Bab -5-

1778 Words
Soora sudah siap dengan koper berukuran sedang di dekatnya. Dirinya sudah memutuskan untuk kembali ke flat miliknya, ia tidak mau dan tidak akan pernah mau tinggal satu atap dengan Jihoon. Ia khawatir jika Hunjae tahu ia tinggal bersama pria lain dan berpikir yang tidak-tidak, itu akan berimbas pada hubungannya nanti. Meski saat ini sikap Hunjae bisa dibilang tengah dingin pada Soora, gadis itu tetap berusaha untuk mempercayai Hunjae. Ia mencoba menepis jauh-jauh rasa curiga juga takut akan pemikirannya sendiri soal Hunjae ataupun perkataan Jihoon tempo hari. Pelan-pelan Soora mulai melangkah, berusaha untuk tidak membuat suara sekecil apapun yang bisa membuat Taeoh yang tengah terlelap nyaman dalam box bayi terbangun. Sampai di depan pintu, Soora berusaha keras membuka knop dengan hati-hati. Ia berhasil keluar dari kamar Taeoh, tapi begitu ia berbalik. "Mau kemana?" hampir saja Soora mengumpat saat suara Jihoon terdengar tepat di samping telinganya. Pria dengan baju lengan panjang berwarna coklat itu diam bersandar di samping pintu dengan tangan bersedekap di depan d**a. "Pulang," jawab Soora pendek. Dengan gesit ia berjalan melewati Jihoon, namun di langkah ke dua ia berjalan Jihoon lebih dulu menahan lenganya. Ia meneliti Soora dari atas ke bawah lalu mengulanginya beberapa kali. "Di sini rumah mu," Pria itu berujar datar. Soora mendengkus, sekuat tenaga ia mencoba melepaskan genggaman Jihoon, tapi tidak berhasil mengingat tenaga mereka yang tidak sebanding. "Bukan. Ini bukan rumah ku," ujar Soora cepat. Ia menghentakan tangan Jihoon kasar sampai genggaman itu terlepas kemudian melangkah pergi sebelum suara Jihoon menginterupsi. "Kau tega meninggalkan Taeoh?" langkah Soora terhenti otomatis. Taeoh, entah untuk alasan apa Soora mulai menyukai anak itu. Ia merasa senang bila berdekatan ataupun menemani anak berpipi bulat itu bermain. Soora bahkan tanpa sadar mulai mencari tahu soal info merawat bayi dan anak dari Internet. Soora sendiri tidak yakin, tapi sepertinya ia mulai menyayangi Taeoh. Ia memang belum bisa terlalu akrab dengan anak kecil tapi setidaknya ia bisa mengatasi Taeoh untuk saat ini, lagipula ia kasihan pada Taeoh, di usianya yang masih sangat kecil ia ditinggalkan oleh sang Ibu. Oh, ini hanya kesimpulan yang dibuat Kang Soora sendiri omong-omong. "Jika kau tidak bisa tinggal karena ku, setidaknya tinggalah untuk Taeoh. Setidaknya sampai aku bisa menemukan Ibu Sambung untuknya," Jihoon berujar lirih. Sesuatu dalam dirinya menyeru jika ia tak boleh membiarkan Soora pergi begitu saja. Jihoon berpikir mungkin ia bisa menahan Soora sebentar lagi hingga ia bisa menemukan orang lain untuk mengasuh Taeoh. Jaga-jaga saja jika Soora bersikeras menolak menikah denganya, atau lebih parahnya ia benar-benar kabur. Soora bergeming. Pikiranya bercabang. Satu sisi ia tak bisa tinggal bersama orang asing seperti Jihoon, namun satu sisi ia juga sulit meninggalkan Taeoh. Meski belum genap sepekan ia mengenal anak itu, entah kenapa ia bisa merasakan ikatan batin dengan anak berpipi tembam itu. "Aku tidak bisa. Aku harus bekerja," pada akhirnya Soora menjawab. Sebenarnya bukan ini yang ia ingin katakan, tapi entah kenapa ia tidak bisa mengatakannya. "Kau bisa berhenti dari pekerjaan mu. Aku akan menanggung semua keperluanmu, dan jika aku sudah menemukan penggantimu aku akan tetap menjamin hidupmu sampai kau bisa mendapat pekerjaan kembali," balas Jihoon masih dengan suara datar. Pria itu masih tidak menunjukan ekspresi yang signifikan. "Bagaimana dengan kekasihku? Bagaimana jika dia salah paham?" terdengar Jihoon menghela nafas kasar, kemudian pria itu berjalan mendekat ke arah Soora. Ia meletakan dua tanganya di atas bahu si gadis, menatap mata bulat itu lekat-lekat. "Aku tidak tahu kau akan percaya padaku atau tidak. Aku hanya ingin memberitahu." Jihoon menjeda ucapannya beberapa saat. Ia agak bimbang untuk meneruskan perkataanya sendiri. Sementara Soora mengerutkan dahi, bertanya dalam hati soal apa yang sekiranya akan dikatakan Jihoon. "Beberapa hari lalu secara tidak sengaja aku melihat kekasihmu tengah bersama seorang gadis di sebuah restoran. Dan juga  saat kami bertemu untuk menjalin kerja sama. Ia ... ia memperkenalkan seorang gadis sebagai kekasihnya," jelas Jihoon dengan suara mengecil di akhir kalimat. Soora terdiam kaku. Kepalanya kosong tak dapat berpikir. Untuk sejenak ia terdiam layaknya patung, dadanya mendadak sesak seolah tertimpa beban berat begitu Jihoon menyelesaikan ucapannya. Tepat setelah ia mendapatkan kesadarannya kembali, ia berpikir jika apa yang dikatakan Jihoon adalah kebohongan semata. "Berhenti mengatakan hal yang tidak-tidak tentang kekasih ku! Tahu apa kau tentang dia? Kau bahkan tak mengenalnya!" Meski Soora berusaha menolak untuk percaya, tapi tetap saja sesuatu dalam hatinya serasa seperti tergores. Terasa sakit juga perih tiada terkira "Hunjae. Dia adikku," aku Jihoon pada akhirnya. Susah payah Jihoon menahan hatinya untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, tapi ia tidak bisa. Entah untuk alasan apa ia merasa perlu memberitahu Soora. Ia juga terpaksa mengatakan hal yang harusnya ia pendam seorang diri sampai kapanpun. Harusnya ia tidak memberitahu Soora perihal Hunjae yang juga merupakan adiknya. Meski mereka bukan saudara kandung. Sudah hampir sepuluh menit Soora hanya duduk diam mengamati televisi yang menampilkan layar hitam. Pikirannya melayang jauh memikirkan banyak hal, terutama soal perkataan Jihoon beberapa saat yang lalu perihal Hunjae, kekasihnya. Meski sebisa mungkin Soora mencoba untuk tidak percaya, tapi nyatanya hal itu masih cukup menganggu dan membuatnya resah. Adik? Bagaiamana bisa. Jika dilihat dari marga saja berbeda. Jihoon memiliki marga Park dan Hunjae memiliki marga Oh. Tidak mungkin jika keduanya adalah saudara. Belum lagi perkataan Jihoon perihal Hunjae yang memperkenalkan seorang gadis lain sebagai kekasihnya. Dalam hati kecil Soora terus terulang pertanyaan yang sama, 'apa yang dikatakan Jihoon benar?' namun otaknya selalu menepis hal itu. Soora berusaha setengah mati untuk meyakinkan dirinya sendiri jika apa yang dikatakan Jihoon adalah salah. Tapi mengingat sikap Hunjae yang sekarang agak dingin membuat spekulasi yang bisa saja membenarkan tak kalah menguras pikiran Soora. Tak bisa hanya diam, pada akhirnya Soora memutuskan satu hal. Ia akan menemui Hunjae dan memastikan sendiri jika pria itu sedang benar-benar sibuk seperti apa yang dirinya katakan. Soora berjalan ke arah ruang tamu di mana Jihoon tengah duduk menghadap laptop, menyelesaikan pekerjaannya. Dengan pelan Soora mendekati Jihoon yang sedang sibuk berkutat dengan tumpukan berkas. Pada mulanya pria itu ingin berangkat ke kantor untuk mengurus pembangunam kantor cabang di Pulau Jeju. Namun niat itu seketika ia urungkan saat mendapati Soora yang mengendap akan pergi dari rumahnya. Jihoon memutuskan untuk mengerjakan pekerjaan dari rumah demi berjaga-jaga jika Soora benar-benar kukuh ingin pergi ia bisa kembali membujuknya untuk tetap tinggal. "Jihon-ssi," suara Sooea terdengar lirih dan ragu. Jihoon berdehem sebagai respon. "Apa boleh aku meminjam mobil?" Untuk sejenak suasana menjadi hening dan canggung. Salahkan hal ini pada Jihoon yang tidak memberi respo akan pertanyaan Soora, pria itu lebih memilih kembali berkutat pada dokumen-dokumen di hadapannya. Soora menyerah, ia mengira Jihoon takkan memberikan apa yang ia mau. Tapi nyatanya tepat saat ia akan berbalik pria itu lebih dulu melemparkan kunci mobil. Beruntung Soora memiliki reflek yang bagus hingga ia bisa menangkap kunci tersebut dengan mudah. "Ruang Presdir Oh Jungwon." Soora yang semula berniat langsung pergi jadi terhenti, ia melirik sebentar ke arah Jihoon yang baru saja mengatakan hal random -menurutnya. Karena tidak mengerti maksud perkataan Jihoon, Soora hanya mengangguk kecil sebagai respon sebeum benar-benar berlalu dari hadapan Jihoon. Setelah kepergian Soora Jihoon melemparkan berkas yang dari tadi ia kerjakan dengan kasar. Tubuhnya ia sandarkan pada badan sofa, pikiranya tiba-tiba dipenuhi kekhawatiran pada Soora. "Semoga semua baik-baik saja," gumamnya sendirian. Butuh sekitar tiga puluh menit bagi Soora untuk sampai di depan gedung Oh Corporation. Soora masuk dan berjalan ke arah lift bersama beberapa orang dan berheti tepat di lantai 12 di mana ruangan Hunjae berada. "Permisi, apa Oh Hunjae ada?" tanya-nya pada seorang wanita yang ia tahu adalah sekertaris Hunjae. Wanita itu tersenyum lantas berujar jika Hunjae tengah tidak ada di tempat, pria itu sedang melakukan rapat dengan beberapa kolega. Soora menghela napas lega. Ia merasa bodoh sempat berpikir yang tidak-tidak pada Hunjae, padahal nyatanya pria itu benar-benar sibuk. Setelah berterima kasih Soora memutuskan untuk kembali ke rumah Jihoon, ia sudah memutuskan untuk pergi dari sana. Kali ini benar-benar pergi. Langkah Soora yang semula ringan kini terasa memberat saat iris matanya menangkap pemandangan kurang sedap di hadapannya. Tepat di depan matanya Hunjae tersenyum hangat di depan Sang Ayah, Oh Jungwon. Juga lelaki paruh baya yang Soora sendiri tidak tahu siapa. Tapi bukan hal itu yang jadi fokusnya saat ini. Itu lebih kepada tangan Hunjae yang mendekap erat pinggang seorang wanita yang kini tengah bersandar pada bahu pria itu. Soora mematung sampai beberapa saat kemudian dua pria paruh baya pergi, bertepatan dengan Hunjae dan wanita itu berbalik. Mungkin ingin kembali ke ruangan Hunjae. Terjadi aksi saling tatap dalam diam antara Soora dan Hunjae. Raut terkejut jelas terlihat di wajah si pria sedang Soora mengulas senyum tipis. Soora memutuskan mendekat lebih dulu, ia kembali tersenyum di hadapan Hunjae berusaha terlihat baik-baik saja meski sebenarnya ia khawatir bukan main. "Nuguseyo?" pada akhirnya wanita yang bersama Hunjae membuka suara lebih dulu. Soora mengulurkan tangan yang dibalas dengan hangat. "Soora, Kang Soora. Teman Oh Hunjae," Soora sengaja tidak menyebut jika dirinya adalah kekasih Hunjae, ia ingin tahu siapa gadis ini dan apa hubungannya dengan Hunjae. "Zizi Huang. Calon istri Hunjae." Suara patahan itu terdengar jelas. Sesuatu terasa remuk dalam diri Soora, terlebih Hunjae hanya diam tanpa mau menatap Soora sedikitpun. "Benarkah? Hunjae tidak pernah bercerita jika ia akan menikah," sebisa mungkin Soora menjaga suaranya, ia tak ingin terdengar bergetar apalagi sampai menangis di hadapan keduanya. "Maafkan Hunjae, itu karena kami terlalu sibuk mempersiapkan semuanya," jawab Zizi merasa tak enak hati. Soora mengangguk, lantas mempermisikan diri dengan cepat sebelum air matanya benar-benar tumpah di sana. Soora masuk ke dalam mobil dan menumpahkan tangisnya di sana. Hatinya terasa amat sakit seolah tercabik dan hancur berkeping-keping, ia masih tidak percaya jika lelaki yang selama ini begitu ia percaya bisa menghianatinya sampai sesakit ini. Soora memukul dadanya sendiri beberapa kali, berusaha meredam rasa sesak juga sakit yang terasa mencekik. Hatinya terasa kian hancur saat ia mengingat penampilan Zizi saat bersama Hunjae. Meski wanita itu memakai setelan longgar, tapi masih terlihat jelas jika perutnya membuncit besar. Hamil? Mungkinkah Zizi tengah hamil? Tangis Soora kian menyedihkan. Ia merasa bodoh dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sudah sejauh apa Hunjae berkhianat? Sudah berapa lama pria itu membodohi juga mempermainkan dirinya? Soora benar-benar merasa bodoh sekarang. Tidak lama kemudian, seseorang mengetok pintu mobil yang Soora tumpangi. Itu Hunjae dengan ekspresi paniknya. Pria itu terus mengetok kaca mobil dan meminta Soora untuk turun dan mendengarkan penjelasannya. Soora bergeming, hatinya sudah terlalu sakit untuk saat ini. Ia bahkan tidak tahu akan bisa menerima tiap penjelasan atau alasan pembenaran dari apa yang akan Hunjae katakan. Satu gelengan lemah jadi jawaban Soora kemudian. Ia belum siap mengetahui lebih banyak hal yang bisa membuatnya kian banyak merasakan sakit, ia bukan perempuan tangguh yang bisa berpura-pura kuat untuk mendengarkan penjelasan. Ia butuh waktu. Mengabaikan Hunjae, Soora memutuskan pergi dari sana. Ia memacu mobilnya meninggalkan area kantor Hunjae dengan air mata yang tidak bisa lagi dibendung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD