Part 14--Mahkota Palsu yang Terenggut

2258 Words
Semenjak mendatangi tempat indekos Reza untuk pamer, Arini semakin dekat dengan Henri. Tidak ada salahnya jika dekat dengan laki-laki perlente itu. Semua demi ambisinya yang besar. Dua lalat dalam satu tepukan, peribahasa yang dipakai oleh Arini untuk menggambarkan Reza dan Hadi. Banyak rencana dalam otak Arini. Ia ingin sosok Hadi jatuh dalam jurang terdalam. Arini tidak akan peduli dengan orang-orang tak bersalah di sekitar Hadi. Ambisinya menghancurkan sosok mantan tunangannya itu sangat besar. Kedekatan Henri dan Arini pun mulai tersebar di seluruh penjuru kampus. Reza sudah mendengarnya dan bagi idola kampus itu hal biasa. Sebab, sudah bertekat untuk melupakan sosok wanita tinggi semampai itu. Banyak rekan dosen yang yang patah hati. Terutama mereka yang berstatus lajang dan sedang berupaya mendekati sosok Arini. Wanita tinggi semampai itu tidak peduli, Henri-lah yang harus dipedulikan saat ini. Hari-hari berlalu dengan cepat. Arini tampak sibuk dengan persiapan pertunangannya dengan Henri. Mereka memutuskan untuk bertunangan terlebih dahulu. Henri yang melamar wanitanya kala itu. Arini langsung menerima saja lamaran itu tanpa berpikir panjang. Banyak yang harus disiapkan. Ia hanya ingin acara yang sederhana. Mengingat usianya yang hampir tiga puluh tiga tahun. Rasanya tak pantas jika bermewah-mewahan. Lebih baik hanya saudara dan teman dekat saja yang datang menghadiri acara mereka berdua. Henri tidak mempermasalahkan tentang semua itu. Henri belum tahu sepenuhnya tentang sosok Arini yang pernah mempunyai anak di luar nikah. Bagi Henri, Arini adalah sosok wanita yang dianggap bisa memuaskan hasratnya. Tidak lebih dari itu, bagi Henri cinta adalah kemustahilan. Laki-laki yang kaya raya itu hanya membutuhan kepuasan saja. Pantas saja jika mendapatkan gelar play boy dikalangan wanita. Akan tetapi, Arini bertekad membuat Henri bertekuk lutut hingga tujuan balas dendam pada sang mantan tunangan terwujud. Ya, Hadi harus merasakan jatuh di jurang terdalam. Perihal ini, Henri tidak mempermasalahkannya. Ia pernah mendengar sosok Hadi Indrayana yang sedang naik daun saat ini. Bisnis property yang digelutinya sedang naik daun. Calon tunangan Arini tidak banyak bertanya ada masalah apa di antara keduanya. "Mas, kita tunangannya sederhana saja." Arini mengatakannya dengan nada manja pada sang calon suaminya. Mendengar ucapan Arini, membuat hasrat Henri tak bisa dibendung. Dengan cepat ia melakukan apa yang diinginkannya. Naluri kelelakiannya lebih mendominasi. Arini dengan cepat menghentikan Henri supaya tidak kebablasan. "Belum halal, Sayang," kata Arini sambil mendesah di dekat cuping telinga Henri. Bukan tidak terpengaruh dengan sentuhan yang diberikan oleh Henri. Hanya saja, otak Arini masih mampu berpikir dengan waras. Wanita tinggi semampai itu sadar jika masih berada di jalanan menuju milik apartemen Henri. Ia tidak ingin mendapat malu nantinya. Henri menggerutu sebal. Hasratnya tidak tersalurkan dan membuat sakit kepala. Jika sudah demikian, ia harus mandi dengan air dingin. Rasanya mustahil, karena mereka sedang berada di dalam mobil. Henri tak kehabisan akal. Ia melajukan mobilnya menuju ke apartement miliknya. Apartemen yang biasa digunakan untuk tidur bersama dengan gadis-gadis yang dengan sukarela merelakan tubuhnya untuk dijamah. Arini paham jika laki-laki yang ada disebelahnya sedang bernafsu sangat tinggi. Wanita tinggi semampai itu tidai kehilangan akal. Ia membawa obat tidur. "Sayang, jangan siksa aku seperti ini." Henri tak lagi tahan melihat calon istrinya. Arini sengaja menggunakan pakaian yang terbuka di bagian d**a dan paha. Arini tersenyum manja ke arah Henri. Tidak sia-sia menarik perhatian play boy kelas kakap ini. Henri sangat terpengaruh oleh apa yang dilakukan oleh Arini. Puas, sebuah kata yang menggambarkan perasaan Arini saat ini. "Sabar, Sayang." Arini membuka sabuk pengaman dengan gaya yang menggoda. Hadi hanya menelan ludah saat melihatnya. Ia ingin menerkam sosok di depannya. Laki-laki dengan kekayaan nomor wahid itu tak ingin gegabah untuk mendapatkan Arini. Jika memaksakan di mobil yang saat ini berada di parkiran bawah bisa bahaya. Lebih tepatnya takut dikira melecehkan wanita. Banyak kamera CCTV yang terpasang. Henri hanya melongo saat Arini sudah keluar dari mobil miliknya. Dengan cepat ia keluar dari mobilnya. Berjalan dengan cepat dan menggenggam tangan Arini menuju ke lift yang akan mengantarkan mereka ke apartemen milik Henri. Sebuah apartemen minimalis di Kota Yogyakarta. Henri segera membuka baju berikut celana setelah mengunci pintu apartemen miliknya. Arini panik, karena Henri melihat tingkah laku Henri. Sungguh luar biasa, padahal mereka baru saja kenal. Henri tampak biasa saja saat membuka seluruh pakaiannya di depan Arini. Seolah mereka adalah pasangan yang sudah halal. Arini menelan ludah saat melihat tubuh Henri yang bertelanjang d**a. Ia bingung ketika Henri mendekatinya. Beruntung deringan ponsel milik calon tunangannya itu membuat Henri menghentikan langkahnya. Arini bisa bernapas dengan lega saat ini. Henri yang sedang menerima telepon dengan keadaan setengah telanjang menerima air mineral dari tangan sosok cantik dan menggoda di depannya. Dengan cepat meminum air tersebut hingga tandas. Arini tersenyum miring melihat apa yang dilakukan oleh Henri. Wanita tinggi semampai itu mendekati Henri dengan membuka satu per satu pakaian yang ia gunakan. Ponsel yang ada di tangan Henri jatuh ke lantai. Si pemilik ponsel sedang menelan ludah melihat keindahan tubuh wanita yang ada di depannya itu. Mendadak Henri menjadi berhasrat saat melihat sosok yang ada di depannya itu. Tubuhnya bak model kelas satu di Kota Jakarta. Otak Henri tidak bisa berpikir dengan normal, ia segera menerjang tubuh Arini. Wanita tinggi semampai itu tersenyum penuh kemenangan. Mereka melakukan hubungan layaknya suami dan istri. Arini sudah tidak ingin lagi menunda semua tentang balas dendamnya. Melakukannya dengan Henri saat ini adalah sebagai cara agar sosok play boy itu bertekuk lutut dihadapannya. Benar, Henri sangat menikmati setiap jengkal tubuh Arini. Pagi harinya, Arini bangun terlebih dahulu. Untuk meyakinkan aktingnya, berpura-pura menangis. Isak tangis Arini membuat Henri terbangun. Sosok kaya raya itu melihat sekitarnya. Ia terkejut ketika melihat ceceran darah di sprei kasurnya. Pun saat melihat sosok Arini yang membungkus tubuhnya dengan selimut. Arini dengan otak pintarnya sengaja menggigit jarinya hingga berdarah. Tidak apa mengusapkan darahnya pada sprei ranjang yang mereka gunakan semalam. Toh, nanti juga akan dicuci oleh petugas kebersihan. Jadi tidak masalah. "Sayang, apa aku menyakitimu semalam?" Henri yang terbiasa bergonta-ganti pasangan sedikit terkejut mendapati pasangannya kali ini masih perawan. Apa yang dilakukannya semalam bersama dengan Arini memang luar biasa. Henri mengabaikan setiap rintihan Arini. Pagi ini, ia melihat pemandangan yang menakjubkan. Sosok wanitanya masih perawan. Arini tersenyum miring disela-sela tangisnya. Ia sengaja tidak menjawab. Henri sudah masuk jebakannya. Arini tak ingin melepaskan sosok laki-laki ini. Dendamnya pada Hadi harus terbalas. "Sayang ... aku mohon, jangan menangis. Maafkan aku membuatmu sakit." Henri berlutut di depan wanita yang sedang berakting bak artis ibu kota yang sedang melamar sosok kekasihnya. Henri mengingat jika semalam melakukannya dengan penuh semangat. Semangat menaklukan Arini dihadapannya. Ia lupa tidak bertanya pada pasangannya kali ini. Masih perawan atau tidak. Ternyata, Arini masih perawan atau entahlah. "Mas akan tanggung jawab 'kan?" tanya Arini sambil menyeka air mata palsunya. Arini menatap Henri yang sedang menatapnya. Mereka saling bertatapàn dalam diam. Wanita tinggi semampai itu tidak ingin melepaskan ikan kakap yang ada dihadapannya. Henri harus jadi miliknya. "A-aku ...." Henri tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Henri berdebar tidak menentu melihat wanita yang ada di depannya. Perasaan apa ini? Sebelumnya tidak pernah merasakan seperti ini. Setelah melakukan hubungan intim dengan banyak wanita, sosok laki-laki dengan gelar play boy itu tidak pernah merasakan debaran yang aneh. Tidak dengan Arini, wanita satu ini seperti memilik magnet untuk menarik masuk dalam pesonanya. "Aku ... akan melamarmu sore ini. Aku akan datang ke rumah orang tuamu," kata Henri setelahnya mengecup bibir ranum Arini. Arini bersorak dalam hati. Apa yang diinginkan tercapai. Sosok Henri kini ada dalam genggamannya. Play boy kelas kakap itu telah bertekuk lutut pada sosok wanita tinggi semampai. Henri memang memiliki sikap yang tidak peduli dengan masa lalu orang lain. Baginya masa lalu tidak begitu penting. Henri memang berniat untuk melamar pujaan hatinya itu. Arini bagaikan magnet yang membuat Henri ingin selalu dekat dengan sosok wanita tinggi semampai itu. Tadi malam adalah bukti jika Arini adalah sosok yang cocok untuk menjadi pendamping hidupnya. "A-apa yang kamu ucapkan serius, Sayang?" Arini berusaha memastikan ucapan sang calon suami. "Aku serius. Bahkan kamu memberikan hal berharga pertama kali untukku." Henri mengusap punggung telanjang milik Arini. Tangan itu membuat wanita tinggi semampai berjengit terkejut."Apa masih sakit?" tanya Henri sambil menatap ke arah organ intim Arini. Arini mengangguk sebagai jawaban. Dusta kedua yang ia lakukan untuk menjerat sang calon suami kelas wahid. Mendapatkan Henri menjadi obsesi wanita tinggi semampai untuk melaksanakan rencana jahatnya terhadap keluarga Hadi. Ia tak ingin keluarga mantan tunangannya itu berbahagia, sementara dirinya pernah hancur. "Kita mandi pakai air hangat, ya. Agar sakitnya segera reda." Henri berusaha membujuk Arini agar mau mandi berdua dengannya. "Aku mandi sendiri aja, Yang. Beneran masih sakit, belum bisa itu-itu lagi," kata Arini dengan wajah tersipu malu. Henri paham. Wanita tinggi semampai di depannya belum mau melakukannya lagi. Laki-laki kaya raya ini tidak sadar jika wanita di depannya sudah menipunya. Ia salah jika menyangka Arini adalah wanita yang polos dan lugu. Henri mengenal sosok Arini di sebuah pesta yang digelar oleh temannya. Ia terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh sosok wanita tinggi semampai. Tubuh Arini yang menurutnya 'body goals' menjadi pioritasnya. Mengingat, ia sangat berhasrat jika melihat keindahan tubuh wanita. Arini sosok yang dingin itu berhasil meruntuhkan hati sang play boy. Bukan hanya itu, pesona Arini mampu membuat Henri tidak lagi melakukan ritualnya m***m pada yang wanita berbeda setiap malamnya. Henri jatuh cinta pada sosok Arini. Pesona yang dimiliki oleh wanita tinggi semampai itu luar biasa hebat. "Yah ... padahal aku masih pengen kalo pagi-pagi begini." Henri menunjukkan hasrat kelelakiannya pada wanita yang ada di depannya itu. Arini melotot saat melihatnya. Ingin membuang muka, tetapi terlambat. Mata indahnya terlanjur melihat pemandangan ajaib itu. Henri pun melenggang menuju kamar mandi seorang diri. Mandi dengan menggunakan air dingin untuk meredakan hasratnya yang tidak terpenuhi. Arini menggunakan pakaiannya dengan cepat. Ia bergegas ke dapur dan mengambil air dingin. Dadanya masih berdebar mengingat pemandangan yang baru saja mengotori matanya. Tak lama, wanita cantik itu segera membuatkan teh hangat. Ia ingat, Henri pernah berkata jika ia sangat suka minum teh hangat tanpa gula di pagi hari. Sebagai calon istri yang baik, Arini melakukan apa yang disukai sosok laki-laki kaya raya itu. Tepat tiga puluh menit, Henri melakukan ritual mandi paginya. Ia disambut dengan hangat oleh senyum manis wanita tinggi semampai itu. Arini menyerahkan segelas teh hangat tanpa gula pada Henri. "Makasih, Sayang. Hari ini aku ga ke kantor dulu. Mau ketemu orang tua kamu." Perkataan Henri membuat Arini terkejut. Belum ada persiapan sama sekali. Wanita tinggi semampai itu bahkan belum mengatakannya pada ayah dan ibunya. "Yang, kamu serius? Aku belum ada persiapan lho. Bahkan kedua orang tuanku juga belum tahu." Arini panik dengan ucapan Henri. Arini belum pernah sama sekali membahaa tentang Henri pada kedua orang tuanya itu. Mereka tidak tahu apa pun yang dilakukan oleh putrinya. Wanita tinggi semampai itu memilih tinggal di kota dengan alasan agar dekat dengan tempat kerja. Arini pun jarang sekali berkunjung setelah diterima mengajar sebagai dosen. "Ga perlu banyak persiapan.Kedua orang tuaku juga akan datang," kata Henri sambil meminum teh buatan Arini. Gegas Arini melangkah menuju kamar mandi. Membersihkan diri dengan cepat. Ia pun memakai baju yang kemarin dipakainya. Beruntung di dalam tasnya selalu membawa celana dalam cadangan. Memudahkannya ketika harus bepergian jauh. Henri menatap wajah calon istrinya tanpa berkedip. Arini baru saja keramas. Ia mengurai rambutnya yang masih basah. Di mata Henri pemandangan wanita tanpa make up tebal adalah hal langka. Wanita akan tampak cantik jika alami tanpa riasan yang berlebihan. "Ada yang salah?" tanya Arini yang tampak salah tingkah dipangi oleh Henri sedemikian rupa. "Kamu cantik," jawab Henri singkat, tetapi mampu membuat Arini tersipu sekaligus bahagia. Arini segera ke dapur dan ingin membuatkan sarapan ala kadarnya untuk Henri. Sayangnya, kulkas di apartemen milik calon suaminya kosong. Ada sedikit rasa kecewa, tugas sebagai calon istri; membuatkan sarapan harus gagal. "Kita makan diluar aja. Sekalian kita ke rumah orang tua kamu." Henri yang paham dengan raut muka kecewa milik Arini mencoba menghibur sosok wanita yang sudah menempati hatinya itu. Arini mengerjab bingung dengan ucapan Henri. Jadi setelah sarapan mereka akan ke rumah bapak dan ibu. Lalu bagaimana dengan kedua orang tua Henri? Bukankah akan datang sore nanti? "Papa dan Mama sedang bersiap. Mereka menggunakan penerbangan pukul sebelas dari Jakarta. Jadi, siang paling lambat pukul dua sudah sampai di sini." Lagi dan lagi Henri seperti mengerti isi hati dan isi kepala Arini. "Baiklah, sebentar aku pakai bedak dahulu," kata Arini dengan d**a berdebar tidak menentu. Seharusnya Arini bahagia dengan keseriusan Henri. Akan tetapi, laki-laki itu belum pernah sekali pun menyatakan perasaannya pada wanita tinggi semampai itu. Arini sempat ragu dengan keputusannya, tetapi demi rencana balas dendamnya, ia tetap mendekati sosok Henri. Pukul sembilan pagi mereka keluar dari kamar apartemen milik Henri. Saat di lobby tanpa sengaja berpapasan dengan Reza. Mahasiswa yang dulu tergila-gila pada sosok Arini. Tidak ada rasa terkejut pada Arini. Wanita tinggi semampai itu justru menggandeng manja lengan Henri. Reza pagi ini harus mengantarkan beberapa tiket untuk pelanggan travel milik papanya. Tidak menyangka jika harus bertemu dengan sosok yang pernah mencuri hatinya itu. Ada rasa yang sulit dijelaskan. Sakit, tetapi tidak berdarah melihat pemandangan yang baru saja terjadi. Sepagi ini Arini keluar dari apartemen milik laki-laki. Reza tidak bodoh, pasti mereka menginap di tempat ini. Hatinya kembali merasakan sakit. Kemyataannya pengaruh Arini masih sangat kuat memenuhi hati dan pikirannya. Tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan untuk melupakan sosok wanita tinggi semampai itu. "Yang ... tadi bukannya Reza?" tanya Henri pada wanita yang sedang bergelanyut manja pada lengan kanan tangannya. "Iya ... biarkan saja." Arini malas menanggapi ucapan calon suaminya terlebih soal Reza. Bagi Arini sosok Reza tidak berguna untuk rencana balas dendamnya pada sosok Hadi. Reza tidak punya banyak kekuatan untuk menghancurkan mantan tunangannya itu. Uang--satu kata yang bisa memperlancar rencana Arini. Dengan uang semuanya pasti bisa dikendalikan dengan mudah termasuk menghancurkan bisnis milik Hadi. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD