bc

I'm Not Your Juliet, Mr. Romeo

book_age18+
154
FOLLOW
1K
READ
dark
second chance
dominant
goodgirl
sweet
bxg
heavy
serious
enimies to lovers
first love
like
intro-logo
Blurb

abditory (n.) a place into which you can dissapear; a hiding place.

Aleksander MacMillan tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah sejak dia jatuh cinta pada gadis lugu yang ia temui di sekolah asramanya.

“I’m not your Juliet, Mr. Romeo. We’re not living in fairytale.”

“I know. But I can give you every happiness in this world so your world would be as magical as fairytale.”

This is a simple love story, between young royal boy with an orphan girl.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 (His Lord, Aleksander MacMillan)
“Louis, mungkin tidak separah itu. Mereka bisa saja hanya mengada-ngada agar kita panik.” Sydney MacMillan berjalan cepat menyusul suaminya yang sudah rapi dengan jas yang membalut tubuh sehatnya. “Louis!” Viscountess of Overden itu mengerang sebal ketika suaminya tetap tidak memelankan langkahnya padahal tahu bahwa istrinya kini mencoba untuk menahannya. “Louis, tunggu!” Sydney menghadang suaminya dengan napas terengah-engah. “Redakan emosi kamu dulu. Jangan membuatnya semakin merasa buruk.” Louis MacMillan menatap istrinya dengan tatapan dingin dan datar. Tidak, dia sama sekali tidak marah pada istri tercintanya, tapi dia sedang menahan gejolak amarah yang luar biasa hingga ia takut jika harus melampiaskannya pada istrinya. “Sydney, aku akan menyusulnya sekarang, dan lebih baik kamu tidak menghalangi aku.” Sydney langsung terdiam. Louis MacMillan akan tetap menjadi MacMillan yang tidak mau dibantahkan keinginannya, seberapa besar pun cintanya pada Sydney. “Louis, dia anak kamu, tolong ingat itu.” Louis menatap istrinya sebentar sebelum mengecup pipi Sydney dan melenggang pergi. Sydney membalikkan badannya dan menatap ke arah punggung suaminya dengan tatapan khawatir. *** Beberapa jam sebelumnya ... “Ayolah, anak laki-laki mana yang tidak pernah ke pub, Aleksander?” Aleksander MacMillan memutar bola matanya malas. Segudang peraturan yang diberlakukan oleh ayahnya, membuat dia tidak bisa bertindak bebas seperti remaja yang lain. “Jangan membuat aku emosi di pagi hari begini.” Aleksander memilih untuk mengambil bola basket dari temannya dan memantul-mantulkannya ke tanah. Berusaha untuk tidak terjerat dalam emosi sesaat akibat ledekan kawannya. “Lalu, apa setelah ini, Aleksander? Kamu kembali ke kastil megah kamu, mengerjakan tugas, dan menjadi lelaki yang baik? Oh, hidup kamu sangat membosankan.” Aleksander melempar bola basketnya sembarangan dan mengambil langkah besar pada temannya. Dia menarik kerah seragam sekolah temannya dengan kuat. “Jika kamu iri dengan apa yang aku punya, kamu tidak perlu meledeknya, Pecundang!” Temannya yang bernama Max, hanya tersenyum miring. “Oh, aku punya kekayaan yang hampir sama seperti keluarga kamu, Lord MacMillan, do not brag yourself. Tapi sayangnya, aku punya kebebasan yang tidak bisa kamu rasakan.” Dengan sekuat tenaga, Aleksander meninju wajah temannya hingga Max tersungkur. Beberapa temannya yang lain tidak melerai mereka, justru membuat keadaan semakin memanas. Kedua lelaki itu adu kekuatan—yang mana sangat dilarang di sekolah mereka—dan menjadi pusat perhatian. “Aleksander si manja MacMillan, bagaimana bisa kamu memiliki keberanian untuk melawanku?” Aleksander menendang perut temannya. Dia tidak mau—dan tidak ingin—menahan emosinya. Si Max Sialan ini, harus mendapatkan pelajaran karena sudah menyulut emosinya. Aleksander bukan bocah yang lemah dan dia ingin menunjukkan itu. Perkelahian mereka baru selesai ketika seorang guru olahraga menghampirinya. “Hentikan!” Suasana kembali hening. Semua murid di sana menundukkan kepalanya, terlalu takut pada guru mereka. “Aleksander, Max, bersihkan wajah kalian dan pergi ke ruang konselor.” Max membetulkan jas sekolah biru dongker yang ia gunakan. Dia mendelik ke arah guru tersebut dan berdecih. Sebelum benar-benar pergi, Max menatap Aleksander dengan tatapan benci yang tidak bisa ia tahan. “Aleksander,” tegur guru tersebut. Semua orang sudah tahu bahwa Max Alderon sudah lama membenci Aleksander MacMillan—seorang putra dari Viscount of Overden. Keduanya sudah lama bersaing dan perang dingin, namun akhir-akhir ini mereka terlihat sering berada di dalam satu circle pertemanan. Aleksander memiliki paras tampan, mewarisi ayahnya. Wajahnya terlihat seperti bangsawan pada umumnya. Bermata biru dengan rambut sedikit kecoklatan. Lelaki itu menjadi pujaan banyak wanita di Green Hills High School—sekolah swasta paling bergengsi di Skotlandia. Murid-murid di sana juga berasal dari keluarga terpandang, banyak dari mereka yang merupakan anak pejabat, pengusaha, ataupun bangsawan seperti Aleksander. Tapi tetap saja, Aleksander MacMillan dan keluarganya menduduki strata tertinggi. Apalagi mengingat donasi yang dikeluarkan oleh keluarga MacMillan pada sekolah itu. Aleksander duduk di ruang tunggu dengan kaki yang tidak bisa diam. Jika ayahnya tahu bahwa dia terlibat dalam perkelahian anak muda yang sangat tidak berguna ini, Aleksander tidak akan tahu bagaimana nasibnya kelak. Louis MacMillan, ayahnya, sebenarnya sama sekali tidak menyeramkan—well, itulah yang dikatakan oleh ibunya—namun, ayahnya selalu bersikap tegas padanya. Dan sayangnya itulah yang membuat Aleks takut. “Aleksander.” Lelaki itu mendongak dan melihat seorang gadis tersenyum padanya. Gadis itu menghampirinya. “Aku membawakan yoghurt dan sandwich untuk kamu.” Gadis tersebut duduk di samping Aleksander. Bukan hal yang asing bagi Aleksander untuk mendapatkan perhatian dari gadis-gadis yang sebenarnya tidak terlalu ia kenal. Aleksander juga tidak tahu siapa nama mereka. Namun, seperti yang diajarkan oleh ibunya, Sydney MacMillan, dia harus tetap menjunjung sopan santun bahkan pada orang yang tidak ia kenal sekalipun. “Terima kasih,” ujarnya sambil menundukkan sedikit kepalanya ketika menerima pemberian dari gadis itu. Seorang bangsawan yang sangat mengerti sopan santun dan adab-adab dasar adalah sesuatu yang sangat mudah dijadikan daya tarik untuk lawan jenisnya, dan itulah mengapa Aleksander sangat dipuja-puja. Wajah dan tindakannya memang dingin, tapi perilakunya turut diacungi jempol. Yap, kecuali tindakannya yang berkelahi di lapangan basket tadi dengan Max Alderon. “Aku tahu Max memang menyebalkan,” ujar gadis itu. Dia memilih untuk menatap sepatu sekolahnya daripada harus bertubrukan tatapannya dengan Aleksander. “Aku juga tahu bukan kamu yang memulainya.” Aleksander menatap gadis itu lamat-lamat. Dalam hati dia sedikit gemas karena gadis itu berbicara dengan banyak jeda. “Iya,” ujar Aleksander sebagai respon. “Tidak perlu khawatir. Aku yakin Miss Jessica tidak akan menghukum kamu.” Tidak ada yang berani menghukum anak itu, anyway. *** Miss Jessica menatap Aleksander dengan ragu-ragu. Wanita muda yang berumur di awal dua puluhan tahunnya itu sedikit malu entah untuk alasan apa. “Begini, Aleks—” “Aleksander.” Lelaki itu membetulkan panggilan yang dipakai oleh guru konselornya. Aleks adalah kata pendek yang hanya dipakai oleh orang-orang terdekatnya, selain mereka, Aleksander tidak suka ketika ada orang asing yang memanggilnya dengan sebutan itu. Wajah Miss Jessica berubah menjadi merah. Tidak, dia tidak boleh menurunkan kehormatannya hanya untuk muridnya sendiri. “Ah iya, Aleksander. Saya akan menyuruh keluarga kamu untuk mengurus masalah ini, ya?” Aleksander mengeryitkan dahinya. “Kenapa? Saya melakukan perkelahian itu di sekolah, bukan di rumah. Yang harus memberikan konsekuensinya adalah Anda atau pihak sekolah juga.” Aleksander tahu kenapa Miss Jessica tidak berkutik ketika harus berhadapan dengan dirinya. Ayahnya memegang kekuasaan penuh di sini dan mungkin wanita itu tidak ingin dianggap melawan Louis MacMillan karena memberikan hukuman pada anak itu. “Aleksander, kamu tahu alasannya.” Miss Jessica tersenyum tidak enak. “Saya yakin ayah kamu juga mengerti.” Aleksander menggeleng. “Konsekuensi yang akan saya dapatkan juga akan berbeda dan saya rasa itu sangat tidak adil.” Miss Jessica mengangguk. Dia sangat mengerti Aleksander tapi dia sendiri sudah diperingatkan oleh atasannya agar tidak menghukum anak itu. Sebenarnya, jika bukan untuk formalitas, masalah ini tidak akan menyeret Aleksander dan hanya ada Max Alderon yang merasakan akibatnya. “Ayah kamu sedang berada di perjalanan kemari.” “Apa?” ***  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook