DELAPAN - Sikap Tak Biasa

1056 Words
Leo POV  Ini tahun kedua pernikahanku dengan Amanda. Aku mulai terbiasa dengan kehadirannya. Hari ini Sarah memaksaku untuk ikut menuju mansionku dan Amanda. Tentu saja aku memperbolehkannya, Sarah dan aku akan menempatinya nanti setelah aku berhasil menceraikan Amanda. Sarah menciumku penuh hasrat saat kami mencapai pintu depan. Kubuka dengan tergesa-gesa. “Dimana kamar utamamu, babe?” Aku menggendong Sarah bridal style dan membuka kamar utama kami. Sarah takjub melihat isinya dan mencium bibirku senang. Tangannya mulai membuka kemejaku dan mengelus kejantananku dari balik celana. Kuremas dadanya dan mencium lehernya yang jenjang. Sarah sudah berhasil membuka kemeja dan celana kainku. Aku hanya tinggal mengenakan celana dalam. Kubuka sekali hentakan dress mininya dan memperlihatkan bra dan celana dalam hitamnya yang seksi. Kuremas keras tanda gemas pada kedua puncak miliknya yang menantang dihadapanku. Sarah mencium wajahku, “I love you.” Katanya. “I love you too, babe.” Aku menyelipkan jariku kedalam celana dalamnya. Kewanitaannya sudah basah dan mengundangku. Sarah membantuku membuka bra dan celana dalamnya kemudian menarik lepas celana dalamku. Kami sama-sama dalam keadaan telanjang. Sarah menggenggam kejantananku dan memasukkan kedalam mulutnya. Aku mengerang keras. Sarah tahu pasti apa yang aku inginkan. Aku sudah nyaris meledak di mulutnya namun segera kutahan, kuraih kedua kaki Sarah dan membuatnya menungging. Kumasukkan dari belakang dengan keras. Sarah dan aku meleguh. Terus kutingkatkan tempoku. Saat mencapai puncak, segera kukeluarkan kejantananku dan mengeluarkan benihku di punggung Sarah. Aku tertidur lelah dengan napas terengah-engah. Sarah menatapku cemberut. “Kamu mengeluarkannya di luar lagi.” Aku menatapnya bingung, “Maksudmu?” “Sudah 6 bulan ini kamu tidak pernah mengeluarkan di dalam tubuhku.” “Oh ya?” aku menatapnya bingung. Aku tidak menyadari hal itu. Aku hanya merasa nyaman mengeluarkan benihku hanya di dalam tubuh Amanda sekarang. Entahlah. “Itu hanya spontanitas sayang,” kukecup bibir Sarah untuk mengalihkan pikirannya. Sarah membalas ciumanku. Aku bangkit berdiri dan menuju kamar mandi membersihkan diri. Malam harinya aku pulang setelah mengantar Sarah. Amanda sudah menyiapkan makan malam. Namun dimana dia? “Bi… dimana istri saya?” tanyaku kemudian. “Nyonya sedang di ruang baca.” “Dia tidak makan?” “Beliau sudah makan.” Aku mengerutkan kening. Amanda tidak pernah makan duluan, dia selalu menungguku pulang. Aku melangkah menuju kamar dan membersihkan diri. Saat aku selesai mandi, aku menyantap makan malamku dan menuju kamar. Amanda belum juga balik namun aku memilih mengabaikannya. Mendekati jam 12 Amanda baru memasuki kamar kami. Dengan langkah pelan dia menaiki tempat tidur dan tidur menjauh dariku. Aku hanya diam menunggu reaksinya. Dia tidak bergerak sama sekali. Aku mendekatinya dan memeluk tubuhnya dari belakang. Amanda masih tidak bergeming. Kukecup lehernya dan mulai meraba payudaranya. Biasanya dia akan mengerang namun beberapa saat Amanda masih diam. Kususupkan tanganku kedalam celana dalamnya. Amanda menghentikkanku. “Aku tidak enak badan.” Katanya singkat dan menarik tanganku keluar dari celana dalamnya. “Oh… oke.” jawabku. Aku merasa sangat kikuk. Amanda masih memunggungiku. Dia tidak merespon sama sekali. Akhirnya aku tertidur dengan posisi masih memeluk tubuhnya. Pagi harinya Amanda sudah tidak berada di tempat tidur namun waffle dan kopi sudah terhidang tak jauh dari tempat tidur. Aku tersenyum melihatnya. Kulangkahkan kaki untuk bersiap ke kantor. Dimana Amanda? Biasanya dia akan membantu memasangkan dasi. Aku melangkah turun dan mendapati meja makan yang juga kosong. “Dimana istri saya?” tanyaku kepada salah satu pelayan. “Nyonya sudah berangkat kerumah ayah anda, Tuan.” Amanda pergi tanpa ijin? Ini pertama kalinya, Amanda selalu mematuhiku dan memberikan pemberitahuan kapanpun. Aku berangkat menuju kantor dan memilih mengabaikan sikap Amanda. Namun ternyata hal yang salah mengabaikan sikap Amanda. 5 hari dia melakukan hal yang sama, aku tidak bisa melakukan s*ks dengannya dalam kurun itu. Amanda tidak pernah lagi makan malam bersamaku. Jika kalau bukan dia pulang terlambat dari rumah ayahku, maka dia ada di ruang baca. Alasannya pun sama saat aku sedang h***y, dia sedang lelah atau sakit. Di pagi haripun dia sudah menghilang setelah menghidangkan waffle. Bahkan aku sengaja tidak tidur di penthouse bersama Sarah di Kamis dan Jumat hanya karena ingin menanyakan sikap anehnya belakang ini. Amanda baru memasuki kamar kami melewati jam 12 malam. Kuhidupkan lampu segera. Wajahnya terkejut seketika namun memilih bersikap cuek kembali. Dia menuju tempat tidur dan bersikap seolah-olah tidak ada masalah. “Ada apa denganmu belakang ini?” aku yang duduk disofa menatapnya tajam. Amanda yang mulai menarik selimut hanya menjawabku pendek, “Apa maksudmu? Tidurlah. Ini sudah malam.” “AMANDA!!!!” Marahku. Amanda masih tidak bergeming, dia pura-pura tertidur. Kudekati dirinya dan menarik selimut dari tubuhnya. Kupaksa bangun tubuhnya. Kuraih lengannya dan kucengkram keras. Wajahnya syok dan menatapku tajam, dia masih tidak mengatakan apapun. “Jangan pura-pura bodoh.” Desisku. “Kamu berubah akhir-akhir ini. Kamu menghindariku.” “Kamu hanya lelah, Leo. Tidurlah.” Jawabnya dingin dan berusaha melepaskan cengkramanku di lengannya. Aku semakin mempererat cengkramanku. Aku tahu dia kesakitan tetapi dia tidak mengatakan apapun. Hatiku terluka dia bahkan tidak memohon. Wajahnya masih dingin. Akhirnya kulepaskan cengkramanku. “Buka bajumu!” kataku kemudian. Amanda masih menatapku tajam. “Kamu seharusnya tidak disini malam ini!” “Ini adalah rumahku dan kapanpun aku inginkan, aku bisa memerintahnya sesukaku.” “Aku tidak ingin melayanimu. Aku sedang lelah.” Amanda kembali ingin tidur tetapi kutahan. “Buka baju kataku!!!” kali ini lebih keras, Amanda berusaha bangkit dan menghindariku. “Kamu lupa tugasmu?! Aku sudah membelimu karena pinjaman orangtuamu.” Amanda berbalik karena cengkramanku pada tangannya. Wajahnya terluka namun kembali menatapku tajam, “Jika kamu memang membeliku, mari memperjelas ini.” Amanda menarik napas panjang. “Ini bukan waktuku melayanimu. Tugasku hanya dari senin hingga rabu bukan? Selain hari itu, wanita yang kamu cintai yang akan melakukannya.” Jawabnya sinis. Dia menghempaskan tanganku keras. Aku menatapnya kaget. “Apa maksudmu?” “Jangan pura-pura bodoh, Leo. Seharusnya kamu di penthouse bersama Sarah hari ini. Sekarang tinggalkan aku sendiri. Kamu tidak membayarku untuk hari ini.” Amanda berbalik dan meninggalkanku sendirian dikamar sambil membanting pintu. Tanganku terkepal keras, berani sekali dia merendahkan Sarah dan membandingkan dirinya dengan wanita yang kucintai. Aku menyusulnya segera. Amanda sedang berada di dapur meminum segelas air. “Okeh jika itu maumu.” Aku berada di hadapannya. “Tidak masalah bukan kalau Sarah tinggal di sini dan kamu di tempat lain. Toh aku akan menikahi sarah. Cepat atau lambat dia akan menjadi nyonya rumah ini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD