4. Para tokoh penting

2056 Words
Sangat tidak terduga. Di hari pertama dirinya sudah di pertemukan dengan para protagonis pendukung dan juga tokoh utama.  Pada siang tadi di sekolah, dugaannya tidak meleset. Mereka adalah tokoh penting di novel ini. Antaranya ;  1. Morgan Nathalio Zach. Paras nya tidak diragukan lagi betapa hampir mendekati sempurna, tapi itu berbanding dengan sifat dan sikapnya yang Kasar, dingin, emosional serta arogan. Tokoh utama ini terlahir dari keluarga kaya raya, ketua geng motor aka Lorez yang di terkenal dengan kelicikannya. Musuh bebuyutannya leader geng Vander a.k.a Garvin Menzies Harrison kakak kandung Elisa. Ia Ingat, Morgan adalah cowok yang membuat dirinya terkagum ketika di kantin. Sedangkan tokoh utama wanita sudah pasti cewek yang ia tabrak.  2. Amira Gracellin. Itu namanya. Tokoh utama dan protagonis wanita yang sangat di benci Elisa. Baik, cantik, Sikapnya yang lembut dan perhatian membuat siapa saja jatuh hati padanya, terlebih lagi dengan kecantikannya, tentu saja membuat orang terpikat. Ia terlahir di keluarga yang kaya. Orang tuanya memiliki restoran yang cukup besar dan terkenal juga sudah memiliki cabang di beberapa daerah. Di novel, Morgan sangat mencintai nya sama halnya dengan dirinya. Karena suatu pertemuan tak di sengaja dia bertemu dengan Morgan dan jatuh hati pada lelaki dingin itu. Jika di ceritakan detail akan lambat, jadi lanjut ke yang selanjutnya. Ingat, cowok yang mudah tersinggung dan kasar? Ia tokoh penting juga, walaupun hanya protagonis pendukung namun cukup sering di sorot.  3. Reyka Danielle atau Daniel, dia salah satu sahabat Morgan dan anggota inti dari Lorez. Memiliki wajah yang sama-sama tampannya di atas rata-rata dan tubuh atletis. Pemilik sifat yang paling ramah, humble dan tengil adalah Daniel. Dia sangat mendukung hubungan Morgan dan Cellin, dia juga haters garis keras nya Elisa. Beradu bacot adalah rutinitas nya ketika bertemu Elisa, jambak-jambakkan dan cakar-cakaran adalah rute perang nya. Dia juga anak dari salah satu pembisnis  yang sama berpengaruh nya. Pindah dari Daniel, kita lanjut ke si tukang tuduh tapi teliti dan tentunya berhati-hati.  4. Matheo Arellan. Atau akrabnya Theo. Cowok ganteng ini juga adalah salah satu tokoh pendukung yang cukup sering di sorot. Ia jeli, sering menuduh namun tentu dengan bukti atau dengan fakta yang bersangkutan. Ia juga bagian dari Lorez.  Apa benci Elisa juga? Sebenarnya tidak. Theo itu Sahabat Morgan, setia, jelas ia akan selalu di pihak sahabatnya. Ketika Morgan mengatakan benci Elisa, maka Theo hanya akan ikut saja. Ia tidak akan bertindak lebih jika Elisa tidak ikut campur urusan nya. Ganti dari Theo, kini ke tokoh yang cukup sering di sorot lainnya.  5. Arios Mareson atau Ares. Anggota inti Lorez dan musuh bebuyutan Elisa. Tokoh pendukung protagonis juga dan tidak menyukai Elisa. Novel menjelaskan, Ares tidak menyukai Elisa sejak awal MOS. Itu karena kesalahan Elisa sendiri sebenarnya.  Ares pun memiliki wajah tak kalah rupawan nya dari yang lain. Memiliki sifat yang humoris dan mudah akrab, ia tidak jauh berbeda dengan Daniel. Sedikit perbedaan jelasnya, Daniel mudah terpancing tapi dirinya tidak. Mungkin, pengecualian untuk Elisa.  Oh, kalau tidak salah ia yang memisahkan Daniel dari Elisa ketika di kantin. Lanjut dari Ares, ada wakil Lorez yang juga bagian dari tokoh pendukung protagonis.  6. Xavier Albara. Walaupun hanya tokoh pendukung, Bara di deskripsikan tidak jauh berbeda dengan Morgan. Ganteng, keren, kaya, terlebih lagi jabatannya di Lorez tentu membuat Bara juga terkenal sebagai Most Wanted sekolah.  Bara itu cuek, sedikit pendiam, juga abai lingkungan. Ia juga tidak peka. Sangat NOL dalam hal percintaan dan lagi dia tidak pernah merasakan yang namanya Pa-ca-ran. Dia itu tipe orang yang nggak mau ambil pusing dan gak banyak tingkah.  Poin plus dari Bara, ia pintar dan sering sekali membuat sekolah bangga atas pencapaiannya di akademik. Soal Elisa, dia juga tidak membenci hanya kesal akan sikap gadis itu yang suka semena-mena pada orang lain. Ia belum melihat Bara, karena pada saat kejadian siang di kantin sosoknya tidak muncul. Oke, lanjut. Ada yang cuek, ada juga yang lebih cuek.  5. Justin Nicholas. Nicho dia yang paling cuek, paling dingin, paling pendiam, dan paling nggak mau ribet. Ia juga yang paling tidak suka dengan hal yang merepotkan. Contohnya, seperti mengurusi masalah Elisa.  Anggota inti Lorez ini perokok aktif dan peminum. Memiliki masalah keluarga yang membuatnya hampir gila karena depresi, bisa di sebut dia anak broken home. Nicho pintar dan wajah yang bisa di bilang hampir sempurna sama halnya dengan Morgan dan yang lainnya. Nicho cukup pandai mengendalikan emosi, tapi jika dia sudah mengeluarkan semua emosi nya dia akan menjadi sangat kasar dan bringas dia juga tidak akan segan-segan menghabisi musuhnya.  Satu hal lagi yang tidak banyak orang lain ketahui, Nicho itu sangat suka mempermainkan perempuan di luaran, apalagi kupu-kupu malam. Untuk Nicho juga, dirinya belum melihat bagaimana rupa dari si cowok kamuflase itu. Setidaknya, itu bagian novel yang harus dia ingat. Jelas harus di ingat, terlebih lagi dia ingin mendapatkan Ending yang bahagia yang artinya dia akan merubah isi novel walaupun tidak secara keseluruhan. “Gak gue sangka, bisa ketemu tokoh-tokoh penting sekaligus dalam sehari. Mana pakek adegan kayak novel-novel lagi, di kata dunia ini novel apa?” “Eh, ini kan emang dunia novel. Hiiih, gimana sih gue?” Ia menepuk dahinya. Merasa aneh karena mendadak jadi pelupa, padahal tadinya enggak lho. Apa gara-gara pindah dimensi? Atau, karena pindahnya masuk novel? Ah, entahlah. Yang pasti, kini ia termenung di kursi meja belajarnya. “Haaaah... sekarang gue harus gimana? Damai sama mereka? Itu gak mungkin! Tadi aja gue nggak sengaja nabrak si Cellin langsung kena jambakkan maut dari si Daniel. Eh, itu juga karena gue mancing-mancing sih.” “Ih, tapikan... Damai itu emang bener-bener nggak mungkin!” Elisa debat dengan batinnya sendiri. Otaknya mendadak lancar, sehingga tiba-tiba mendapatkan pencerahan. “Hm, gue tau.” Serunya. Duduk tegak di kursi meja belajar tangannya menatap lembaran bukunya yang masih kosong.  “Karena gini jalurnya,” ia memberi jeda di ucapannya. Seringai penuh siasat tersungging di bibirnya.  “Gue harus nyusun rencana.” Dengan itu Tatapan tajamnya dengan seringai berubah menjadi senyum lebar mengembang sempurna di bibirnya. *** “Woy!” Seruan itu terdengar nyaring setelah pintu di buka di susul dengan derap langkah cepat yang masuk. Mata cowok itu menyipit kesal. “Dari kapan kalian di sini?” tanyanya menyelidik. “Siang.” jawab Cowok t-shirt putih yang duduk di karpet berbulu. Matanya fokus menatap pada playstation yang sedang dimainkan. “Bolos dong?” “Hm.” “Kok nggak ajak-ajak sih? Gue kan mau bolos juga.” Daniel cemberut. Melompat ke sofa panjang, dia langsung merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha cowok yang mengenakan jeans hitam itu sebagai bantal. “Ck, lo udah sering bolos. Ntar kalo dikeluarin dari sekolah gimana hah?” sahut Theo yang ikut duduk di karpet bulu. “BonYok gue sultan, tinggal kasih dolar semua beres.” Balas Daniel langsung di geplak pahanya oleh Ares. “Sombong amat.” Dengus Ares. “Yeeh, kenyataannya emang gitu kok.” Ares memutar bola matanya mendengar balasan Daniel. Cowok itu melirik cowok yang masih anteng walaupun pahanya sudah di jadikan bantal oleh Daniel. “Nic,” panggil Ares. Nicho, cowok itu mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap Ares dengan satu alis terangkat bermaksud bertanya ‘Apa?’ “Bagi tethering dong,” pinta Ares sembari nyengir.  Nicho mengulurkan tangannya meraih ponsel yang disodorkan Ares. “Dah,” Ujarnya ketika menyerahkan kembali ponsel Ares. Ares tersenyum senang. “Makasih Nicho,” pekiknya agak girang. Tiba-tiba, Morgan berdecih. “Hp doang bagus, tapi paketan kagak ada. Itu Hp gunanya apa? Buat foto doang? Cih.” Sindirnya tiba-tiba julid.  Ares mendelik karena disindir. Tapi bukan Ares namanya kalau tidak membalas. “Muka doang ganteng tapi akhlak nya kagak ada. Udah di kasih satu malah ngambil dua, itu Maruk apa serakah?” balasnya langsung disambut gelak tawa. “Maruk apa serakah? Bwahaha! Anying kok bisa pas sih?” Kata Theo. Cowok itu dan Daniel terbahak-bahak mendengar balasan Ares. Kok bisa tepat banget gitu, di tambah ngeliat muka cengonya Morgan, mereka kan jadi ngakak. “k*****t lo Res. Sparing yok?” Ngegas Morgan. Bersiap bangkit dari duduknya tapi Ares langsung nyengir lebar dengan tangan membentuk kode maaf. “Canda elah, canda. Baperan lo.” Daniel mencibir. “Halah, bilang aja lo takut kan di banting Morgan. Iya kan? Cih, cemen.” PLAKK  “Ajege!” umpat Daniel meringis saat pipinya di gampar Ares. “Noh, baru gue tepak doang udah ngeringis. Itu cemen apa banci?” delik Ares sinis. Daniel melotot jengkel pada Ares. “k*****t, ini pipi gue masih panas abis kena gampar terus lo tambah gampar lagi, ya gue ngeringis lha. s****n lo.” balas Daniel sewot. “Siapa yang gampar?” cowok itu bertanya tapi masih fokus pada PlayStation. Daniel mendengus melihat itu. Ia mengelus pipinya yang terlihat menampakkan ruam, rasa kesal mendadak melonjak. “Siapa lagi kalau bukan si Mak Lampir itu. Bener-bener s****n, udah Mak Lampir, cewek s****n, cewek b******k, Nenek sihir. Emang k*****t!” cerocosnya yang akhirnya malah mendumel. “Mak lampir?” Melihat kebingungan temannya, Theo memperjelas. “Ituloh Bara, pacarnya si onoh, yang beringas itutuh, yang suka maki-maki Cellin tuh, si cewek kasar itutuh.” Sengaja Theo nggak sebut merek, takut Morgan kesal karena tampaknya cowok itu agak aneh. Tapi Bara, cowok tidak peka itu malah memperjelas. “Elisa pacar lo itu Gan?” “Ralat, benalu.” Ketus Morgan lalu merebahkan tubuhnya di karpet bulu dengan melipat sebelah tangannya sebagai bantal. “Yeh di perjelas, udah gue kode-kode juga.” Bara mengumbar senyum watados. Cowok itu menyudahi bermain game nya lalu menghadap teman-temannya sepenuhnya. “Awalnya gimana?” cowok yang kadang cuek itu ternyata agak penasaran.  Theo dengan senang hati menjelaskan. “Biasa, tuh cewek cari gara-gara sama Cellin. Eh umpannya malah diambil si Daniel, jadi deh perang di kantin. Tapi akhir-akhir nya Daniel kalah karena di gampar.”  Daniel membulatkan matanya. “Heh, enak aja. Gue enggak kalah ya. Itu si Mak Lampir kalo nggak keburu kabur dari kantin pasti udah habis gue bejek-bejek.” Kata Daniel menggebu-gebu. Jelas, dendam dia sama Elisa. Liat aja, bakal dia bales itu Mak Lampir. “Tumben,” Nicho menyahut dengan satu kata membuat teman-temannya kurang paham. Mau tak mau, Nicho menambahkan, “Elisa.” Baru setelah itu mereka mengangguk paham. “Lha, bener juga njir. Biasanya kan dia nggak bakal kabur sebelum ribut sama Cellin, dan–Oh itu. Inget nggak sih pas dia minta maaf sama Cellin, mana minta maaf nya kayak nggak terpaksa gitu.” Ares heboh sendiri. Teman-temannya menyimak apa yang cowok itu katakan. Bara mengerutkan keningnya. “Minta maaf?”  Theo mengangguk tegas. “Iya, jadi pas itu si Elisa nabrak Cellin terus Daniel nyuruh dia buat minta maaf, eh malah di turutin dong. Aneh banget kan?” “Dia lagi rencanain sesuatu, mungkin?” Sahut Ares kurang yakin. Theo nimbrung lagi. “Tapi nih ya, menurut gue Elisa itu emang agak aneh. Dari cara dia pas natap Morgan pertama kali Morgan dateng, itu beda banget sama pas setelah Cellin ngomong sebut nama Morgan.” “Dia kayak kagum tapi setelah tau itu Morgan dia kek kaget dan takut gitu, apalagi aura Elisa itu tadi agak beda, agak lebih gimana gitu.” Theo melirik teman-temannya yang juga menatapnya.  Ia menunggu reaksi teman-temannya tapi malah mendapatkan timpukkan di wajah. BUKK  “Sok tau lo, dia masih sama ya. Nyebelin, ngeselin, bringas, dan masih tetep Mak Lampir.” Daniel bangkit dari rebahan. Duduk melipat tangannya di depan d**a. Dari cara dia menatap saja jelas cowok itu masih menyimpan kekesalan. “Si anjir, gue kan cuma berasumsi doang. Itupun dari pengamatan gue.” Theo misuh-misuh pada Daniel. Tapi Daniel tak menanggapi dan malah membatin. Serah kata lo Yo, yang jelas mau itu si Mak Lampir berubah atau apa kek, yang pasti bakal gue bales. Di kata pipi gue nggak sakit apa dia gampar.  “Kayaknya Elisa emang agak aneh sih, apa jangan-jangan karena kemaren dia nggak berangkat dia jadi berubah?” Ares berasumsi setelah mengingat-ingat. Dapat informasi katanya Elisa memang tidak berangkat satu hari. Tapi, berubah dalam satu hari apa itu mungkin? Lain dengan itu, Morgan berdecih. Elisa emang berubah, tambah bringas.  Cowok itu menggelengkan kepalanya mengingat apa yang terjadi di kantin. Betapa marah, emosi, murka, dan penuh tekadnya Elisa ketika menjambak Daniel, membuat ia sedikit cemas. Takut Cellin juga akan jadi korban kebringasan Elisa. Besok, gue harus pastiin.  Melihat Morgan yang diam saja dengan ekspresi rumit, Nicho dan Bara saling menatap. Agaknya, kedua cowok itu penasaran dan sedikit tertarik dengan masalah merepotkan seperti Elisa. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD