Amanda POV
Aku masih terpaku melihat ekspresi lembut pria itu yang jelas bukan untukku. Sudah 2 jam setelah dia mengunjungiku. Aku masih terpana akan wajah tampannya. Saat masih setengah melamun, wanita elegan dengan setelan jas dan rok span memasuki kamar. Dia tersenyum melihatku. “Hello Amanda.” Sapanya dan memelukku. Aku menatapnya kaget.
“Si..siapa?”
“Oh… maaf kelancanganku. Donna, sepupu Leo. Asisten sekretaris om Freddy.” Aku menatapnya bingung dengan kening berkerut. “Ups… sepertinya kamu belum tahu apa-apa. Baiklah. Aku akan menceritakan semuanya. Tetapi kamu harus mandi dulu. Aku akan menyiapkan baju untukmu.” Donna memaksaku menuju kamar mandi dan menutup pintu dengan senyum lebar. Aku melangkah menuju shower dan memilih merilekskan tubuhku. Setelah 30 menit, aku sudah duduk dibalkon dengan Donna dan secangkir teh.
“Om Freddy menghubungiku pagi ini bahwa kamu sudah di sini tetapi karena pekerjaan di kantor aku sulit mendatangimu cepat.” Senyumnya lembut. Aku merasa nyaman dengan Donna, dia keliatan baik.
“Kamu pasti pasti mengetahui keluarga Vinc bukan?” tanyanya.
Aku mengangguk. “Mereka bergerak dibidang property, real estate, perkapalan, dan banyak lagi.” Terangku.
“Right.” Kata Donna menghirup kopinya. “Pria tua menakutkan yang menjemputmu di rumah tadi pagi adalah pemilik generasi ke 5, Om Freddy Vinc dan yang akan kamu nikahi putera satu-satunya generasi ke 6, Leo Dominique Vinc…” Donna berhenti sejenak dan berbisik kepadaku, “Si bajingan.”
Aku menatapnya kaget. “Ba…ba..ji..” sebelum aku menyelesaikan kalimatku Donna menutup mulutku.
“Ini hanya rahasia diantara kita.” Donna tersenyum lebar. “Meski aku adalah sepupunya, tetapi aku tidak terlalu menyukainya.”
“Kenapa?”
“Engggg.” wajah Donna berubah kecut. “Arrogant.” Aku mengangguk dan memilih menyeruput teh milikku. Bukannya semua putera mahkota terkadang memiliki arrogant? “Kamu sudah bertemu dengannya bukan siang ini?”
Aku nyaris tersedak oleh teh milikku. “Ma..maksudmu?”
“Iya.. yang tadi siang datang menjengukmu disini. Dia adalah Leo.” Wajahku bersemu merah. Jadi pria tampan itu adalah calon suamiku. Hangat menyelimuti hatiku. “Oh…oh… No…. kamu sudah menyukainya?” goda Donna. Aku masih tersipu malu. Donna tersenyum lembut. “Syukurlah. Om tidak salah memilihmu. Kamu cantik dan memiliki pribadi yang baik. Meski Leo jahat terhadapmu, bertahanlah. Om dan aku pun akan berada disisimu.” Aku memandang bingung akan penyataan Donna. “Masih terlalu dini untukmu mengetahui seluruh cerita dibaliknya. Aku tidak ingin membebanimu.” Donna bangkit dan menepuk pundakku. “Apapun… jika kamu ingin menanyakan sesuatu. Datanglah kepadaku. Senang bertemu denganmu, Amanda.” Aku tersenyum lembut. Donna memelukku dan keluar dari kamar meninggalkanku sendirian. Aku melihat matahari yang perlahan tenggelam. Wajahku masih bersemu merah mengingat wajah Leo. Mungkinkah ini cinta pada pandangan pertama?
Esok harinya aku masih berada di dalam ruangan. Mendekati sore, seorang ibu berusia sekitar 50 tahunan masuk kedalam kamarku. Aku sudah bersiap untuk makan malam mengenakan dress dari Chanel. Dia mendekatiku dengan angkuh. Wajahnya keras. Aku berdiri tegak. Dia memutari tubuhku seperti menilaiku dari atas sampai bawah. Aku hanya mengikutinya dengan patuh.
“Good.” Kata dia kemudian. “Bersikaplah yang baik. Jangan mempermalukan keluarga ini.” Katanya lagi sinis. Aku hanya mengangguk pelan. Dia melangkah pergi dan kembali meninggalkan aku sendiri dengan pelayan yang membantu memakaikan dress.
“Siapa dia?” tanyaku kepada pelayan yang akan keluar kamar.
“Nyonya Clara. Ibu dari tuan muda Leo. Calon ibu mertua anda, Nona.” Jawabnya hormat dan membungkuk meminta ijin keluar kamar.
Ibu Leo? Sepertinya dia tidak terlalu menyukaiku. Aku menggeleng kuat. Aku tidak bisa membiarkan pikiran negatif menghantuiku. Aku berada disini karena ingin melindungi ayah dan ibuku. Selama aku bersikap baik, Freddy memenuhi janjinya akan melindungi keluargaku. Aku harus kuat demi mereka.
Pelayan memanggilku untuk menuju ruang makan. Di meja makan besar itu sudah duduk Freddy dan Clara. Freddy mengangguk melihatku dan kubalas dengan sopan. Aku duduk dihadapan Clara. Sementara Freddy ditengah. Aku tidak melihat Leo. Tak lama beberapa anggota keluarga lain yang tidak aku kenal menduduki kursi kosong.
“Dimana anak itu?” desis Freddy ke istrinya.
“Sabar sayang, tadi aku sudah menghubunginya dan dia sedang ada meeting.”
“Huh?” kata Freddy sinis. “Pasti dia bermain-main lagi! Dasar anak bodoh.” Wajah Clara menegang dan menatapku tajam. Aku hanya menunduk dan bermain dengan dressku. Setelah 10 menit kemudian Leo memasuki ruangan dan duduk di sebelahku. Dia tidak tersenyum sama sekali. Freddy menatapnya marah namun tidak mengatakan apa-apa.
TING! TING! TING!
Freddy membunyikan gelas untuk meminta perhatian. “Terima kasih sudah datang malam ini. Seperti yang sudah kalian ketahui, Amanda akan menjadi istri anak kami Leo dalam beberapa hari kedepan.” Tanganku mencengkram dressku keras. Ingin rasanya aku menangis. Leo seakan tidak peduli. Sikapnya sangat dingin terhadapku seakan aku tidak pernah ada disebelahnya. “Pernikahan akan di selenggarakan secara sederhana hari minggu ini.” Setelah itu Freddy kembali duduk dan kami memulai makan malam.
Sangat sulit menelan makanan namun aku tidak ingin membuat masalah. Tatapan Clara seakan ingin membunuhku. Pada akhirnya aku hanya memilih makanan lembut agar mudah aku telan. Sepanjang acara makan malam itu aku terdiam. Semua orang seakan mengabaikanku. Terlebih Leo hanya bermain dengan handphonenya.
Saat mencapai kamar aku sangat senang. Aku seperti terbebas. Segera kubuka dressku dan berdiri di bawah shower merilekskan tubuhku yang kaku. Aku kembali menangis, aku merindukan ayah dan ibuku. Lalu bagaimana mimpiku akan California? Aku menangis sekeras-kerasnya di bawah guyuran shower. Aku menangisi diriku. Aku sendirian.
Air mataku mengalir dengan deras. Disatu sisi aku paham jika keluargaku membutuhkan bantuanku, di sisi lain aku yang harus mengorbankan semuanya. Mereka tidak memiliki siapa-siapa lagi selain aku, puteri satu-satunya. Aku menghela napas panjang. Aku masih terlalu muda untuk beban ini. Semua mimpi manis yang aku inginkan dan kehidupan ideal yang aku rencanakan hancur sudah. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Aku menatap langit-langit pasrah. Keluarga ini begitu kaya raya dan memiliki kekuasaan yang tidak sembarang kalangan bisa memilikinya. Kenapa uang selalu bisa menyelesaikan semua masalah? Adakah cara lain selain menempel pada keluarga ini? Atau aku harus menerima dengan lapang d**a jika aku tidak berdaya?