bc

Angsa Hitam yang Luka (Black Swan)

book_age18+
8.8K
FOLLOW
465.2K
READ
possessive
suicide
forced
arrogant
dominant
badboy
drama
sweet
bxg
first love
like
intro-logo
Blurb

WARNING!! CERITA MENGANDUNG UNSUR +*8 KETELANJANGAN DAN SEKS EKSPLISIT. DIHARAPKAN BAGI YANG DIBAWAH UMUR LEBIH BIJAK MEMILIH BACAAN!!

Lluvia adalah gadis muda berusia 27 tahun yang merupakan balerina di Royal Ballet yang berbasis di Covent Garden. Ia merupakan penari yang diakui bakatnya, tapi selalu kalah dengan saudara angkatnya Cheris Shauyer. Lluvia selalu iri dan merasa jadi bayang-bayang yang tak pernah bisa mengalahkan Cheris. Namun, semua rasa tak suka itu selalu ia pendam karena memiliki hutang budi pada keluarga Cheris yang telah mengangkatnya menjadi anak. Puncak kebencian Lluvia terjadi ketika Albert Kent kekasihnya memutuskan hubungan dan bertunangan dengan Cheris. Dendam yang terpupuk belasan tahun membuatnya memutuskan melakukan balas dendam dengan mendekati Luce Green Howard. Howard adalah penyelundup terkenal dan paling berpengaruh di 3 negara, Rusia, Itali dan Inggris. Ia memiliki sejumlah kolega bukan hanya di dunia bawah tanah tapi juga di pemerintahan, membuatnya sulit tertangkap. Dia menyembunyikan sisi gelap dirinya dengan membangun sejumlah perusahaan yang sekaligus menjadi ladang dirinya mencuci semua uang haramnya.

chap-preview
Free preview
Satu
Hujan musim gugur entah mengapa malam itu turun terlalu deras, hingga kabut tebal beringsut naik menutup sebagian jalan menuju kawasan paling mahal di London -- Kensington Palace Garden. Tempat rumah-rumah paling mewah berdiri, bangunan-bangunan bersejarah dihormati, tak lupa istana keluarga kerajaan Inggris yang terkenal seantero dunia yang dijaga ketat sepanjang waktu. 3 gerbang bercat putih jadi penanda pintu masuk yang membelah 2 jalan. Suasana lengang penjagaan pun ketat. Dari sudut jalan melintas mulus Cadillac Escalade hendak lewat gerbang, tapi seorang wanita tiba-tiba menghadang. Berdiri dengan merentangkan dua tangan di udara seolah tak sayang nyawa. Seluruh tubuhnya basah, wajahnya pucat di bawah terang lampu sorot kendaraan. Sang supir mulai memaki sementara gadis itu masih menunggu. Tak lama sebuah sedan hitam menyusul mobil sebelumnya membawa sekumpulan pengawal yang segera turun menghadang ancaman. Mereka mengapit kedua lengan gadis itu yang tengah tertunduk tak berekspresi. Tubuhnya menggigil, giginya gemerutukan. Ia bernapas berat berulang kali lalu berusaha mengumpulkan suaranya yang tenggelam. "Jika aku... memberikan diriku padamu... Apa yang bisa kau lakukan untukku?" Suasana hening. Lelaki bermata biru laut yang sedang duduk tenang di jok belakang melihat ponselnya mengangkat sorot matanya dengan angkuh. Mendengar suara gadis itu menelisik sayup tertelan hujan, ia terpanggil menenteng payung hitam menjelajah rintik hujan yang ia benci. Sepatu kulitnya melewati genangan air yang basah. Ia mendekat menjangkau dagu oval gadis berambut coklat bergelombang itu lalu menatapnya dengan air muka samar tanpa ekspresi berarti. "Apa yang kau inginkan?" Gadis itu menatapnya dengan rapuh -- dua pengawalnya lalu melepas gadis itu. Susah payah ia berusaha menegakkan tubuh namun pada akhirnya roboh juga dalam pelukan si lelaki sebelum sempat menjawab pertanyaan yang diutarakan untuknya. Lelaki itu menghela napas. Ia mencampakkan payung hitamnya setengah terpaksa, membiarkan hujan membelainya sembari membawa tubuh wanita itu masuk ke dalam mobil. Kendaraan itu terus melaju, mendekati Hyde Park dan berhenti di sebuah rumah mewah bergaya Georgian yang terdiri dari bata putih kekuningan dengan jendela-jendela lebar menghadap taman bunga mawar yang tertutup pagar setinggi 4 meter. *** Selang infus menancap punggung tangan gadis itu. Ia menggerakkan jemarinya tak nyaman. Sedikit nyeri membuatnya membuka mata. Sepintas pandangannya buram, perlu beberapa saat baginya menghadapi kenyataan. Namun sebuah kepastian menanti di depan matanya ketika melihat lelaki itu. Lelaki bertubuh tegap dengan otot kekar yang nampak jelas membentuk lekukan kemeja hitam yang ia kenakan. Tubuhnya tinggi, ia menerka mungkin 185 cm. Rambutnya pirang, panjang sebahu. Kulitnya putih tak begitu pucat. Ia belum menyadari jika gadis itu sudah terjaga. Pandangannya begitu hanyut melihat sesuatu di luar jendela. "Sudah bangun?" Ucap lelaki itu berpaling. Wajahnya tampak kokoh, rahangnya tegas, dagunya sedikit runcing. Hidungnya tinggi, bibirnya tipis agak panjang. Sorot matanya selalu dingin dan hanya itu satu-satunya hal yang ia ingat. "Terima kasih sudah menolongku" timpal si gadis menegakkan bahu polosnya yang hanya tertutup selimut abu-abu. Lelaki itu tak menimpali. Ia menarik kursi sambil menyilangkan kaki panjangnya. Seperti biasa ia tampak mengawasi, penuh rasa waspada, sedikit misterius dan sikap angkuh. "Apa yang membuatmu begitu keras kepala menunggu di depan gerbang saat hujan, Lluvia?" Gadis itu mencengkram selimut erat-erat dengan wajah tertunduk dan air mata tertahan, "Aku ingin menjadi penari, penari utama di Royal Opera. Aku tahu kau bisa melakukannya?" Lelaki itu menyenderkan punggungnya. Jemarinya mengetuki lengan kursi yang terbuat dari kayu Mahogany yang dipernis coklat berkilau. "Hanya itu?" Lluvia mengangkat wajahnya. Sebutir air mata jatuh di sudut pipi kirinya. Ia tak terlihat sedih. Sebaliknya ia seperti orang tengah membara dalam benci dan dendam. Sorot matanya menguat, suaranya bergetar, giginya gemertakan. "Aku ingin balas dendam pada seseorang yang mengambil satu-satunya milikku dan aku tahu Luce, kalau..." Si lelaki berdiri memunggunginya, "Aku tidak tertarik untuk terlibat dalam masalah pribadimu" Lluvia menatap sendu. Ia menelan lagi sebutir air mata yang jatuh di sudut lain pipinya. Tiba-tiba ia merasa terbelenggu putus asa. Lalu dengan sedikit ceroboh ia menarik selang infus keluar dari kulitnya hingga tetesan darah mengotori lantai dan selimut. Dia berjalan pelan menghampiri lelaki itu tanpa malu memamerkan tubuh telanjang dan kulit putihnya yang bersih seperti salju. Ia merangkul punggung Luce dari belakang dengan perlahan-lahan sembari membelai d**a bidangnya turun melewati kedua pahanya. Ia menyentuh lembut bagian itu sampai desahan tipis mencuat dari bibir si lelaki. Seketika ia berpaling, lalu mencium bibirnya. Kedua bibir mereka berpadu dengan manis dan lentur. Ketika mereka nyaris akan berakhir di ranjang, tiba-tiba Luce diam. Ia merangkul pinggang kecil Lluvia dan menatapnya dengan sorot mata paling membingungkan yang membuat gadis itu malu. Lluvia memegang tengkuk Luce kemudian menciumnya dengan lembut. Ia belum pernah berhubungan ranjang dengan lelaki manapun tapi kali ini ia harus berusaha seolah ia ratu penggoda di tempat tidur hanya untuk memastikan Luce bersedia menjamin kehidupannya dan memastikan dendamnya terbalas. "Hentikan!" Sergah Luce namun tak menghentikan Lluvia. Ia berupaya menjeratnya dalam jaring nafsu. "Aku akan pergi jika itu yang kau minta" ujar gadis itu setengah putus asa. "Kau pernah sudah pernah bercinta sebelumnya?" Lluvia menatapnya dalam diam kemudian menggeleng. Luce tersenyum, "Kalau begitu sayang sekali. Kau akan berakhir buruk denganku. Aku tidak suka percintaan yang lembut. Apa kau keberatan?" Gadis itu mendekatkan hidungnya menyentuh hidung Luce hingga napas hangat mereka bertukar berirama, mengobarkan api nafsu yang masih tersekat. "Apa tubuhku cukup untukmu? Aku tidak punya apapun di dunia ini selain diriku sendiri dan aku bawa padamu untuk memohon..." jari-jari Luce menjepit bibir penuh Lluvia lalu menelannya penuh hasrat. Ketika hampir separuh dirinya dirongrong nafsu, Luce mendorong Lluvia ke atas ranjang. Ia melepas kemeja hitam yang ia kenakan lalu melilit tangan gadis itu ke atas. Tubuh gadis itu terekspos dengan sempurna. Lluvia memiliki badan yang mungil, tegap, tetapi feminin. Bahunya turun, dadanya sedikit terbuka pengaruh ia berlatih ballet sejak kecil. Setelah melepas celananya. Ia tak mau mengulur waktu, dan bersiap meniduri gadis itu. Namun belum sampai ia merasakan kenikmatan apapun. Lelaki itu menangkap keanehan. Bagian bawah tubuh gadis itu terlalu sulit ditembus seolah tertutup dinding dan Luce tak tahu mengapa. Ia juga tak mengerti setiap kali mencoba melakukannya, Lluvia selalu mendesis seolah menahan perih luar biasa, seakan pisau menusuk bagian bawah tubuhnya. Sebuah perasaan nyeri yang tak tergambarkan. Tak menyerah mengambil keperawanan Lluvia sebagai perjanjian. Luce berusaha mengatasi masalah itu. Ia berupaya membuat Lluvia b*******h agar bagian tubuhnya yang mengatup rapat terbuka dengan sendirinya. Itulah sedikit hal yang ia ketahui tentang bercinta. Sayangnya tak peduli berapa kali ia melakukan foreplay dan menggoda titik-titik erotis di tubuh Lluvia, pada akhirnya ia tetap tak bisa menembus masuk ke dalam tubuhnya. Mereka berdua sama-sama dibuat bingung dengan kendala yang terjadi, namun Lluvia adalah yang merasa paling putus asa dan berharap Luce tak akan menyerah meski ia sudah terlihat jengkel. Sebelum sesi bercinta dimulai tubuh Luce sudah mandi keringat. Ada sedikit perasaan kesal yang tersimpan di hatinya. Ini adalah satu-satunya sesi bercintanya yang paling sulit, lama dan melelahkan. Kini cara terakhir yang terlintas di benaknya adalah menggunakan pelumas untuk mempermudah dirinya memasuki pintu tubuh Lluvia. Ia mengoles krim bening itu pada bagian di bawah tubuhnya, tak lupa juga di bagian tubuh gadis itu, sambil sesekali menggodanya. Tubuh Lluvia menggeliat, tampak menikmati. Tak ada hal aneh yang perlu membuatnya merasa cemas dan bertanya-tanya, apa yang membuat sesi bercinta ini gagal? Sekali lagi dengan penuh keyakinan Luce berupaya bercinta dengan Lluvia. Namun, lagi dan lagi gadis itu merintih pelan, kemudian tak lama berakhir dengan menangis. Membuat suasana menjadi tak nyaman sekaligus mematikan mood Luce seketika. Lluvia menegakkan tubuh, meminta maaf karena ia terus merasa sakit setiap kali Luce berupaya menerobos tubuhnya dan dia tak tahu kenapa. Ia menyesal sesi bercinta itu sudah berantakan sejak awal karena dirinya. Sayangnya Luce tak bereaksi, dia pergi meninggalkannya begitu saja membuat gadis itu terisak. Kini ia tak punya apapun bahkan sekedar tubuh untuk dijual, membuatnya merana. Merasa tak berguna tinggal di sana lebih lama, Lluvia memilih pergi. Ia berusaha menemukan pakaiannya yang rupanya baru saja di laundry, tergantung di belakang pintu. Ia bergegas berpakaian lalu menuju stasiun kereta menuju Waterloo.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mrs. Rivera

read
45.4K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.9K
bc

Rewind Our Time

read
161.5K
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
571.0K
bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

SEXY LITTLE SISTER (Bahasa Indonesia)

read
308.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook