Yuri menceritakan apa yang sudah ia dan Yoga lakukan kepada Sissy hari itu. Yuri merasa takut bila orangtuanya tahu kalau anaknya tidak bisa menahan diri dengan baik. Ia juga takut Yoga akan berubah setelah kejadian itu.
"Sis, aku ingin cerita sesuatu, tapi ini harus jadi rahasia untuk kita berdua saja, kamu tidak boleh menceritakan ke orang lain", pinta Yuri sambil memegang tangan Sissy.
"Iya, aku akan pegang rahasia kamu, memang ada apa Yur?" Sissy heran tak biasanya Yuri seperti ini.
"Janji ya, Sis".
"Iya, aku janji".
"Hari itu pas kalian pergi, Pak Yoga mengantarku pulang dan karena hujan deras aku memintanya menunggu sampai hujan reda".
"O, berarti kamu sudah mengenalkan Pak Yoga ke om dan tante".
"Gak gitu Sis, hari itu.....papa mamaku gak ada di rumah".
"Lalu apa yang terjadi Yur, jangan bilang kamu.... " Sissy memasang wajah serius.
"Saat itu kami sama-sama b*******h. Kami tak dapat menahan hasrat, Sis".
"Kalian melakukan hubungan intim, Yur".
Yuri mengangguk dan air matanya membasahi pipi. "
"Seharusnya kamu tidak melakukannya, Yur tapi kalau sudah terjadi...", Sissy memeluk Yuri yang menangis.
"Bagaimana dengan Pak Yoga apa yang dia katakan ke kamu Yur?"
"Dia bilang dia mencintai aku dan akan menikahi aku bila aku sudah cukup umur. Aku percaya Sis, Pak Yoga pria baik gak mungkin dia meninggalkan aku", Yuri meyakinkan dirinya sendiri.
"Aku pasti cari dia dan bikin perhitungan kalau dia berani meninggalkan kamu, Yur".
"Makasih, Sis. Aku agak sedikit lega setelah menceritakan hal ini".
"Itulah gunanya sahabat Yur, kita harus berbagi suka dan duka".
Yuri kembali memeluk Sissy.
Hal yang ditakutkan Yuri tidak terjadi, Yoga malah tambah perhatian kepadanya dan sering mengajaknya keluar.
Saat di motor pun Yoga meminta Yuri untuk memeluk pinggangnya dan Yoga meminta Yuri untuk memanggil namanya saja.
"Panggil Yoga saja Yur bila kita jalan berdua, masa kamu panggil bapak terus. Aku juga kan masih cukup muda baru 25 tahun".
"Iya Pak, uuuppppsss maksud aku Yoga", sambil tersenyum bahagia.
Yoga membelai rambut Yuri, "Kamu tuh... "
Dua bulan hubungan mereka begitu hangat meskipun Yuri belum memberitahu orangtuanya, Yuri bahagia. Sampai suatu hari kebahagiaan itu, mendadak sirna tanpa kabar apapun, Yoga menghilang. Yoga meninggalkan Yuri disaat Yuri benar-benar sudah percaya Yoga mencintainya dengan tulus.
Saat pelajaran olahraga di kelas Yuri hari itu kepala sekolah memperkenalkan guru olahraga baru menggantikan Pak Yoga.
"Pagi, anak-anak, Saya guru olahraga baru kalian, perkenalkan saya....... "
Yuri seketika itu terdiam pikirannya kacau, Apa maksudnya ini lalu kemana Yoga, Kenapa dia tidak bilang kalau dia resign, Ada apa ini", berjuta tanya langsung memenuhi hati Yuri tapi karena pelajaran masih berlangsung, Yuri tak dapat berbuat apapun. Sepanjang hari itu, Yuri tidak fokus dengan pelajarannya karena ingin cepat menemui Yoga.
Yuri menelepon Yoga berkali-kali saat jam istirahat tapi tak diangkat. Yuri gelisah.
"Sis, apa terjadi sesuatu sama Pak Yoga? Dia tak bilang apapun ke aku, hubungan kami juga baik sampai kemarin. Kenapa Sis tiba-tiba Yoga pergi?" Yuri hampir tak dapat menahan tangisnya saat jam istirahat di taman.
"Tenang, Yur pasti nanti Pak Yoga memberi kabar ke kamu, mungkin dia ada urusan mendesak jadi belum menelepon kamu".
Yuri tidak mampu berpikir jernih di pikirannya saat itu hanya ingin segera menemui Yoga.
Selepas pulang sekolah Yuri ditemanin Sissy pergi ke tempat kost Pak Yoga. Sesampai disana mereka bertanya ke pemilik kost tentang Pak Yoga namun pemilik itu mengatakan kalau tadi subuh Pak Yoga sudah berpamitan dengannya, dia membawa barang-barangnya, dia bilang mau ke luar kota dan menetap di sana.
Yuri yang mendengar itu langsung lemas, Yuri tak mampu berbicara sepatah kata, ia terdiam. Sissy berusaha menyemangati Yuri.
"Yur, kamu jangan seperti ini. Dia baru pergi tadi subuh mungkin nanti atau besok dia akan mengabari kamu. Kamu harus yakin, Yur. Kamu sendiri yang bilang kan Pak Yoga benar-benar mencintaimu. Dia gak akan meninggalkan kamu".
Mereka pun pulang ke rumah. Sissy mengantar Yuri yang diam sepanjang perjalanan. Yuri terus memegang dan memandangi handphonenya.
Satu hari, dua hari bahkan seminggu berlalu tidak ada kabar dari Yoga. Yuri pun sampai jatuh sakit. Papa mama Yuri juga bingung dengan putri mereka yang seminggu terakhir ini menjadi pendiam. Tapi Yuri tak menceritakan apapun ke mereka dia hanya bilang kelelahan saja.
Seminggu kemudian, kantor papanya memindahtugaskan dia ke Jepang dan mereka pun bersiap pindah ke Jepang.
"Yur, kantor Papa memindahtugaskan Papa ke Jepang. Jadi minggu ini kamu harus berbenah".
Yuri yang saat itu merasa hancur ditinggal Yoga berpikir kalau ini cara Tuhan agar ia dapat melupakan Yoga. Dengan pergi meninggalkan semua kenangan di tempat ini, di kamar ini. "Iya ini pilihan terbaik", gumam Yuri.
Sissy yang mendengar kabar bahwa Yuri akan pindah ke Jepang merasa sedih harus jauh darinya.
"Yur, aku pasti kangen kamu, kamu harus selalu kabarin aku keadaan kamu disana. Kita tetap berteman kan. Jangan lupain aku".
"Pasti, Sis, aku tuh udah anggap kamu sahabat terbaik aku gak mungkin aku lupain kamu. Kita masih bisa saling teleponan dan memberi kabar".
Mereka berpelukan erat. Mereka pun sudah tak membahas tentang Yoga karena Sissy tahu sebenarnya Yuri masih terluka dengan Yoga.
Yuri akhirnya terbang meninggalkan segala kenangannya bersama Yoga dan
menetap di Jepang selama 15 tahun.