Bab XV. Hari Pernikahan Sissy

706 Words
Sissy tampak cantik mengenakan gaun putih dan Dicky juga tampan mengenakan jas putih. Yuri tak kalah cantik dengan gaun pink yang senada dengan bridemaid dan bridegroom yang lain. Dia mengirim fotonya dengan gaun pink dan riasan yang menambah kecantikkan dan keanggunannya. "Wah, cantik banget, dengan emoji hati. Saya jadi ingin datangin kamu sekarang dan bawa kamu pulang". "Kamu... ada-ada aja, aku mau ke acara pemberkatan dulu nih, udah dulu ya". "Iya", dengan tambahan emoji kiss. Pemberkatan berjalan dengan lancar dan akan dilanjutkan ke acara resepsi nanti malam. Para keluarga makan siang bersama dan touch up untuk acara nanti malam. Pengantin pun memakai gaun pengganti. Saat acara foto-foto, handphone Yuri berada di dalam tas sehingga ia tak mendengar panggilan dari Ryu. Di acara tersebut, Yuri bertemu teman-teman sewaktu sekolah. Mereka saling bertanya kabar, bercerita, mengobrol, jadi Yuri belum mengecek handphonenya. "Mana Pak Yoga ya, tidak kelihatan?" tanya salah seorang teman Yuri. "Iya, beliau belum datang, padahal aku pengen ketemu beliau", jawab teman yang lain". "Secara beliau kan guru populer dulu di sekolah, badannya itu lho atletis, sekarang gimana ya setelah 15 tahun?" sahut teman yang lain. Tetapi saat acara berakhir Pak Yoga tidak muncul. Yuri merasa bersyukur Pak Yoga tak datang karena ia memang tak mau tahu lagi tentang kabarnya apalagi bertemu dengannya. Selesai acara, Yuri dan yang lainnya kembali ke bridal. Dan saat Yuri sedang berganti pakaian, handphone Yuri yang diletakkan di kursi berbunyi tapi Melisa yang melihat panggilan itu. "Hah, Ryu sayang, seenaknya saja dia manggil sayang ke Ryu". Melisa mengangkat telepon dari Ryu itu. Karena Ryu terburu-buru karena sudah mau naik pesawat ia hanya mengucap maaf saya harus terbang ke Singapura sekarang, mama kritis tanpa mendengar suara Yuri. Melisa yang mendengar itu hanya terdiam dan meletakkan kembali handphone Yuri tapi ia tak memberitahu kabar tersebut ke Yuri. Iya sore itu Ryu mendapat kabar bahwa mamanya kritis di rumah sakit. Jadi Ryu langsung mengurus keberangkatannya ke Singapura. Selesai berganti pakaian Yuri melihat handphonenya dan ingin menelepon Ryu untuk menjemputnya. Yuri melihat ada panggilan masuk belum lama dari Ryu ke handphonenya tapi ia tidak merasa mengangkat telepon itu. Lalu ia menghubungi Ryu kembali tapi berkali-kali tidak diangkat oleh Ryu. Yuri hampir putus asa, ia takut terjadi sesuatu dengan Ryu. Saat itu Yuri sendiri, semua orang sudah pulang, jadi Yuri memutuskan untuk ke kost Ryu terlebih dahulu. Ia memanggil taksi dan sesampainya di sana waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam pintu gerbang sudah dikunci, ia tak dapat masuk. Akhirnya Yuri memutuskan pulang ke apartemen mungkin Ryu ada di sana. Yuri menaiki taksi yang tadi dan sampai di apartemen. Yuri tak menemukan Ryu, Yuri masih terus mencoba menghubungi Ryu tapi masih belum ada jawaban. Disini Yuri merasa sedih, ia menangis. Ia takut kejadian dulu terulang lagi. Orang yang ia sayang pergi menghilang begitu saja tanpa kabar. Yuri menangis sesegukan, padahal Ryu janji gak akan seperti itu, kenapa, aku salah apa, Yuri menangis sampai kelelahan dan tertidur di sofa. Sementara itu di Singapura, pesawat yang ditumpangi Ryu baru saja mendarat. Ryu langsung mencari taksi menuju rumah sakit. Ryu sampai di rumah sakit dan menemui mamanya yang berada di ruang ICU. "Ma.., ma.., Ryu datang ma, Mama harus bangun", Ryu memegang tangan mamanya sambil menangis. "Mama, jangan tinggalin Ryu. Ryu sayang mama". Yoga yang berada disana mencoba menenangkan Ryu. "Ryu, kamu harus kuat, dokter bilang sudah tidak ada harapan. Kita hanya perlu menemaninya di saat terakhir". "Tidak, tidak mungkin, mama bangun ma". Sejenak Selly membuka matanya dan dengan suara pelan memanggil Ryu. "Ryu, kamu datang Nak, maafin mama Ryu mama gak bisa menemui pacar kamu, mama janji akan melihat kamu dari surga, kamu harus bahagia, Nak", Selly meneteskan air mata dan memanggil Yoga. Selly meminta Yoga untuk menjaga Ryu selalu. "Pasti, Sel, kamu bisa pergi dengan tenang, aku pasti jaga Ryu untuk kamu". Dan mesin pemompa jantung berubah menjadi garis tanda Selly sudah meninggalkan dunia untuk selamanya. Ryu menangis histeris dan memeluk mamanya. Hingga dokter datang dan mengumumkan kematian mamanya. Ryu tampak lemas pandangan matanya hanya mengarah ke jenazah mamanya yang di bawa ke kamar mayat untuk dimandikan. Yoga mendekatinya dan menyuruhnya beristirahat tapi Ryu tak menghiraukan. Ia duduk sepanjang malam di luar kamar mayat. Sedang Yuri yang tertidur di sofa pun bermimpi. Semua kenangan masa lalunya bersama Yoga muncul.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD