“Apaaaaa, jadi aku sudah salah paham kepada Eva dan Ethan ” Liam tekejut dan juga menyesal setelah mendengar penjelasan dari Eva, Michael dan juga Noah.
“Eva, maafkan aku karena aku sudah salah paham kepadamu” Lirih Liam menunduk meminta maaf.
“Jangan meminta maaf kakak ini bukan salah-mu ini semua karena kesalahpahaman saja diantara kita, karena kesalahan pelayan itu mengantar Ethan kekamar yang salah.” Jawab Eva dengan nada yang lembut.
Ethan sangat mabuk, sehingga ia meminta pelayan pria untuk mengantarkannya kekamar, nomor kamar Ethan 1116 sedangkan nomor kamar Eva 1119, dan itu berseberangan dengan kamar Ethan , karena kesalahan pelayan itu yang melihat nomor kamar Ethan dari 1116 menjadi 1119 sehingga pelayan itu membuka pintu kamar yang salah dan akhirnya Ethan tidur dikamar Eva. Pelayan itu sudah meminta maaf kepada Ethan dan Eva atas kesalahannya yang tidak ia sengaja itu.
“Lalu dimana Ethan , kenapa aku tidak melihatnya dari tadi” Tanya Liam penasaran.
“Ethan sudah pergi kak, setelah pelayan itu meminta maaf dan menjelaskan semuanya, dia segera merapikan pakaiannya dan segera kebandara untuk kembali ke Indonesia” Jelas Michael.
“Dia meminta kami untuk menyapaikan maafnya kepada mu, Ethan sangat sedih dan tidak bermaksud untuk menyakiti hati-mu kak” Timpalnya.
“Ahhhh,,,, apa yang sudah kulakukan, seharusnya aku percaya ketika Eva mencoba untuk menjelaskannya tadi” Ucapnya penuh penyesalan.
“Ethan pasti sangat sedih sekali, dia orang yang paling dekat dengan ku tapi aku tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan kebenaran ini.”
“Sudahlah kakak, lebih baik kita sekarang istirahat, besok kita harus bangun pagi untuk kebandara.” Suruh Eva kepada mereka.
>> SKIP DI BANDARA SOETTA, JAKARTA
Setelah menempuh perjalan selama 27 jam dari Honolulu menggunakan pesawat, mereka ber-empat tiba di Bandara soetta di Jakarta, mereka pulang terpisah, Liam mengantar Eva pulang terlebih dahulu, sedangkan Michael dan Noah langsung pulang.
“Kami pulang” Teriak Noah menggema di ruang tamu “Kenapa rumah terlihat sangat sepi sekali kakak” Tanyanya pada Michael yang hanya di angguki oleh Michael.
“Mungkin mereka sudah pergi kekantor”
“Tapi, dimana ayah dan ibu mereka juga tak terlihat ada dirumah.” Tanya Noah.
“Mungkin mereka sedang ada urusan, sudahlah aku lelah, aku ingin istirahat” Michael berjalan menaiki tangga meninggalkan Noah yang masih celingak-celinguk seperti maling, matanya sibuk memindai ruangan mencari seseorang.
Beberapa saat kemudian pintu utama terbuka, menampakan ke-empat putra keluarga wijaya yang tingkat ketampannya hampir setara dengan para actor drakor yang terkenal. Liam masuk bersama dengan ke-tiga saudara nya tadi mereka bertemu dihalaman.
“Oh..ho kalian sudah pulang, kalian hanya ber-empat saja, dimana Ethan ?”
“Ethan pergi ke Sidney menggantikan Novan menangani proyek kita yang disana dan akan pulang minggu depan saat ulang tahun perusahaan.” Jawab Lucas .
“Sebenarnya aku tak masalah jika harus aku yang pergi ke Sidney, tapi Ethan malah memaksa untuk menggantikan-ku pergi kesana, sebenarnya ada apa dengan anak itu, dia terlihat agak aneh setelah pulang dari hawai.” Seru Novan. "Apa terjadi sesuatu disana saat kami tidak ada?" timpalnya.
“Apa Ethan marah kepadaku karena aku tidak mau mendengarkan penjelasannya kemaren, ahhh Liam kau memang kakak yang bodoh.” Batin Liam .
Mereka bertiga pun terlihat bingung untuk menjelaskan tentang kejadian yang menimpa Ethan dan Eva. " Ah tidak terjadi apapun kak" jawab Noah dengan wajah biasa-biasa saja meskipun sebenarnya hatinya sangat takut jika ia ketahuan berbohong.
Karena merasa lelah mereka akhirnya memilih untuk istirahat dikamar mereka sendiri-sendiri.
“Bagaimana, apakah rencana kita untuk minggu depan sudah siap ?” Tanya seorang pria dari balik sambungan telephone.
“Siap sudah tuan saya nyakin 100% rencana kita pasti berhasil tuan, tinggal kita atur dan jalankan saja minggu depan tuan.” Jawab seorang pria berpakaian serba hitam dari balik sambungan telephone-nya.
“WIJAYA Corp’s,,, hahahahahahaha,,, kalian pasti akan hancur ditangan ku, kalian telah berurusan dengan orang yang salah.” Suara seorang pria yang sangat ambisius.
Dikediaman ATMAJA, eva pulang dengan wajah malas membuat kakak iparnya sedikit merasa aneh dengan sikap adik iparnya itu. sangat tidak biasa eva bersikap diam seperti ini, karena eva adalah tipe gadis yang periang.
"Eva... kamu kenapa? apa ada masalah?"
"Tidak ada masalah apapun kak viona ku cantik jangan cemas, aku baik-baik saja"
Viona melihat wajah Eva dengan keprihatinan yang jelas tergambar di matanya. "Baiklah, kalau begitu. Tapi kamu tahu, kamu selalu bisa bercerita padaku jika ada sesuatu yang mengganggumu, kan?"
Eva mengangguk lemah. "Aku tahu, Kak. Terima kasih, tapi aku hanya butuh sedikit waktu untuk meresapi segalanya."
Viona mencoba tersenyum lembut. "Tentu saja, sayang. Aku di sini jika kamu butuh berbicara. Ingatlah itu."
Hari-hari berlalu, tetapi Eva masih terlihat terdiam dan tertutup. Viona memutuskan untuk memberi Eva ruang, sambil tetap memantau dari kejauhan. Suatu hari, ketika mereka duduk bersama di teras, Viona mencoba membuka pembicaraan lagi.
"Eva, apakah kamu yakin tidak ada yang mengganggumu? Aku khawatir."
Eva mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis. "Terima kasih, Kak. Aku hanya sedang berpikir banyak hal akhir-akhir ini. Tapi jangan khawatir, aku akan baik-baik saja."
Viona merasa lega mendengar itu, namun masih tetap prihatin. Ia berharap bahwa suatu hari Eva akan memilih untuk berbagi apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu, ia akan tetap mendukung dan memahami adik iparnya tersebut.
Ethan duduk di meja kerjanya, sepenuhnya tenggelam dalam tumpukan berkas yang menumpuk tinggi. Matanya fokus pada dokumen-dokumen yang tersebar di sekitarnya, mencoba mencari solusi untuk setiap masalah yang dihadapinya. Terkadang, ia merasa seperti tenggelam di dalam gunung Everesti yang terbuat dari kertas dan formulir.
Walaupun ia tahu bahwa ini adalah bagian dari tanggung jawabnya, tetapi terkadang beban kerja ini membuatnya merasa hampir tak terlihat. Ethan adalah orang yang penuh dedikasi terhadap pekerjaannya, dan ia tidak akan berhenti sampai setiap tugas selesai dengan baik.
Setelah menghabiskan berjam-jam di tengah tumpukan berkas, Ethan akhirnya menemukan penyelesaian untuk salah satu masalahnya. Ia merasa lega, tetapi tahu bahwa masih banyak pekerjaan yang menantinya.
Ethan merenung dalam-dalam, matanya menatap ke kosong. Suara-suara dari luar jendela kantornya terdengar jauh dan samar. Dia merasa penyesalan merayap perlahan di dalam dirinya.
"Seharusnya aku tidak perlu menawarkan diri untuk menggantikan Kak Novan untuk mengurus proyek ini," bisiknya pada dirinya sendiri. Dia menggigit bibirnya, merasa terdorong oleh keinginan untuk membuktikan dirinya, untuk menunjukkan bahwa dia bisa mengatasi tugas ini dengan baik.
Namun, seiring berjalannya waktu, beban dari proyek tersebut mulai terasa berat baginya. Tumpukan berkas, pertemuan-pertemuan, dan tanggung jawab yang terus bertambah membuatnya hampir tidak bisa bernapas. Seiring dengan itu, dia menyadari bahwa mungkin dia terlalu bersemangat, terlalu ingin membuktikan diri.
Ethan menghela nafas dalam-dalam. Dia tahu bahwa ini adalah tugas yang penting, dan dia akan mencoba yang terbaik. Namun, dalam hatinya, dia berharap agar dia bisa belajar untuk tidak selalu menaruh beban terlalu besar pada dirinya sendiri, dan untuk belajar mengenali batas kemampuannya.
Dengan tekad baru, Ethan kembali membenamkan diri dalam tumpukan berkas, kali ini dengan perasaan penyesalan yang berubah menjadi tekad untuk terus berusaha.