menghubungi Rosita.
"Hallo Luna," sapa Rosita.
"Ibu, maaf aku ga bisa pulang malam ini. Macet parah Bu."
"Yaa sudah kamu pulang besok saja. Rumah Ibu masih dialamat yang sama kok ga kabur nih rumah. Kamu tahu kan jalan pulang."
"Yaa ampun Ibu. Mana mungkin aku lupa alamat rumah sendiri tempat aku dibesarkan."
"Haha, Ibu hanya bercanda Lun. Yaa sudah kamu balik apartemenmu aja, hati-hati di jalan."
"Iya Ibu. Sayang sama Ibu."
"Ibu juga sayang sama Luna."
Luna menutup ponselnya. Ia merasa beruntung memiliki seorang Ibu yang sayang dan berjuang membesarkannya seorang diri. Demi Ibunya ia akan melakukan apapun untuk membahagiakan wanita yang telah melahirkannya.
Dengan langkah lelah Luna menuju lobby apartemennya, ia sangat mengantuk. Saat ia berada di lobby apartemen tak sengaja bertemu dengan 3 orang pemuda yang tampaknya mabuk.
"Hai Mbak, sendiri aja," goda salah satu pemuda.
Luna hanya melirik tajam dengan 3 orang pemuda yang mungkin masih kuliah. Ia pun menggelengkan kepalanya para pemuda tersebut menyiayiakan masa muda mereka hanya untuk bersenang-senang sangat berbeda dengan Luna yang dulu selalu fokus dengan belajar.
"Kalian ini masih muda bukannya kuliah dengan baik malah mabuk," ucap Luna memberikan pada pemuda dengan warna rambut yang berbeda-beda.
"Mbak, kami bukannya ga kuliah. Ini sudah malam masa kuliah tengah malam begini sih," jawab pemuda dengan rambut hijau tersebut.
"Terserah lo lah cowok rambut hijau. Yaa ampun rambut warna pink itu malah ndelosoran dilantai. Pak satpam." Luna memanggil satpam yang ada di sana.
"Iya Bu," jawab Satpam.
"Ini 3 orang cowok-cowok yang rambutnya warna-warni dan mabuk ini, apa ga bisa diusir dari sini," ujar Luna kesal.
"Ini Bu, anu Bu."
"Ini, anu kenapa Pak? Mereka menganggu para penghuni apartemen loh."
"Mbak, kami itu punya nama. Bukan cowok-cowok dengan rambut warna-warni. Aku yang rambutnya hijau ini namanya Jefri, rambut pink itu namanya Lukas, nah rambut pirang itu namanya Kevin."
"Siapa yang nanya nama kalian. Ga penting banget sih," sahut Luna jengkel. "Mau kalian namanya Budi, Bambang, Marjono sekalipun ga ngaruh bagi gue. Minggir lo, gue mau lewat."
Luna dengan kesal melewati pemuda dengan rambut berwana hijau yang namanya Jefri.
"Hei Mbak cerewet," teriak Kevin, pemuda dengan rambut berwarna pirang.
"Eh, sekarang rambut pirang nyerocos. Kenapa lo?" ucap Luna kesal.
"Mbak, lo tuh cantik banget sih. Mau ga jadi cewek gue."
"Gue? Jadi cewek lo? Mimpi!"
"Ga akan jadi mimpi kalau lo jadi cewek gue." Kevin menarik pinggang Luna berhadapan dengannya.
Luna terpanah menatap pria dengan rambut pirang. Wajahnya sangat tampan membuatnya sesaat terpesona. "Eh, lo mau apa sama gue," ujar Luna berusaha melepaskan tangan Kevin yang mendekapnya.
"Gue sudah bilang lo jadi cewek gue." Kevin menarik leher Luna dan mencium bibir Luna dengan paksa.
Kevin mencium bibir Luna dengan mesra. Luna terdiam, ia terperangah mendapat serangan mendadak dari pemuda yang tak dikenalnya.
Kevin melepaskan tautan bibir mereka. "Gue suka bibir lo, Mbak, seksi." Tangan Kevin lalu meremas p****t Luna.
Remasan tangan Kevin membuat Luna tersentak, ia tersadar dengan apa yang telah terjadi. Ia melayangkan tangannya dengan kencang ke pipi Kevin. Membuat Kevin memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan Luna.
"Kurang ajar lo, bocah!" teriak Luna dengan kencang.
Luna mengepalkan tangannya dan langsung melayangkan tinju di hidung Kevin dengan sekuat tenaga yang dimilikinya. Kevin tersentak kebelakang sambil memegang hidung yang mengeluarkan cairan kental berwarna merah sambil mengeluh kesakitan.
"Aduuh sakit," keluhnya.
Luna membalalakan matanya. Ia tak menyangka tinjunya membuat hidung pemuda yang telah mencium bibirnya menjadi berdarah. Dengan langkah kaki seribu dan jurus seribu bayangan Luna lari dari lobby menuju lift yang pintunya terbuka tepat saat ia lari.
"Kev, lo ga apa-apa?" tanya pemuda dengan rambut hijau khawatir dengan keadaan Kevin.
"Gue ga apa-apa Jef," ucap Kevin menyunggingkan bibirnya. Ia jadi penasaran siapa wanita yang berani menampar dan meninju hidungnya.
****
Cerita Tangled Up In You update seminggu sekali setiap hari Kamis jam 9 yaa.