EMPAT - Pernikahan Sederhana

1644 Words
Leo POV Makan malam itu sangat membosankan. Amanda benar-benar hanya seperti boneka. Tersenyum seperlunya dan memilih diam sepanjang jamuan makan malam. Dia sangat membosankan. Sarah menghubungiku di sela jamuan dan dengan senang hati aku membalas dengan semangat. Setelah jamuan aku pergi menggunakan Lamb*rghini milikku menuju penthouse yang baru kuberikan setahun lalu untuk Sarah. Sesampainya di pintu, Sarah sudah menyambutku dengan senyum lebar menggenakan lingerie hitam yang seksi membuatku sangat b*******h. Kami berpelukan erat dan Sarah sudah melingkarkan kakinya di pinggangku. Kami berciuman panas dan saling melumat. Sarah memiliki tinggi 175 cm, dia merupakan dewi pujaan saat masih kuliah dulu dan aku sangat beruntung mendapatkannya. Dia bekerja sebagai model. Ayah dan Ibunya tinggal di Jakarta dan bekerja sebagai agen property. Kuremas gemas dua miliknya yang ranum, dia baru saja mengimplannya beberapa bulan lalu. Sarah mengeluh dan membuka kemejaku terburu-buru beserta celana kainku. Aku membaringkan tubuhnya di ranjang yang sudah tidak mengenakan apapun. Tubuhnya yang seksi mengundangku. “Come on, Babe.” Di rentangkan pahanya lebar memperlihatkan kewanitaannya yang dicukur bersih. Aku tersenyum lebar. Aku begitu tergila-gila dengannya. Dia tahu benar apa yang aku inginkan. Kuarahkan kejantananku ke arah kewanitaannya. Sekali hentakan seluruhnya masuk dengan cepat, kami melenguh nikmat. Aku mendorongnya dengan cepat membuat Sarah berteriak gila. “Yes… harder!!!! F*CKKKKK!!!!!” rambut pirang sepinggangnya berantakan karena doronganku. Aku masih meremas erat kedua dadanya gemas. 20 menit kemudian aku menyemburkan seluruh benihku didalam kewanitaannya dan diikuti oleh puncak kenikmatanku yang keduanya. Aku terjatuh diatas tubuh Sarah. “I love you.” Kataku mencium keras Sarah. “Ehm… I love you too, Babe.” Tawanya. Kami memilih tidur berdampingan, kepala Sarah berada didadaku. “Bagaimana wanita b******k itu? Dia akan merebutmu.” Rajuknya. “Tidak akan. Kamu tahu bahwa cintaku hanya untukmu.” Kataku mengelus rambutnya lembut. “Yang aku dengar dia sangat cantik.” “Ya memang.” Kataku kemudian. “Tetapi tidak secantik dirimu.” Kuraih kepalanya dan kucium keras. Sarah duduk di antara kejantananku dan bermain dengannya membuatnya kembali mengeras. “Aku memintamu menghamiliku agar ayahmu setuju.” Katanya kemudian dan menggesek kepala kejantananku di area sensitifnya yang perlahan kembali mengeras. “Yah. Aku juga ingin. Tetapi riwayat kakek-kakekku terdahulu membuat kami sulit memiliki keturunan. Sudah dari awal bukan kita tidak menggunakan kontrasepsi.” Kataku sedih. Dokter mengatakan bahwa sesuatu salah dengan produksi spermaku. Itulah mengapa Ayahku menjalani vasektomi penuh disamping untuk mendukung ibuku yang juga tidak bisa mengandung lagi. Aku sangat ingin Sarah mengandung anakku bukan wanita lain. Dan Sarah mengerti keadaanku. Berbeda sebelumnya, saat aku tidur dari satu pelukan kepelukan lain, aku selalu mengenakan kondom. Sarah memasukkan kejantananku kedalam kewanitaannya dan menaik turunkan bokongnya yang seksi naik turun. Kami mengerang bersama. Sarah menaikkan temponya dengan cepat dan 10 menit kemudian aku kembali melepaskan benihku didalam tubuhnya untuk kesekian kali. “Oh… I love you so much.” Kuraih wajah Sarah dan menciumnya keras. Sarah memeluk leherku erat dan kami melanjutkan persetubuhan itu berulang kali. 4 hari kemudian. Acara pernikahanku diselenggarakan dengan sederhana. Selama 4 haripun aku tidak melihat Amanda. Aku tidak peduli padanya. Yang aku inginkan bukan dia. Saat di dalam gereja kuakui dia sangat cantik mengenakan dress putih rancangan Di*r. Aku bisa melihat jelas kulitnya yang mulus dan kakinya yang jenjang mengundangku. Wajahnya terlihat sedih, aku tidak perduli. Selama dia bukan menjadi penghalangku, aku tidak mempermasalahkannya. Kami mengucapkan janji itu dan saling memasangkan cincin. Saat melingkarkan cincin di tanganku, airmatanya jatuh. Hatiku terenyuh sesaat tetapi kembali bayangan Sarah memenuhiku. Harusnya Sarah yang berada di posisinya. Karena kemarahanku kucium bibirnya dengan kasar saat kami di legalkan menjadi suami istri. Amanda meringis dan mencoba mendorong dadaku. Aku melepaskannya dan melihat sudut bibirnya berdarah. Amanda menatapku marah namun kuabaikan. Kami menyelenggarakan makan malam sederhana di halaman belakang mansion ayahku. Amanda sudah berganti dengan dress rancangan D*lce & Gabb*na. Dia hanya diam dan sesekali tersenyum. Ayahku meminta kami untuk tinggal di mansion dalam satu bulan ini sebelum mansion kami selesai di bangun yang pengerjaannya sudah mencapai 95%. Amanda memilih menuju kamar kami terlebih dahulu, wajahnya keliatan lelah. Aku masih memilih mengobrol dengan beberapa temanku. “Yo… bini kamu cakep bener.” Kata Hendry. Aku hanya tersenyum sinis dan meminum champagne milikku. “Gilak. Usianya masih 16 bukan? Bokap kamu bener-bener menyongok pemerintah. Tubuhnya begitu seksi.” Tambah Victor. “Dia tidak semuda itu.” Kilahku. “Usia sebenarnya?” lanjut Hendry. “Bulan depan 19 tahun.” Jawabku. “Informasi yang aku peroleh tidak seperti itu.” “Aku juga tidak mengerti mengapa keluarganya lambat dalam mendaftarkannya kelahirannya.” Terangku. “Hey! Itu bukan masalah, Bro!” potong Troy. “Malam pertamamu pasti sangat menggairahkan. Yuhuuuuuuuu.” Troy bersorak menggodaku dan di ikuti candaan Hendry dan Victor. Aku masih terdiam dan hanya tersenyum kecil. Ah… aku merindukan Sarah. “Hey. Lalu bagaimana dengan Sarah?” kata Victor. “Aku akan menikahinya.” Kataku mantap. Troy, Victor dan Hendry terdiam. “You know bro… menurut kami Amanda jauh lebih baik dari Sarah.” Kata Hendry kemudian di ikuti anggukan Troy dan Victor. Aku menatap mereka tajam, “Aku akan tetap menikahinya.” Troy mengangkat bahu menyerah, “Amanda pasti akan sangat sedih jika mengetahui bahwa dia hanya boneka.” “Kami menganggapmu sebagai saudara. Kita sudah bersahabat bahkan saat kita bayi. Sarah bukan cewek yang baik, Bro.” kata Victor. Aku menggenggam gelasku keras dan menetap mereka tajam. “Cukup.” Desisku. “Sarah adalah yang terbaik.” Aku tidak mengerti mengapa mereka tidak menyukai Sarah. Ku letakkan gelasku dengan marah dan memilih mengikuti Amanda menuju ruangan kamar kami untuk beristirahat. Saat aku membuka kamar aku bisa mencium bau parfumnya yang lembut. Aku melihat sekeliling dan mendapati Amanda memandang keluar melalui balkon kami dengan menggenakan dress lingerie berwarna putih. Rambut cokelatnya terurai dengan indah. Kaki jenjangnya terpampang jelas. Amanda masih bertopang dagu. Wajahnya sangat sedih. Aku melangkah menuju kamar mandi dan kembali mencium aroma sabun Amanda. Aku harus terbiasa dengan ini. Aromanya seakan membuatku rilex. Aku membasahi tubuhku dengan guyuran shower hangat. 15 menit kemudian aku keluar dengan handuk hanya melilit rendah di pinggangku. Amanda masih di posisi yang sama. Dia tidak menyadari kehadiranku. Dari belakang tubuhnya sangat seksi, bokongnya padat dan berisi, pinggangnya kecil. Dia pasti akan bisa menjadi model sukses jika dia ingin. “Ehem.” Aku berdehem. Amanda melonjak kaget dan menoleh kebelakang, kearahku. Wajahnya syok. Matanya melihat dadaku yang masih basah. Pipinya merona dan menunduk cepat. Dia tidak menggunakan make up. Kecantikkan naturalnya sangat menggoda. Namun aku masih bisa melihat bibirnya yang terluka karena ciuman kerasku sebelumnya. Kuhampiri dirinya yang masih menunduk dan mengangkat wajahnya. Mata kami saling bertatapan. Aku bisa merasakan birahi disana membuat juniorku seakan mulai bangkit. Amanda memalingkan wajahnya malu. “Pa…pakai bajumu. Nanti kamu masuk angin.” “Tidak perlu.” Jawabku singkat. “Ke... kenapa?” tanyanya lagi dengan mata membulat. Ekspresinya sangat lucu, ingin kucium keras lagi bibirnya yang menggoda dan lembab. “Kamu lupa tugasmu?” tanyaku berat. Wajahnya bingung menatapku. Aku melirik king bed kami. Wajah Amanda berubah merah. Dengan tak sabar aku sudah mengendongnya di bahuku dan menghempaskannya keatas tempat tidur. Amanda memekik kaget. Tanpa membuang waktu aku membuka lingerienya cepat dan meninggalkan celana dalamnya. Amanda berusaha menghentikanku tetapi aku terus mencium lehernya yang jenjang. Amanda meleguh. Aku sudah berada di antara pahanya. Kulitnya sangat lembut berbeda dengan kulit Sarah. WAIT….WHAT!? Kenapa aku membandingkan mereka? Tentu saja Sarah yang terbaik. Dengan marah kurobek celana dalamnya. “WAIT!” pekik Amanda. Wajahnya memerah dan menutup kewanitaannya dengan tangannya. “Ijinkan aku bertanya.” “Apa?” tanyaku tak sabar. “Apakah kamu akan mencintaiku?” tanyanya polos. Aku tertawa terbahak-bahak. “Berani sekali kamu.” Kataku di sela tawaku. “Dengar…” aku berbicara tajam dan hanya berjarak 5 cm dari wajahnya. “Aku mencintai wanita lain dan dialah yang akan kunikahi. Kamu hanya pemuas ranjangku. Jangan pernah berpikir kamu akan mendapat tempat di hatiku. Kamu hanya wanita yang aku butuhkan untuk penyaluran napsuku…di manapun dan kapanpun.” PLAAAAK! Sebuah tamparan mendarat di wajahku. Ini pertama kalinya seseorang menampar wajahku. Aku sangat marah. Kutatap wajah Amanda yang kini menangis. Dia berusaha mendorong tubuhku tetapi aku masih menindihnya. Kuraih tangannya dan kuarahkan kekepala ranjang dan mengikatnya disana. Amanda masih menangis berontak. Aku sangat kecewa dia berani melawan bahkan menamparku. Aku harus mendisiplinkannya. Kubuka pahanya dan memperlihatkan kewanitaannya yang merah. Kuarahkan kejantananku yang sudah mengeras. Sekali hentakan seluruhnya masuk. Sangat sempit. Amanda memekik nyeri. Airmatanya semakin deras mengalir. Dia masih perawan, ada sedikit kebanggaan di dadaku mengetahuinya. Aku menoleh kebawah dan melihat ada bercak noda merah saat akan menarik milikku. Kewanitaannya begitu hangat dan sempit, memeluk kejantananku erat. Aku sudah seperti akan meledak didalam sana. Aku berhenti sebentar menikmati sensasi pijatan otot kewanitaannya. Oh… aku akan menyukai ini. Kumaju mundurkan cepat. Amanda masih memekik nyeri. Matanya yang sendu memohon kepadaku tetapi kuabaikan. Baru kali ini aku merasa sangat posesif, aku menggenggam keras pinggang Amanda seakan dia bisa lari kapan saja. Aku tidak rela ini berakhir, aku meleguh dengan nikmat. Setiap gesekannya membuatku terbuai dan mendesah. Aku berusaha keras agar aku tidak mencapai o*****e dengan cepat, aku ingin menikmatinya pelan-pelan. Aku terus berkonsentrasi menikmatinya. Setelah 15 menit kemudian aku melepaskan seluruh benihku di dalam kewanitaan Amanda. Aku mengerang sangat puas seakan ini pertama kalinya aku melakukan s*x setelah sekian lamanya. Aku terjatuh di atas tubuh gemetar Amanda. Isak Amanda masih terus terdengar. Aku membuka ikatan tangannya dari kepala ranjang kami tetapi terus mengikat kedua tangannya. Amanda tidak bergerak, hanya terus menangis. Good… dia adalah gadis yang penurut. Aku berpikir dia akan berteriak keras. Tubuhnya meringkuk takut dan menjauh dariku. Aku melirik punggungnya yang masih bergetar. Inilah seharusnya yang terjadi, aku tidak ingin repot memikirkan perasaannya. Sekali lagi, dia menikahiku karena uang. Anggap saja ini bisnis. Dia menjual tubuhnya dan aku sebagai pembeli menikmatinya dengan puas. Kemudian aku tertidur lelap dengan senyuman kemenangan dan membiarkan Amanda dengan isak kecilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD