Bagian 7

1573 Words
Kriett... Bum Tae membuka pintu kamar Sean pelan-pelan. Gadis itu melewatkan makan malamnya dan itu membuat Bum Tae khawatir. Takut Sean kelaparan lalu jatuh sakit. Begitu pintu terbuka, Bum Tae melihat Sean tidur dengan posisi membelakanginya. Pria itu menarik napas sambil menatap nanar pada punggung Sean. Cucunya itu telah benar-benar berubah. Dulu Sean akan selalu antusias setiap kali mendengar soal balet. Sean selalu bercerita dengan bangga tentang betapa berbakatnya dia dalam menari balet, tapi sekarang gadis itu akan sangat marah setiap kali mendengar tentang balet, seperti yang Bum Tae lihat tadi. Bahkan Sean sampai mengusir Seungha dan Hyunji. Bum Tae tahu Sean belum tidur malam itu, jadi ia menghampiri cucunya dan duduk bersila di samping kasur lantai tempat Sean tidur. Pria tua itu kemudian mencoba mengajak cucunya bicara. Berharap dengan begitu amarah Sean akan sedikit mereda. “Sean-ah, kau marah ya?” Sean bergeming, pura-pura tak mendengarkan pertanyaan kakeknya. Gadis itu memejamkan matanya rapat-rapat, seolah dirinya benar-benar tertidur lelap. “Seungha dan Hyunji bertanya seperti tadi karena mereka tidak tahu apa yang terjadi padamu.” Sean masih bergeming. Kali ini gadis itu menarik ujung selimut yang menutupi tubuhnya, lalu memegangnya erat. Sean juga tahu jika Seungha dan gadis bernama Hyunji itu tak punya maksud apa-apa dengan bertanya seperti tadi. Hanya saja dirinya yang terlalu sensitif setiap kali mendengar kata balet, hingga berakhir marah seperti tadi. Sejujurnya, Sean merasa—agak bersalah setelah mengusir mereka berdua. Ingat mereka berdua sudah membawakannya makan siang, tapi hanya karena pertanyaan tadi dirinya marah sampai mengusir mereka. “Seungha dan Hyunji itu anak yang baik, kakek berharap kau bisa berteman dengan mereka. Musim panas mungkin akan berlalu dengan cepat, walau begitu kakek tetap berharap kau bisa membuat kenangan indah selama tinggal di sini.” Bum Tae mengusap pelan kepala Sean sebelum keluar dari kamar cucunya. “Semoga tidurmu nyenyak.” Begitu mendengar suara pintu tertutup Sean membuka matanya, lalu mengubah posisinya menjadi terlentang. Gadis itu kemudian menarik napas dalam. Musim panas mungkin akan berlalu dengan cepat, tapi Sean tidak yakin apakah dirinya bisa membuat kenangan indah selama berada di sini. Sean kemari karena dijebak oleh ibunya. Jika bukan karena ancaman sang ibu soal mengambil semua fasilitasnya, Sean tidak akan mau menghabiskan musim panasnya di desa ini. Sean kembali menarik napas. Gadis itu merasa musim panas tahun ini akan terasa begitu berat, walau tak seberat tahun lalu. Tahun lalu, dirinya harus menghabiskan musim panasnya dengan bolak-balik pergi ke rumah sakit untuk melakukan fisioterapi. Katanya, agar ia bisa berjalan lagi. Karena kecelakaan itu Sean mengalami patah tulang di bagian kaki. Namun, setelah setahun berlalu Sean sadar rasanya percuma bisa berjalan lagi, tapi dia tak bisa melakukan apa yang disukainya. *** Pagi itu Sean berjalan menyusuri jalan setapak menuju belakang bukit. Tentu saja tujuan Sean adalah sungai di belakang bukit itu. Selain pemandangan dan udaranya yang masih bersih, satu hal yang disukai Sean soal desa ini adalah sungai di belakang bukit, selebihnya tidak ada lagi. Menurutnya sungai itu adalah tempat paling tenang di desa ini. Sean yang sedang berjalan dengan hati-hati ketika melewati sebuah turunan tiba-tiba saja menghela napas kesal. Ia ingat dengan ucapan kakeknya tadi. Sang kakek menyuruhnya minta maaf pada Seungha dan gadis bernama Hyunji atas perbuatannya kemarin. Jika saja kakeknya tidak bilang akan melaporkan perbuatannya pada sang ayah, Sean pasti tidak akan pusing memikirkan cara bagaimana meminta maaf pada mereka. Sungguh, Sean tidak mau minta maaf pada mereka. Apa lagi harus melihat wajah Seungha yang menyebalkan itu. Gadis itu mendengus kesal ketika sampai dipinggir Sungai. Sean melihat Seungha sedang duduk manis di atas sebuah batu besar. “Panjang umur sekali dia,” gumam gadis itu pelan. Baru saja Sean memikirkan cara untuk meminta maaf pada pemuda itu dan sekarang Seungha muncul di hadapannya. Takdir sedang mempermainkan Sean sepertinya. “Oh!” Seungha berseru kaget saat melihat kehadiran Sean. “Kau kemari?” Seperti biasa, Sean mengabaikan pertanyaan Seungha. Gadis itu melepas sepatunya lalu duduk di sebuah batu besar yang tak jauh dari tempat Seungha duduk. Seungha memperhatikan Sean yang sekarang memasukkan kakinya ke dalam air. Kedua mata pemuda itu kemudian tertuju pada sebuah bekas luka di kaki sebelah kanan Sean. Itu bekas luka yang cukup besar. Melihat bekas luka itu membuat Seungha tertegun sejenak. Agak takjub melihat Sean tak berusaha menutupi bekas luka yang cukup besar itu. Sean saat itu mengenakan celana jeans pendek, di atas lutut. Pemuda itu lantas beralih menatap Sean yang sedang menatap lurus pada deretan pohon di seberang sungai. Sepertinya Seungha mengerti alasan kenapa Sean berhenti menari balet. Mungkin karena cedera di kakinya. Sekarang pemuda itu jadi merasa bersalah. Pertanyaannya kemarin pasti membuat Sean merasa tidak nyaman sampai marah seperti itu. Jika jadi Sean, dia pasti juga akan melakukan hal yang sama. “Soal kemarin-“ “Aku minta maaf,” potong Sean cepat. Sangat cepat sampai membuat Seungha terkejut. “Kau bilang apa barusan?” tanya Seungha tidak percaya. Pemuda itu berkedip beberapa kali. Dia tidak salah dengar, bukan? Sean baru saja minta maaf padanya. “Kau tuli?” Sean balik bertanya sambil menatap kesal pada Seungha. Apa pemuda itu tidak tahu betapa sulitnya kata-kata itu keluar dari mulutnya? Dan sekarang minta dia untuk mengulanginya. Yang benar saja. “Maaf untuk apa?” “Karena telah mengusirmu dan Hyun—” Sean menggantung kalimatnya. Ia lupa nama gadis yang datang bersama Seungha kemarin. “Hyunji?” sahut Seungha. “Ya, siapa pun itu namanya.” Kedua sudut bibir Seungha bergerak naik membentuk sebuah senyuman. Ia sama sekali tidak menyangka gadis sedingin Sean akan meminta maaf padanya, yah walau terlihat tak ikhlas, tapi sungguh mendengar gadis itu bicara padanya adalah hal yang sangat menakjubkan bagi Seungha. Ingat tiga hari mengenal gadis itu, Sean selalu mengabaikannya. “Kenapa kau tersenyum? Ada yang lucu?” tanya Sean ketus. Setiap kali melihat wajah Seungha dengan senyum kapitalisnya itu selalu membuat Sean kesal. “Lucu saja mendengarmu minta maaf,” jawab Seungha masih dengan senyum mengembang di wajahnya. Sean mendengus kesal, lalu membuang muka ke arah lain. Sepertinya minta maaf pada Seungha adalah hal konyol yang baru saja dia lakukan. Sekarang pemuda itu menganggap permintaan maafnya adalah hal yang lucu. “Ssibal,” umpat Sean pelan, tapi Seungha masih bisa mendengarnya dengan jelas. “Bukan lucu yang seperti itu, tapi kaget saja kau tiba-tiba bicara padaku. Sebelumnya kau selalu mengabaikanku, kan?” Sean hanya mendengus, tak berniat menanggapi ucapan Seungha. Dia sudah minta maaf, bukan? Jadi tak Sean tidak perlu lagi bicara dengan pemuda itu. Yang terpenting dirinya sudah melakukan perintah kakeknya dan fasilitasnya tetap aman. “Wah, aku diabaikan lagi,” celetuk Seungha saat Sean kembali mengabaikannya. Sepertinya Sean memang punya bakat mengabaikan orang lain. Sebuah ide terlintas di kepala Seungha saat melihat kaki Sean yang sedang bermain air di bawahnya. Pemuda itu ingin tahu bagaimana reaksi Sean saat ia mencoba mengerjainya—walau sebenarnya Seungha sudah bisa membayangkan bagaimana wajah marah Sean karena ulahnya nanti. Tapi tak ada salahnya, kan mencoba? Hitung-hitung mencairkan suasana. "Hei," panggil Seungha agak berbisik. "Hei!" panggil Seungha lagi, hingga Sean menoleh sambil menatapnya kesal. "Kakimu, jangan bergerak." Sean mengerutkan dahinya. "Apa?" “Ular di bawah kakimu!” kata Seungha sambil menunjukkan kaki Sean. Jangan lupakan raut wajah Seungha yang pura-pura terkejut. “Kya!!!” pekik Sean sambil buru-buru menarik kakinya keluar dari air. “Hahahahaha.” Sedetik kemudian terdengar suara tawa Seungha. Pemuda itu tertawa dengan keras setelah melihat bagaimana raut wajah panik Sean tadi. Ternyata seperti itu raut wajah Sean—si gadis dingin seperti kulkas dua pintu saat sedang kaget dan juga panik. Raut wajah yang cukup manusiawi ternyata. “Yak!!! Kau mau mati!!!” teriak Sean sambil menatap tajam ke arah Seungha yang sedang tertawa terbahak-bahak setelah membuatnya hampir terkena serangan jantung. “Ssibal.” “Maaf-maaf,” ucap Seungha sambil berusaha menahan tawanya. Sean berdecak kesal lalu kembali memasukkan kakinya ke dalam air. Mereka kembali diam, Sean sibuk dengan lamunannya sementara Seungha sibuk mengamati gadis itu. Awalnya tujuan Seungha pergi ke sungai ini untuk mencari ketenangan. Namun, setelah bertemu Sean di sini, rasanya jauh lebih menyenangkan bicara dengan gadis itu. Walau sebenarnya Seungha lebih banyak bicara sendiri, karena Sean selalu mengabaikan ucapannya. “Tapi, selain pandai mengabaikan orang lain, kau juga pandai bicara kasar ya?” Seungha kembali bersuara, memecah keheningan di antara mereka. “Dagchyeo!” Seungha buru-buru mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Sean terlihat sangat menyeramkan saat sedang marah. Baru diam selama kurang dari 5 menit, Seungha sudah kembali mencuri pandang ke arah Sean. Gadis itu selalu menarik perhatian Seungha, membuatnya tak bisa melepaskan pandangannya dari Sean. Gadis itu sekarang sedang memejamkan mata, menikmati musik yang mengalun dari earphone yang terpasang di telinganya. Seungha menatap lekat pada Sean yang sedang bersenandung dengan mata terpejam. Sepertinya gadis itu benar-benar menikmati musik yang mengalun di telinganya sampai lupa jika Seungha juga ada di sana. Atau mungkin gadis itu memang sengaja tak menganggap keberadaan Seungha di sana. Tiba-tiba, waktu terasa berjalan begitu lambat, tapi anehnya Seungha menyukainya. Biarpun hanya duduk diam sambil menatap Sean seperti ini selama berjam-jam, sepertinya dia tidak akan bosan. Harus Seungha akui jika gadis itu paras yang cantik, sangat cantik sampai membuatnya tak bosan untuk memandang Sean. “Lagu apa yang kau dengar?” Melihat Sean yang begitu menikmati mendengar lagu yang mengalun dari earphone-nya Seungha jadi penasaran dengan lagu yang gadis itu dengarkan. “Lagu yang punya lirik ‘tutup mulutmu, b******k’.” Jawaban yang keluar dari mulut Sean itu sukses membuat Seungha kembali menutup mulutnya rapat-rapat. Sepertinya gadis itu memang tak suka mendengarnya bersuara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD