Kembali ke apartemen dimana Yuri tertidur di sofa dan ia menyigau memanggil nama Ryu, setetes air membasahi pipi Yuri. Yuri terbangun dari tidurnya, ia merasa kepalanya teramat berat, badannya juga panas. Tapi Yuri malah mencari handphonenya, ia masih berharap ada kabar dari Ryu namun tidak ada. Yuri ingin menelepon Sissy, tapi tidak mungkin ia menganggu malam pernikahan sahabatnya hanya karena dirinya. Akhirnya Yuri hanya bisa menahan kesedihannya sendiri dalam diam dan tanpa sadar ia tertidur lagi karena kelelahan sementara handphonenya kehabisan daya.
Di Singapura, Yoga dan Ryu sudah selesai mengurus keberangkatan jenazah Selly untuk dimakamkan di Indonesia. Berita duka meninggalnya Selly juga sudah tersebar di kalangan keluarga, kolega, teman sekampus Ryu dan teman sekolah Yuri termasuk Dicky.
Rencananya jenazah akan di semayamkan di rumah duka terlebih dahulu baru dimakamkan.
Saat tiba di Indonesia dan menunggu proses penurunan peti jenazah untuk di bawa ke rumah duka, Ryu menelepon Yuri tapi panggilan tak bisa masuk karena saat itu handphone Yuri sudah mati. Ryu pun hanya mengirim chat mengenai kabar bahwa ibunya telah meninggal dunia. Ia sedang menuju rumah duka dan berharap Yuri bisa menemaninya.
Di tempat lain, Dicky baru saja bangun setelah menghabiskan malam pernikahannya. Dicky meraih handphonenya dan melihat banyak ucapan berbelasungkawa di group sekolahnya.
Istri Pak Yoga meninggal tadi malam. Dicky langsung membangunkan Sissy yang masih tertidur.
"Ada apa d**k, kamu mau nambah lagi?"
"Mau banget, Sis" sambil mengecup bibir Sissy tapi ini aku baru dapat kabar di group kalau istri Pak Yoga meninggal tadi malam.
"Hah...", Sissy langsung terkejut.
"Apa Yuri sudah tahu ya?", gumam Sissy.
Sissy lalu mengambil handphonenya dan menghubungi Yuri tapi tak masuk.
"Ada apa ya dengan Yuri? d**k, kita harus pergi ke rumah duka nanti tapi aku akan ke apartemen Yuri dulu. Perasaan aku gak enak".
"Iya, aku juga ikut".
Mereka beranjak dari tempat tidur dan bersiap-siap.
Sesampainya di apartemen Yuri, Sissy membunyikan bel tapi tidak ada yang membuka pintu. Sissy menelepon juga belum bisa masuk. Sissy jadi khawatir dan terus membunyikan bel sambil memanggil nama Yuri.
Yuripun terbangun karena suara bel dan samar-samar mendengar suara Sissy. Meskipun dengan tubuh yang agak lemah ia berjalan menghampiri pintu.
"Yuri, kamu kenapa?" Sissy langsung memegang Yuri yang tampak berantakan.
"Kamu demam Yur, kamu panas banget, ayuk kita duduk dulu. Aku akan buatkan teh dan bubur. Kamu harus minum obat. Kamu kenapa bisa sakit. Kenapa kamu gak menelepon aku. Kenapa teleponku juga gak kamu angkat".
"Aduh, Sis, kamu nanya banyak banget, gimana aku mau jawab".
"Telepon, aku gak mendengar bunyi telepon", Yuri mencari handphonenya dan melihat handphonenya mati.
Yuri segera mencari kabel dan mencharge handphonenya.
"Kamu sudah dengar kabar dari Ryu, Yur? "
"Kabar??? Dari Ryu???, justru aku lagi menunggu kabar dari Ryu".
"Semalam dia tidak menjemputku, aku menghubunginya berkali-kali tapi tak diangkat. Aku gak tahu dia dimana sekarang. Semalaman aku menunggu kabar dari dia. Ada apa dengan Ryu, Sis? Kabar apa maksudmu?"
"Mamanya Ryu meninggal tadi malam, Yur"
Yuri terkejut dan langsung menyalakan handphonenya yang baru terisi daya 2%. Benar saja ada chat dari Ryu yang memberi kabar duka tentang ibunya dan sekarang sedang di rumah duka.
Yuri langsung beranjak dari duduknya, ia ingin segera ke rumah duka tapi Sissy menahannya.
"Yur, kamu ini lagi demam, kamu harus makan dan minum obat dulu. Nanti kami juga mau ke rumah duka. Kita pergi bersama nanti sore".
Yuri berpikir sejenak dan merasa heran.
"Sis, darimana kamu tahu kabar tentang mamanya Ryu? Kamu kan gak kenal keluarganya?"
Sissy terdiam dan berpikir ini saatnya ia memberitahu Yuri bahwa Ryu adalah anak tiri Pak Yoga.
"Begini Yur, sebenarnya aku juga baru tahu belum lama ini. Sebenarnya....Ryu itu anak tiri Pak Yoga".
"Apa??? Anak tiri Pak Yoga?" Yuri terkejut.
"Iya, Yur, maaf aku baru beritahu kamu sekarang. Aku sangat senang melihat kamu bahagia bersama Ryu dan aku gak mau lihat kamu sedih".
Sissy menceritakan segala hal yang dia tahu tentang Yoga. Yoga menikah dengan janda beranak 1 dan anak itu adalah Ryu. Sissy juga tahu Yoga lah pemilik showroom tempat Yuri membeli mobil. Waktu itu Sissy ingin mempertemukan Yuri dengan Yoga karena Yoga meminta tolong padanya. Yoga ingin meminta maaf pada Yuri. Tapi Yuri malah bertemu Ryu dan jatuh cinta padanya.
Setelah mendengar keseluruhan cerita Sissy, Yuri tahu sahabatnya hanya ingin ia bahagia. Yuri juga harus bisa melihat ke depan, Yoga hanya masa lalu. Sekarang ia mencintai Ryu dan sekarang Ryu membutuhkan teman untuk menghiburnya.
"Aku sudah siap, Sis bertemu Yoga, aku gak akan terpengaruh dengan masa lalu?"
"Iya, Yur".
Yuri bersiap-siap menuju rumah duka.Yuri, Sissy dan Dicky pergi bersama.
Di rumah duka tampak Yoga sedang sibuk menyambut kerabat dan kolega yang berdatangan ke rumah duka sedang Ryu duduk di dekat peti jenazah mamanya.
Yuri menghindari Yoga dan pergi menghampiri Ryu.
"Ryu"
Ryu menengok dan melihat Yuri, ia langsung memeluk Yuri.
"Yur, kamu datang, makasih ya. Ini mama aku Yur, tadinya aku mau memperkenalkan kamu ke mama tapi mama..... " Ryu menangis di pundak Yuri.
Yoga yang dari jauh melihat Ryu sedang memeluk seseorang datang menghampiri.
"Ryu, kamu sama siapa?"
Yuri tak dapat menghindar lagi, ia memandangkan wajahnya ke Yoga. Yoga yang melihat wajah itu, wajah gadis yang pernah dia cintai, yang ingin dia nikahi, wajah itu masih polos dan sekarang bertambah cantik.
"Ini teman yang ingin Ryu kenalin ke mama, Pa, namanya Yuri".
"Saya papanya Ryu, Yoga".
"Yuri".
Yoga berpura-pura tak mengenal Yuri begitupun Yuri.
Lalu datang Melisa saat itu, Melisa memperkenalkan diri ke Yoga sebagai teman kampus Ryu. Yoga dapat melihat Melisa menyukai Ryu dan tidak menyukai hubungan Ryu dan Yuri.
Yuri dengan setia menemani Ryu di rumah duka dan di pemakaman. Semua proses pemakaman pun berjalan dengan baik dan lancar.
"Ma, mama yang tenang ya di sana, Ryu sudah ada yang menemani, Mama harus bahagia di sana".
Selama pemakaman Yoga selalu memperhatikan Yuri dan Yuri agak canggung dengan tatapan Yoga.
Selang 3 hari setelah pemakaman, apartemen Yuri kedatangan seorang tamu, ya Yoga datang untuk menemui Yuri.