Bab 5. Pencarian Zaviar

1014 Words
Happy reading. Typo koreksi. ____ Hari ini Zavi, berencana pergi lagi mencari semua alamat orang-orang yang pernah tinggal di rumah lama kekasihnya. Bahkan Deka dibuat pusing, pasalnya Zavi sudah mengambil cuti kerja tanpa batas waktu yang bisa lelaki itu tentukan. Apa Zavi tidak memikirkan akibatnya jika lelaki itu pergi seenaknya, padahal perusahaan mereka masih butuh keberadaannya. Dan yang membuat Deka kesal adalah jawaban Zavi kala dirinya bertanya mengenai alasan sahabatnya itu. Flashback on. "Emangnya harus elo cari sekarang, Bro." "Gue takut nggak ada waktu buat cari lagi karena kerjaan pasti menumpuk, Ka." Helaan napas berat terdengar dari mulut Deka, lelaki berkacamata itu memijat pangkal hidungnya pusing. Ingin berteriak karena ulah Zavi sekarang. "Zav, elo bisa sewa orang buat cari bukan? Gue nggak tahu apa yang elo cari di Jakarta sekarang. Tapi Zav, perusahaan kita masih butuh elo. Gue sebagai bawahan elo nggak bisa sembarang ambil keputusan. Dan elo juga nggak tahu kan kapan baliknya. Hello, Zav, jangan cari hal yang belum elo pastiin dong. Gue nggak akan larang kalau itu kebahagiaan elo, tapi elo juga punya tanggung jawab." papar lelaki itu panjang lebar menasihati. "Sorry, Deka. Gue harus pastiin sendiri, gue janji nggak akan cuti lama. Please, Ka." Deka mendesah, menatap wajah sayu sahabatnya. Sejak kemarin Zavi terlihat lesu dan tidak fokus dalam bekerja. Apa karena maslah ini, Zavi jadi nggak fokus. Sebenarnya apa yang di cari Zavi sih. Pikir Deka heran. "Seminggu, nggak lebih dari itu Zav. Gue mau setelah itu elo fokus sebelum bokap aish-- maksud gue pak direktur yang turun tangan nasihatin elo gara-gara lalai," ujar Deka tegas. Kepala Zavi manggut-manggut mengerti. "Thank you, Deka." Deheman Deka membalas sahabat sekaligus atasannya itu. Flashback off. Di sinilah seorang Zaviar Alstair berada, berdiri di depan rumah yang sama seperti kemarin di datanginya. Rumah wanitanya. Tangan Zavi mengeluarkan ponsel bergambar apple tergigit itu dan menekan nomor yang tertera di papan di dekat pagar rumah. Nada sambung terhubung, harapan Zavi membumbung tinggi berharap ada secercah info mengenai kekasihnya. "Hallo, dengan ibu Ayu, maaf menggangu, saya Zavi yang ingin membeli rumah di Jalan xxx, boleh saya bertemu dengan ibu sekarang?" "...." "Baik, bu. Terima kasih." Tut. Usai menutup sambungan teleponnya, bunyi notifikasi lain masuk ke dalam ponselnya. Pesan dari pemilik rumah yang baru saja di hubunginya, mengirimkan alamat menuju tempat janjian mereka. "Tunggu aku, Bi." bisiknya dalam hati menatap untuk terakhir kalinya kearah rumah itu sebelum masuk kembali kedalam mobilnya dan menjalankannya. ____ KAFE ON3 Rupanya tempat untuk lelaki itu bertemu dengan ibu Ayu adalah sebuah kafe yang letaknya hanya memakan waktu satu jam dari rumah tadi. Sekarang Zavi sedang duduk menunggu, sampai ponsel berdering dan Zavi bisa melihat itu nomor yang sama yang ia hubungi beberapa saat lalu, kepalanya mendongak dan melihat di arah pintu masuk ada wanita paruh baya terlihat sedang mencari-cari keberadaan seseorang. "Hallo, bu, saya duduk di arah jam dua." ujarnya memberitahu. Dan benar saja, beliaulah pemilik nomor itu. Yang sekarang sedang berjalan kearahnya dengan wajah ramah. "Pak Zavi," sapanya di balas anggukan sopan lelaki itu. "Iya, saya Zavi. Silahkan duduk Bu Ayu." Beliau juga mengangguk, lalu duduk di depan Zavi. "Ibu, mau pesan sesuatu, silahkan?" Bu Ayu, tampak melihat-lihat menu makanan sebelum hanya memesan ice vanilla latte saja. "Jadi, Nak Zavi tertarik membeli rumah Ibu?" "Iya, Bu." Zavi menjeda sejenak, "Tapi ... boleh saya tahu pemilik sebelum dan sebelum Ibu. Saya sedang mencari seseorang." "Mencari seseorang?" tanya beliau dengan raut bingung. Mengangguk pelan. "Saya mencari keluarga kekasih saya Bu, dia dulu tinggal di rumah itu bersama orangtuanya. Terakhir saya bertemu mereka sekitar 10 tahun yang lalu, apa ibu mengenal mereka?" Bu Ayu terlihat berpikir sejenak, tampak beliau sedang mencoba mengingat sesuatu. "Sebenarnya rumah itu suami Ibu beli sekitar 5 tahun lalu Nak, dari pemilik rumah sebelum Ibu 2 tahunan kalau tidak salah. Berarti di atas pemilik kemarin bisa jadi itu keluarga yang kamu cari." Mata Zavi berbinar mendengarnya, namun seketika redup ketika beliau melanjutkan ucapannya. "Tapi Nak, keluarga sebelum Ibu sudah pindah keluar kota. Ibu tidak tahu mereka pindah kemana. Ponsel lama Ibu juga sudah ganti, Nak." Bahu Zavi seketika lemas mendengarnya. Bagaimana ini. Hanya ini satu-satunya cara Zavi agar bisa mencari keberadaan kekasihnya. Tidak mungkin Zavi datang ke rumah sakit yang 10 tahun lalu ia datangi. Pihak rumah sakit pasti tidak mau memberitahu hal privasi mengenai pasien mereka. Kemana aku harus mencari kamu, Bi. Please, kasih aku sedikit petunjuk. "Nak Zavi." Hah. "Maaf Bu," ringisnya tersentak kaget. "Nanti Ibu bantu carikan ya Nak. Kalau nomor pemilik rumah sebelum Ibu ketemu, Ibu kirim nomornya ke Nak Zavi." Mengulas senyum tipis, Zavi mengangguk pelan. "Terima kasih Bu. Maaf kalau saya jadi merepotkan Ibu." "Tidak apa-apa Nak. Ibu mengerti, 10 tahun bukan waktu yang sebentar buat kamu menunggu. Ibu yakin, dia pasti perempuan yang sangat berharga buat kamu." Zavi tanpa ragu mengangguk. "Sangat Bu." "Ah, maaf Bu, silahkan di minum. Maaf Ibu jadi ikut pusing gara-gara saya." sesal Zavi tidak enak. "Tidak apa-apa Nak." Siang itu akhirnya Zavi hanya bisa duduk termenung setelah kepergian bu Ayu. Duduk menatap keluar jendela, melihat kendaraan dan orang-orang yang berlalu lalang melewati kafe ini. Drrtt drrtt. Ponsel Zavi berdering, nama Deka tertera di layar ponselnya. "Hallo," "Lesu banget. Gimana udah dapat petunjuknya?" "Belum," jawabnya masih belum semangat. "Sabar Bro. Nggak mungkin kan elo cari orang satu hari langsung ketemu. Elo udah coba cari ke tempat biasa elo sama dia datangi. Atau mungkin sekolahnya." Deg. "Kampus." "Apa, Zav?" "Kampus? Elo benar Ka. Gue harus ke kamlus dia, oh Tuhan, Thank you, Ka." Di seberang sana Deka terlihat masih loading mencerna ucapan Zavi yang kelewat cepat. "Oh iya, sama-sama tapi Zav bokap elo--" Tut. Sambungan diputus sepihak oleh lelaki tampan berusia 30 tahunan tersebut, ia terlihat beranjak meninggalkan area kafe dengan harapan yang kembali tumbuh. Tanpa peduli kalau di ujung telepon mulut Deka masih menganga karena ucapannya terpotong, membuat lelaki itu mengumpat kesal. Sedangkan, di dalam mobil Zaviar terlihat mengecek GPS mobilnya, mencari alamat kampus kekasihnya dulu. Aku pasti bisa menemukan kamu kan, Bi. Aku mohon, jangan pergi jauh-jauh dari aku, Bi. Aku benar-benar ketakutan, aku takut nggak bisa ketemu kamu, Bi. ___ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD