bc

CEO DINGIN ITU MANTAN KU

book_age18+
59
FOLLOW
1K
READ
HE
escape while being pregnant
stepfather
like
intro-logo
Blurb

Reynaldi (Utomo) adalah seorang lelaki yatim piatu. Saat ia berusia 25 tahun, ia memberanikan diri untuk melamar seorang gadis teman kantornya yang telah dipacari selama 5 tahun. Namun, keluarganya menolak dengan menghina Reynaldi (Utomo).Ia membawa sakit hatinya ke pulau Bali. Ia hijrah ke pulau Bali ingin mengobati luka hatinya. Namun, di pulau Bali itu ia menemukan sepasang suami istri berkebangsaan Jerman-Indonesia yangnya. Selama 10 tahun di Jerman, akhirnya ia kembali ke Indonesia karena dua tahun lalu kedua orang tua angkatnya membeli perusahaan di Indonesia. Siapa disangka saat ia melihat daftar nama karyawan di perusahaan sang ayah angkat, ia melihat sebuah nama yang tak bisa dilupa dalam hidupnya.Ia bertemu Meytha seorang wanita yang menikahi lelaki lain karena kemiskinan yang mendera hidupnya. Reynaldi bertekat untuk membalaskan dendam pada sang mantan. Namun, semua sia-sia karena sang mantan punya dua anak kembar yang diduga adalah anaknya.

chap-preview
Free preview
Bab 1 : Panggilan Sang CEO
“Dinda! Kamu panggil bagian HRD sekarang,” pinta seorang lelaki berusia tiga puluh lima tahun bermata elang, berambut lebat, berwajah tampan namun wajahnya yang tampan itu berbalut keegoisan dan kesombongan. “Baik Pak,” jawab Dinda kalem, seorang sekretaris berusia dua puluh lima tahun yang di minta untuk menghubungi bagian HRD. Lelaki tampan namun ketus dan super galak itu, anak dari pemilik perusahaan Batu Bara terbesar di Indonesia. Lelaki itu bernama Reynaldi Utomo Gerald Putra Jr. Dia adalah Putra tunggal Richard Gerald seorang warga negara Indonesia berkebangsaan Jerman yang telah menikah dengan seorang wanita Jawa bernama Widyawati. Kurang dari sepuluh menit, seorang HRD bernama Andini berjalan menuju ruang kerja Dinda untuk melaporkan kedatangannya. “Pagi..., Mbak Dinda,” sapanya berdiri di sisi kanan pintu ruang kerja Dinda. “Mari Buu..., ikut saya,” ajak Dinda menuju ruang CEO dari PT Batu Bara Gerald Putra Tbk. Sebuah perusahaan yang sudah Go Public dan salah satu perusahaan besar di Indonesia. Andini mengikuti langkah Dinda memasuki sebuah ruangan sangat dingin. Sepertinya ruangan itu memakai dobel AC. Pada saat membuka pintu pertama, ada satu pintu lagi di balik pintu yang di buka oleh Dinda. Pada ruangan pintu pertama ada sebuah ruangan besar yang berisi sofa tunggal besar dengan spons empuk, berjumlah empat yang berwarna coklat muda dipadu dengan wallpaper pada dinding ruangan berwarna cream bercorak bunga melati putih. Pada sisi sofa tunggal berwarna coklat muda, ada dua pohon asem yang di bonsai menyerupai Water fall. Pada dinding ruangan ada foto dalam bentuk sketsa, keluarga dari CEO muda tersebut. Jarak antara pintu pertama dengan pintu kedua ruangan CEO PT Batu Bara Gerald Putra Tbk, sekitar 8 kaki. Untuk kedua kalinya, Andini bertemu dengan lelaki bermata elang dan berwajah dingin. Sejak dua bulan lalu, lelaki muda itu telah menggantikan ayah yang kini sudah tua. “Pagi..., Pak,” sapa Dinda lembut, tersenyum semanis mungkin pada CEO muda tersebut. Namun, lelaki tampan itu hanya terdiam. Dinda mengantar Andini hingga sampai di hadapan Reynaldi, seorang CEO muda berwajah tampan yang berwajah dingin. Tanpa diminta, Dinda keluar dari ruangan. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Andini sekilas menangkap kerisauan pada wajah Reynaldi. Andini yang notabene lulusan S1 psikologi, mengetahui jelas karakter serta memahami kerisauan yang tersirat dalam wajah Reynaldi, sang CEO muda yang baru menjabat di Perusahaan yang sudah Go Public itu selama dua bulan ini. “Hemm..., bisa saya minta data karyawan yang bekerja disini?” tanyanya menatap dingin wajah Andini. “Baik, siap Pak! Ada yang lain?” Andini bertanya kembali. “Saya rasa cukup!” jawab Reynaldi. “Baik Pak, akan segera saya kirimkan. Saya permisi dulu,” Andini menggeser kursi dan menganggukkan kepalanya. Lalu, keluar dari ruang tersebut. Di dalam ruangan, Reynaldi melirik jam tangan Rolex emas yang melingkar pada pergelangan tangannya. Ia mulai membuka email masuk dan kembali melihat jam tangannya. Usai sepuluh menit berlalu, Reynaldi menghubungi Dinda kembali, “Hubungi HRD itu! Suruh cepat kirimkan datanya!” Belum sempat Dinda menjawab telepon direct dari sang CEO, sambungan telepon telah ditutup dengan kasar. Dinda yang kesal atas kelakuan CEO muda itu, menggerutu sendiri di ruang kerjanya sembari menghubungi Andini selaku HRD. “Bu Andini, kok Pak Rey jengkel ke saya? Dia minta Ibu cepat kirim datanya! Maaf ya Buu, aku cuma meniru ucapan CEO kita. Ngomong-ngomong data apa sih Buu? Kok sampai dia marah?" tanya Dinda kepo. “Aduh! Sorry, udah dulu yaa. Maaf, tadi saya mampir ke bagian umum, jadi lupa permintaan si Bos,” sahut Andini menutup hubungan telepon. Dinda yang tak mendapat jawaban pasti atas data yang diminta sang CEO pada Andini selaku HRD semakin kesal dan tambah ngedumel. “Sialan! Semua kagak punya etika. Gue tanya bener-bener malah main tutup teleponnya." Setelah itu, Dinda menghubungi Reynaldi atas alasan Andini terlambat membawa data yang diminta. “Sudah saya sampaikan Pak. Bu Andini lupa, karena tadi dia mampir ke bagian umum,” ucap Dinda menyampaikan yang di dengarnya. Tanpa diduga, saat Reynaldi menutup telepon seraya mengumpat. SHIT!!! Dinda yang mendengar umpatan tersebut, menutup telepon dan menghela napas panjang seraya bermonolog, “Itu dah, kalau kelamaan jadi bujang lapuk. Coba kalau dia punya bini, kagak mungkin kelakuannya kasar gitu.” Sekitar dua puluh menit kemudian, Andini kembali ke ruangan Dinda dengan membawa satu file. “Mbak Dinda, saya mau menghadap lagi," izin Andini tersenyum pada Dinda. “Ada apa sih Buu?” Dinda beranjak dari kursinya, menghampiri Andini. “Nggak tahu juga Mbak Dinda. Ini bapak minta nama karyawan-karyawati berikut file waktu pertama kali melamar kerja disini. Tapi yang diminta 3 orang aja,” sahut Andini sembari membawa tiga file nama karyawan-karyawati di perusahaan itu. “Ssttt...., coba saya lihat Bu. Siapa aja sih nama yang diminta Bos,” Dinda menarik tiga file dari tangan Andini. “Maaf Mbak Dinda, jangan ... Nanti bapak ngomel kalau tahu,” bisik Andini sewaktu tiga file tersebut berada di tangan Dinda dan sekilas dibacanya. Ada dua nama wanita dan satu nama pria. Dua wanita itu masing-masing berada di bagian accounting dan bagian resepsionis, satu lagi seorang pria dari bagian help desk. “Ada apa sih, Bu?” tanya Dinda melirik ke arah Andini. “Nggak tahu juga Mbak Dinda, kalau saya kan cuma siapkan data saja. Mungkin mau di promosikan? Saya juga nggak tahu,” ucapnya mengikuti langkah Dinda. Kali ini Dinda hanya membukakan pintu pertama dan membiarkan Andini pun masuk ke dalam ruangan Reynaldi, seorang CEO muda yang galak dan tak pernah tersenyum. Sementara itu, Andini yang sudah di dalam ruangan sang CEO, menyerahkan tiga file data dari ketiga nama yang di minta. Tampak Reynaldi sekilas membaca nama pada file pertama dan kedua hanya sebatas formalitas. Tetapi, pada satu file terakhir dari seorang karyawati bagian accounting, ia cukup lama membaca dan tanpa disadarinya, CEO tersebut menyebut nama pada file data karyawati tersebut. “MEYTHA KASTURI”. Andini melihat raut wajah Reynaldi berubah saat menyebut nama tersebut dan tangan yang memegang bolpoin terlihat mengetuk bolpoin pada meja kerjanya, hingga Andini bertanya-tanya dalam hatinya. 'Ada apa sama si Meyta? Apa dia korupsi duit kantor? Kayaknya nggak mungkin lah. Tapi, kenapa si Bos mengamati foto si Meyta? Coba nanti waktu istirahat makan siang, gue tanya si Mey.’ Andini mengenal Meyta ketika mereka sama-sama melakukan tes penerimaan karyawan dan wawancara pada perusahaan tersebut, sebelum di beli oleh keluarga Gerald dua tahun lalu. “Bisa Ibu sampaikan ke bagian accounting yang bernama Meyta Kasturi untuk menghadap saya?” pinta Reynaldi pada Andini dengan tatapan dingin tanpa tersenyum sedikit pun. “Baik Pak, boleh saya ambil kembali data awal karyawan-karyawatinya?” tanya Andini. Reynaldi pun, menyerahkan data tersebut. “Baik Pak, saya permisi,” sahut Andini seraya memeluk data file dari ketiga karyawan itu, melangkah lebar ke pintu utama. Baru saja ia menarik gagang pintu utama ruang sang CEO kembali berkata padanya, “Bu Andini, pakai saja telepon di ruang Dinda untuk hubungi Meyta, biar Ibu nggak lupa lagi.” Andini membalikkan tubuhnya, menganggukkan kepala dan memberikan alasannya, “Maafkan saya Pak! Tadi saya mampir ke bagian umum, untuk tanya nomor kamar perawatan dari karyawati di bagian umum yang melahirkan.” Keluar dari ruangan Reynaldi, Andini melangkahkan kakinya ke ruang kerja sang sekretaris untuk meminjam telepon direct. “Mbak Dinda, saya disuruh pinjam telepon untuk menghubungi Meyta. Bapak minta dia menghadap. “Ada apa memangnya Bu? Kok wajah Bu Andini tegang banget?” tanya Dinda memperhatikan wajah Andini, serius. “Di dalam lebih tegang, Mbak!” ucap Andini seraya meraih telepon yang ada di meja kerja Dinda. “Meyta, sekarang lo ke ruang Pak Reynaldi. Gue tunggu di sini ya,” pinta Andini dalam sambungan telepon, kala berbicara pada sahabatnya. “Kok cuma segitu aja kasih tahunya? Emang ada masalah apa, Buu?” tanya Dinda melihat ke arah Andini yang tampak tegang yang berjalan hilir-mudik di depan meja kerja Dinda. “Saya sendiri juga masih bingung, Mbak Dinda. Ada apa sama bagian accounting. Kalau nanti Meyta habis dari ruang pak Rey, tanya sama dia aja,” saran Andini pada Dinda yang kepo. Sekitar sepuluh menit kemudian, Meyta sampai di ruang kerja Dinda, bersamaan dengan bunyi telepon direct pada meja kerja sang sekretaris. “Dinda! Apa Andini sudah menghubungi bagian accounting?!” tegas Reynaldi tak sabar. “Sudah Pak, ini Bu Meyta baru saja sampai.” “Suruh dia masuk! Kamu nggak usah antar dia ke ruangan saya!” perintah Reynaldi dengan tegas. “Siap Pak!” ujar Dinda merasakan hawa ketegangan pada intonasi suara Reynaldi saat memerintahkan Meyta untuk masuk ke ruangannya. “Bu Meyta, diminta menghadap ke ruangan Bapak. Silakan Buu,” Dinda menunjuk ke arah pintu menuju ruang kerja Reynaldi atau Utomo bagi Meytha. “Ok! Makasih Mbak Dinda,” ucap Meyta tersenyum dengan lesung pipi pada kedua wajah putih bersihnya. “Meytha, selesai menghadap cerita ke gue, ada masalah apa sama lo," bisik Andini pada telinga Meyta yang melangkah ke ruang kerja Reynaldi. Yang dilakukan Meyta hanya tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala dan menempelkan telunjuk pada bibir seksinya. Tampak Meyta telah menyiapkan mental untuk bertemu dengan Reynaldi Utomo Gerald putra. Usai ia tahu, kalau Reynaldi atau Utomo kini adalah anak dari pemilik perusahaan dari tempatnya bekerja. Parahnya, kini Reynaldi adalah CEO di perusahaan tersebut. Meyta sadar pertemuannya dengan Reynaldi tidak dapat dihindari. Kini detak jantung Meyta seirama dengan langkah kakinya. Saat mulai memasuki pintu pertama, ia menarik napas panjang. Tepat di depan pintu ruang CEO tersebut, Meytha memejamkan mata indahnya seraya bergumam dalam hati. ‘Aku tahu hari ini akan datang padaku. Dan..., aku harus menemuinya.' Dengan tangan yang sedikit gemetar mengetuk pintu ruang kerja sang CEO. Tok ... Tok ... Tok ... “Masuk..!” terdengar suara sang CEO begitu dingin menyambutnya. Mendengar suaranya yang begitu berbeda dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, membuat hati Meyta berbisik kembali, ‘Ternyata lelaki itu telah berubah, Hmmm..., Baiklah, akan aku hadapi dirinya.’ Dengan tangan gemetar ia menarik hendel pada pintu ruang kerja sang CEO dibarengi doa-doa yang terus ia lantunkan, usai perpisahan dengan lelaki tampan itu selama hampir sepuluh tahun.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

TERNODA

read
198.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
51.8K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook