Bab -4-

1840 Words
Jihoon melangkah pelan ke arah Soora yang menunduk. Ia tahu gadis itu ketakutan, apa wajahnya seseram itu? Ia rasa tidak. "Duduklah di sini," Soora menurut. Ia duduk di tepi ranjang dalam diam, netranya kini memerhatikan aktifitas Jihoon yang tengah mengobrak-abrik laci nakas. Tidak butuh waktu lama pria itu sudah kembali dengan sebuab kotak panjang berwarna merah. Diserahkanya benda itu pada Soora. Dengan ragu-ragu Soora menerimanya, ia sempat terdiam, berpikir apa isi dalam kotak tersebut. Ia juga sempat menggoyang-goyangkan kotak itu beberapa kali. "Buka saja jika penasaran," ujar Jihoon gemas. Apa gadis itu pikir ia memberinya sesuatu yang buruk? Konyol sekali, pikir Jihoon Soora membuka kotak tersebut pelan-pelan. Matanya melebar saat mendapati sebuah liontin dengan bandul bunga sakura sebagai isi di dalamnya. Terlihat sederhana namun elegant. "Kau bisa memakai itu saat pernikahan kita nanti. Jaga itu baik-baik," ujar Jihoon tanpa melihat ke arah Soora. Ia tengah sibuk dengan ponselnya sendiri. Soora yang semula terkejut tak urung menggembangkan senyumnya lebar. "Ini untukku?" tanya Soora memastikan. Jihoon menghela napas lalu mengangguk. Ia yang semula berdiri di dekat meja nakas menyimpan ponselnya, kemudian pria itu duduk tepat di sebelah Soora yang kini gugup bukan main. Ia menatap mata bulat itu lekat-lekat membuat semburat merah jambu muncul tanpa sadar pada wajah Soora. Keduanya terpaku, baik Soora maupun Jihoon seolah enggan untuk beranjak meski hanya seinci. Pandangan keduanya seolah terkunci satu sama lain. Pelan namun pasti Jihoon mulai merapakan tubuhnya, mengikis jarak yang sebenarnya sudah hampir habis. Wajah keduanya kian dekat, semakin dekat sampai Soora bisa merasakan deru napas Jihoon pada wajahnya. Itu masih mendekat hingga sedikit lagi maka bibir keduanya akan bersentuhan jika saja tangis Taeoh tak terdengar nyaring. Wajah keduanya menjauh seketika, Jihon berdehem keras untuk menghilangkan gugup. Sementara Soora sudah berlari kilat menuju kamar Taeoh berada. Meski samar, Jihoon masih bisa melihat rona merah muda yang menghiasi pipi Soora. Entah untuk alasan apa, mengingat hal itu  membuat senyum Jihoon mengembang meski ia langsung mengubahnya tak lama kemudian. "Apa aku sudah benar?" gumam Jihoon seorang diri sembari mengusap pigura wanita bergaun putih tersebut. Tatapan matanya sayu dengan ekspresi yang sulit dimengerti, hingga tanpa sadar satu air mata lolos begitu saja. Satu fakta yang tidak banyak diketahui orang, dibalik sikap dingin dan arogan seorang Park Jihoon, ia bisa menjadi super penyayang dan penurut juga lemah di saat bersamaan saat berhadapan dengan satu nama. Baek Soondeuk. Atau mungkin Park Soondeuk. Seorang wanita cantik yang juga menjabat sebagai istri sah seorang Park Jihoon dan Ibu kandung dari Park Taeoh dan Park Jesper. Kembar. Taeoh memang memiliki saudara kembar tidak identik, tapi hubungan rumit kedua orang tuanya membuat Taeoh harus berpisah dengan Jesper karena Soondeuk membawa anak itu pergi entah ke mana, meninggalkan Taeoh juga Jihoon. Tiga tahun lalu Jihoon juga Soondeuk mengikat janji di depan Tuhan dan keluarga pada satu gereja kecil tak jauh dari rumah Soondeuk. Pernikahan dini? Mungkin. Atau bisa juga tidak. Pernikahaan keduanya bisa terbilang berjalan baik, bahkan semakin baik dengan hadirnya dua malaikat kecil dalan rumah mereka. Tapi suatu hari entah untuk alasan apa, tiba-tiba Soondeuk pergi meninggalkan Taeoh juga Jihoon di Korea. Wanita itu pergi tanpa jejak seolah menghilang ditelan bumi. Sudah puluhan bahkan ratusan orang Jihoon kerahkan untuk mencari Istri juga Putranya, tapi tak kunjung membuahkan hasil. Sudah berbagai cara Jihoon tempuh untuk bisa membuat sang Istri kembali namun tetap saja tidak menemukan hasil. Di tengah kekalutannya saat itu Jihoon menceritakan apa yang ia rasakan pada Minji yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiriri. Kebetulan Minji juga menjabat sebagai sekertaris di kantornya. Ia menceritakan hampir semuanya, terkecuali soal dia yang belum bercerai dengan Soondeuk dan fakta jika Taeoh memiliki saudara kembar. Ia bercerita soal bagaimana dirinya yang harus membagi waktu antara pekerjaan juga Taeoh. Ia juga berkeluh kesah soal ketakutannya jika Taeoh akan tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu. Maka Jihoon meminta tolong pada Minji untuk mencarikan seseorang yang bisa merawat Taeoh. Pada mulanya Minji ragu. Tapi mendengar kekhawatiran Jihoon soal Taeoh ia menjadi tidak tega, ia juga memiliki satu putra dan satu putri, ia bisa memposisikan dirinya berada di posisi Jihoon. "Aku tidak tahu apa yang akan ku katakan bisa kau terima atau tidak. Tapi... aku punya seseorang yang bisa membantumu. Ya, dia memang tidak terlalu mahir mengurus anak, tapi dia punya kepribadian baik. Dan ku rasa bukan masalah besar untuknya belajar mengasuh seorang anak seperti Taeoh," ujar Minji. Jihoon yang mendengar hal tersebut berbinar, ia seolah memiliki harapan. "Baiklah, kapan kami bisa bertemu?" sahut Jihoon antusias. Mendengar hal itu Minji jadi sedikit ragu untuk mengatakan hal yang selanjutnya. Otaknya terus bertanya apa ini hal yang benar untuk dilakukan atau justru sebaliknya. "Tapi ini berbeda," alis Jihoon terangkat. Berbeda? Soal apa? "Aku tidak ingin kau menjadikannya sebagai babysitter." "Lalu?" "Nikahi dia. Maksudku, kau boleh mengenalnya untuk satu tujuan serius, aku tidak beniat menjadikannya pengasuh. Hanya saja aku berpikir jika akan lebih baik lagi Taeoh dirawat oleh seseorang yang sudah kau kenal, setidaknya kau sudah mengenalku," Jihoon tampaknya masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan Minji. "Aku mengusulkan adikku. Kang Soora. Aku tahu ini terdengar tidak masuk akal, hanya saja aku berpikir jika Taeoh diasuh Soora itu jauh lebih baik daripada harus dengan orang lain yang tidak dikenal. Aku bisa menjamin jika Soora adalah gadis yang baik, ia akan mengajarkan hal baik pada Taeoh nantinya," jelas Minji yang dibalas anggukan kecil oleh Jihoon. Pikirannya masih berjalan kesana-kemari untuk menimbang jawaban. "Aku tidak memaksa." "Baiklah aku mau. Tapi apa bisa ia tinggal bersama ku untuk sementara? Ya, kau tahu seperti pendekatan dan pembiasaan?" Minji mengangguk. Ia terlihat senang bisa membantu. Hanya saja ada satu hal yang tidak diketahui Minji dari seorang Park Jihoon. Rencana jahat yang diam-diam ia susun dalam otaknnya dan itu akan berkaitan erat dengan sang adik, Kang Soora. Katakanlah Jihoon adalah pria berengsek. Bagaimana bisa ia berpikir untuk memanfaatkan Soora selagi ia mencari sang Istri juga Jesper. Dengan berkedok akan menikahi gadis tersebut di depan Minji, Jihoon menerima Soora untuk mengasuh Taeoh. Jihon tidak pernah serius dengan ucapannya beberapa saat lalu soal ia yang akan menikahi Kang Soora, ia justru berpikir akan meninggalkan gadis itu jika sang Istri telah kembali. Malam kian larut tapi Soora tak kunjung dapat terlelap. Ia memperhatikan box bayi Taeoh yang berada tak jauh darinya, ia menatap anak itu lama kemudian mendekat. Soora meraba nakas, meraih ponselnya kemudian menghubungi Hunjae kekasihnya. Sudah hampir seharian pria itu tak menghubunginya sama sekali, padahal biasanya ia amat cerewet. Percobaan pertama tak ada jawaban. Soora mencoba untuk kedua kali bahkan tiga kali, namun hasilnya tetap sama. Tidak ada jawaban. Nomor Hunjae tidak dapat di hubungi, Soora merasa cemas. Ia tiba-tiba saja mengingat ucapan Jihoon beberapa waktu lalu. Perasaanya bimbang. Bagaimana jika yang dikatakan pria itu benar, Hunjae tidak benar-benar mencintainya dan berpaling pada gadis lain? Tidak! Bagaimana jika ia diam-diam menjalin hubungan dengan gadis lain? Memikirkan hal itu membuat ketakuan Soora kian besar. Getaran halus yang berasal dari ponsel mengalihkan fokus Soora. Bibirnya menyungging sumringah begitu nama Hunjae tertera sebagai id pemanggil. "Halo?" "Ada apa Soo? Aku sedang sibuk," sedikit dalam hati Soora merasa kecewa mendengar suara Hunjae yang terdengar dingin. Apa pria itu tak merindukanya? "Maaf menganggu, aku hanya ingin mengabari jika aku sudah sampai di Seoul," terdengar Hunjae hanya bergumam sebagai jawaban. Setelahnya hening. Baik Soora maupun Hunjae tidak ada yang berniat mengeluarkan satu patah katapun. "Soo ku tutup dulu ya, aku sibuk," panggilan terputus tanpa menunggu persetujuan. Hal itu membuat Soora semakin khawatir jika apa yang dikatakan Jihoon adalah benar. Langkah Soora terheti tepat di depan kamar Jihoon. Ia yang awalnya ingin ke dapur guna mengambil segelas air, mengurungkan niatnya dan memilih membelokan tujuan. Ia berniat meminta izin pada Jihoon untuk menemui Hunjae, mau bagaimanapun juga ia tengah bermalam di rumah pria itu. Akan tidak sopan jika ia pergi tanpa pamit. Gadis dengan piama bergambar penguin berkacamata itu mengetuk pintu beberapa kali. Tak ada jawaban, Soora mencobanya lagi tapi tetap sama. Soora mencoba membuka pintu kamar Jihoon, tidak di kunci. Dengan langkah pelan Soora mengendap masuk, ia memperhatikan Jihoon yang tengah terlelap, keringat mengucur dari dahi pria itu padahal suasana saat itu cukup dingin karena memasuki musim gugur. "Soondeuk-ah gajima. Jangan tinggalkan aku dan Taeoh. Soondeuk-ah, jangan pergi," kerutan di dahi Soora seketika bermunculan saat Jihoon bergumam dalam tidurnya. Pria itu terus menerus mengumamkan nama Soondeuk dan memintanya untuk tidak meninggalkan dirinya juga Taeoh. 'Siapa Soondeuk? Apa dia wanita dalam foto itu?' Soora membatin. Melihat Jihoon yang terus berkeringat, Soora berinisiatif mengambil kompresan ke arah dapur. Soora mengompres Jihoon dengan hati-hati. Soora bisa merasakan jika Jihoon mengalami demam tinggi. Pria itu sejak tadi masih saja terus mengigau. Ragu-ragu Soora menggengam tangan Jihoon, berbisik di telinga pria itu jika ia takkan pernah pergi. Tak ada niatan apapun, Soora hanya ingin membantu. Cukup lama Soora bertahan dengan posisi duduk di sebelah Jihoon dan menggengam jemari pria itu. Semakin lama mata Soora makin terasa berat, genggaman tangan Jihoon yang juga kian menguat membuatnya sulit melepaskan diri, hingga tanpa sadar gadis itu tertidur tepat di sebelah Jihoon. Matahari sudah meninggi, namun dua manusia berbeda jenis itu masih setia bergelut dalam alam mimpi. Bahkan keduanya tak sadar jika tubuh keduanya terlampau rapat, saling memeluk satu sama lain, berbagi kehangatan di pagi yang cukup dingin. Si pria terbangun lebih dulu, ia terusik akibat suara tangisan Taeoh dari kamar sebelah. Matanya yang semula menyipit kini terbuka lebar. Ia tidak salah lihat kan? Sejak kapan dan bagaimana bisa Soora tidur di sampingnya? Di ranjang yang sama denganya? Bahkan dua lengan gadis itu memeluk erat pinggangnya. Baru saja Jihoon akan beranjak, kain kompres terjatuh dari kepalanya. Ia menatap kain itu juga Soora bergantian. 'Dia merawatku semalaman?' batin Jihoon bertanya. Dengan sedikit canggung ia menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah Soora. Jika diperhatikan, wajah Soora cukup cantik. Dengan kulit seputih s**u dan pipi tembab, jangan lupakan bibir merah muda berbentuk hati itu. Jihoon sempat terpesona beberapa saat sebelum kemudian menyadarkan diri. Jihoon menggeleng pelan. kejadian saat di mana dirinya hampir saja mencium bibir Soora terputar otomatis dalam otaknya. Bagaimana ia hampir melakukan hal itu. "Maafkan aku," gumamnya lirih. Kemudian ia beranjak meninggalkan Sooea setelah sebelumnya membenarkan selimut pada tubuh gadis itu. Ia segera menuju kamar Taeoh yang masih menangis kencang. Jihoon langsung mengendong dan menepuk-nepuk bagian belakang anak itu namun Taeoh tak kunjung diam. Tiba-tiba Soora datang dan langsung mengambil alih Taeoh. Gadis itu dengan telaten mengganti popok Taeoh yang ternyata telah penuh. Untuk sesaat Jihoon terpaku. Dalam semalam Soora berhasil menyita perhatianya, ia merasa jika dirinya seperti tengah menyaksikan sang istri mengganti popok anaknya. "Apa yang kau pikirkan Jihoon?! Istrimu hanya Soondeuk. Tujuanmu menikahi Soora nantinya hanya untuk menjadikannya Ibu pengganti sementara sampai Soondeuk kembali," Jihoon bergumam. Setelah bergumam dengan dirinya sendiri ia memilih ke membersihkan diri. Ketiganya nampak seperti keluarga kecil yang bahagia. Jihoon yang duduk sambil menikmati kopi pagi hari, juga Soora yang tengah bermain bersama Taeoh di sofa tak jauh darinya. Entah sejak kapan namun sedari tadi fokus Jihoon tak pernah lepas dari sosok Soora. Sudut hatinya terasa menghangat. Ia merindukan ini,  Ia rindu moment indah menjadi keluarga kecil. "Apa aku bertambag berengsek jika saat ini aku menganggap Soora adalah istriku, Soondeuk?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD