Part 3

1265 Words
 Sesuai apa yang dikatakan Ari tadi, mereka berdua menuju ke sebuah klinik milik teman SMA Ari,Arga. Mereka akan mengecek kesuburan, memastikan apakah mereka sama-sama dalam keadaan sehat. Ari memarkirkan mobilnya setelah sampai diklinik Arga, mengajak Rista turun dan masuk ke dalam klinik itu. Sebelumnya Ari sudah melakukan reserfasi untuk mereka berdua, jadi setelah sampai mereka dipersilakan untuk masuk ke dalam ruangan dokter kandungan. Tangan Rista terasa dingin dalam genggaman Ari, ia tahu jika istrinya merasa gugup melakukan tes ini. "Jangan terlalu tegang, kita lalui sama-sama apapun hasilnya nanti." Ucap Ari mencoba menenangkan Rista, Rista mengangguk meski rasa gugup tak mampuia sembunyikan. Ari membuka pintu ruangan dokter itu, sialnya ia disambut seringaian lucu dari Arga. "Apa kabar Pak Ari Setiawan?" sambut Arga, ia mendekat ke arah Ari yang melangkah ke arahnya. Dijabat tangan sahabatnya yang lama tak ia temui. "Baik." Ucap Ari sekenanya saja. "Istrimu? cantik juga, nasibnya malang sekali dapat suami sepertimu." Cibir Arga, tawa renyah keluardari bibirnya. Ari terlihat mendengus kesal. "Maaf, waktu kalian nikah aku tidak hadir. Sengaja, malas datang ke acara nikahanmu. Hhahaha." Arga kembali meledek, Ari tambah kesal dibuatnya. Tak ada yang berubah dari Arga, sahabat yang paling suka mengejek Ari sejak sekolah dulu. "Sudah? kita ke sini mau periksa, bukan mendengar olokanmu." Ketus Ari. "Hahaha, tenang sobat. Mari-mari silakan duduk." Titah Arga, ia tahu Ari sudah mulai kesal. Dan ia harus berhenti mengejek. Arga mulai memeriksa, ia lebih dulu memeriksa Rista. "Jangan kau apa-apakan istriku." Kata Ari. Ari kenal betul siapa Arga, Ari takut saat sepertiini Arga mencuri kesempatan untuk mengerjainya. "Berisik sekali bapak ini. Kita USG dulu ya, Bu Arista." Kata Arga. Dia mulai menaikkan baju Rista ke atas, menampilkan perut putih milik Rista. Jujur Ari merasa tak rela melihatnya, tetapi semua itu harus Arga lakukan untuk memeriksa Rista. Arga mengoleskan cairan mirip gel ke atas perut Rista, dengan sengaja Arga melakukannya dengan sangat lambat. Tangannya berlama-lama di atas perut Rista, membuat Ari mendengus kesal. "Bisa dipercepat tidak?" Ari melihat Arga meletakkan alat yang Ari tak tahu namanya, alat itu terhubung di sebuah monitor. "Kandungan Bu Rista tidak ada masalah, sehat dan subur." Ucap Arga, Ari dan Rista bernapas lega karenanya. Kini giliran Ari, Arga mengatakan Ari juga harus melakukan tes kesuburan melalui s****a. Kebetulan klinik tersebut juga ada laboratoriumnya, memudahkan mereka agar tidak perlu bolak-balik mencari tempat periksa lain. Arga memberikan Ari sebuah botol, tempat untuk menampung s****a Ari. "Buat apa?" "Untuk menampung s****a yang kau keluarkan, ditampung ke dalam situ." "Oh, oke." "Kamu jangan mengintip!" peringat Ari, Arga hanya tertawa. Sebagai dokter kandungan, memang Arga sudah banyak menangani kasus ini. Ari dan Rista mengikuti prosedurnya, mereka masuk ke dalam ruangan khususyang sudah disediakan. Ari sengaja mempercepatnya, tidak nyaman rasanya jika harus melakukannya di sini. Lebih cepat lebih baik menurut Ari. Sperma sudah ditampung ke dalam botol yang diberikan Arga tadi, setelah selesai membersihkan diri Ari memberikannya kepada Arga. "Ini." "Oke, hasilnya akan keluar dua sampai tiga hari lagi, nanti akan ku beri tahu jika hasilnya sudah keluar." "Oke, aku sendiri yang akan mengambilnya nanti." Selain melakukan tes, mereka sekaligus meminta s***p kepada Arga. Posisi seperti apa yang biasanya mempercepat kehamilan, lalu makanan apa yang harus banyak mereka konsumsi. Arga sempat menawari mereka untuk program hamil saja, tetapi Ari menolaknya. Ari merasa jika keduanya tidak ada masalah kesuburan, mereka akan segera memiliki keturunan. Yang mereka lakukan perbanyak usaha dan doa. Ari mengajak istrinya pulang setelah urusan mereka selesai, dilihatnya wajah Rista. Tak semendung kemarin, Ari merasa lega karena Rista tak memiliki masalah di kandungannya. Tinggl menunggu hasil dari kesuburan Ari. Di perjalanan pulang, senyum terus tersungging dibibir Rista. "Apa kamu merasa senang?" Rista mengangguk, Ari bahagia melihatnya kembali tersenyum. "Mas.." "Iya?" "Besok aku ingin ke rumah Mbak Mira, boleh?" "Tentu saja boleh." Dengan cepat Ari menganggukkan kepala, sudah lama juga mereka tak mengunjungi Mira. Kakak semata wayang Rista, yang juga teman kuliah Ari. ***** Hari sabtu, seperti biasa Ari dan Rista libur. Pabrik hanya beroprasi sampai hari Jumat saja. Mereka menuju ke rumah Mira. Jarak rumah mereka cukup jauh, Rumah Ari dan Rista berada di Semarang sementara rumah Mira berada di Kabupaten Kendal. Mobil yang dikendarai Ari sampai di pelataran rumah Mira, Ari membukakan pintu untuk istrinya. "Kamu masuk lebih dulu, Ris. Aku mau ambil mainan untuk si kembar." Ucap Ari. "Baik Mas." Kebetulan Mira dan dua anaknya berada di teras rumah, Aldi dan Aldo yang berusia dua tahun sedang bermain di sana. Salah satu diantara mereka mendekaki Rista yang berjalan ke arah mereka, langkah-langkah kecilnya mengayun cepat ke arah Rista. "Hai, Aldo." Sapa Rista. "Di, Ntee." Ralat bocah keci itu. Rista terkekeh dibuatnya, ia masih saja kesulitan membedakan mana Aldi dan mana Aldo. Mereka benar-benar kembar identik. Rista menggendong Aldi, Aldo yang melihat kedatangan Rista juga menghampirinya. Merentangkan tangannya agar Rista menggendongnya seperti Aldi. "Ndong, Tee." Rengek Aldo. Tubuh Rista yang kurus, tak akan mampu menggendong keduanya. "Gendong Om mau?" tawaar Ari yang baru datang dengan mainan di kedua tangannya. Aldo bergeming, dia melipat kedua tangannya ke depan d**a. Aldo lebih sulit di dekati daripada Aldi, dia lebih pemilih. "Ayo, mau tidak Om gendong?" "Ndaaak." Teriak Aldo. Mira berdiri dari duduknya, mendekati Aldo yang baru saja berteriak. "Aldo, tidak boleh begitu, Nak." Tutur Mira lembut. "Do, mu Ntee." "Tante Rista sudah gendong Aldi, Aldo gendnong Mama saja ya?" bujuk Mira. "Ndaak." Rista tertawa melihat tingkah Aldo yng merajuk, Rista meminta Aldi untuk bergantian dengan saudara kembarnya.  Aldi mengangguk patuh, ia meminta turun dari gendongan Rista. "Kakak Aldo mau sama Tante? baiklah, sini gendong Tante." Aldo teriak kegirangan dibuatnya. Duo kembar ini sangat menggemaskan, meskipun kembar mereka memiliki sifat berbeda. Aldi sangat penurut, sedangkan Aldo selalu berusaha mendapatkan apa yan diinginkannya. "Mira, ini mainan untuk si kembar." Ari menyerahkan dua robot batrei kepada Mira. "Terima kasih Ar, Ris. Masuk yuk." Ajak Mira. Mereka masuk ke dalam rumah, rumah yang dulu pernah Rista tinggali bersama Mira dan suaminya. Mira yang merawat Rista sejak ibu mereka meninggal saat Rista berusia 12 tahun, Mira menjadi tulang punggung bagi sang adik. Dia kuliah sambil bekerja di pabrik Ari juga, untuk menopang kehipudannya dengan Rista. Hingga akhirnya terpaksa berhenti setelah menikah karena Deni suami Mira memintanya fokus mengurus anak-anaknya. "Deni tidak di rumah, Mir?" tanya Ari. Meskipun Mira kakak iparnya, Ari tak ada yang berubah dari panggilannya untuk Mira. Tanpa imbuhan Kakak atapun Mbak. "Tidak, biasa sedang menangani proyek. Apalagi ini pembangunan tol Jawa Tengah sampai Jawa Timur, jadi dia lebih sering ke luar kota." "Kesepian terus dong. Hahah." Ejek Ari. "Bisa saja kamu!" "Coba saja kamu dulu mau dinikahi Mas Ardi, tidak bakal kesepian seperti ini terus." Celetuk Ari, wajah Mira berubah menjadi muram. "Tolong jangan bahas masa lalu lagi, Ar." "Maaf." Ucap Ari tak enak. Mira meninggalkan mereka di ruang tengah, membuatkan minum untuk tamunya. Rista menyusul Mira saat mendengarnya muntah, Mira berdiri bertopang wastafel. Memuntahkan semua makanan dari dalam perutnya. Rista mendekatinya, ia memijit tengkuk Mira untuk meredakan mual. "Mbak sakit?" tanya Rista cemas. Mira membersihkan mulutnya, ia menatap Rista. "Mbak memang seperti ini jika hamil muda, Ris." DEG!! Mira hamil? Mira hamil lagi saat umur si kembar masih kecil? Dada Rista terasa sesak, sunggu Rista iri dengan sang kakak. Namun Rista juga merasa senang mendengar kabar bahagia ini, ia akan memiliki keponakan lagi. "Sudah berapa bulan, Mbak?" tanya Rista penasaran. "Tiga bulan lebih, maaf tidak sepat mengabarimu." "Tidak apa-apa kok Mbak, aku senang si kembar akan punya adik." Rista memeluk kakak tersayangnya itu, kakak yang sudah menggantikan peran orangtuanya untuk Rista. Setelah beberapa jam di rumah Mira, Ari dan Rista pamit pulang. "Kenapa?" tanya Ari, karena sikap Rista kembali seperti kemarin. Sepertinya saat di rumah Mira tadi masuh ceria. "Ada apa lagi?" Ari dapat membaca kegelisahan istrinya, Rista tak lagi sanggup menutupi apapun di hadapan Ari. Selalu saja Ari bisa merasakannya. "Mbak Mira hamil lagi Mas." Rista tertunduk lesu. Ari yang tengah fokus menyetir menoleh ke arah Rista, satu tangannya terulur mengusap puncak kepala istrinya. "Sabar Sayang, tak perlu merasa iri atau berkecil hati. Insya Allah, kita juga akan segera diberi titipan oleh Allah." Usapan lembut Ari benar-benar menentramkan hati Rista, ia bersykur memiliki suamisepengerian Ari. Bisa menerima segala kekurangan Rista.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD