bc

SULIT AKUR (SPY COUPLE)

book_age18+
835
FOLLOW
3.1K
READ
spy/agent
possessive
contract marriage
badgirl
CEO
drama
sweet
bxg
lies
secrets
like
intro-logo
Blurb

Amna dan Raden. Nama samaran dari dua orang mata-mata, yang berasal dari dua agensi berbeda, namun mempunyai misi yang sama. Menaklukan gembong mafia, dan mengungkap semua bisnis terselubungnya. Bagai kucing dan anjing, mereka tak pernah akur. Saling berebut, saling mendahului, saling mengungguli, dan saling jatuh cinta.

Penasaran?

chap-preview
Free preview
1. Ranjang Dingin
"LEPASS!!" Aku berontak. Raden mencengkeram erat leherku. Lengan kekarnya menyeret raga ini hingga keluar pintu. Lantas, membisikkan sesuatu yang mungkin tak akan didengar orang. "Kamu harus bayar semuanya, Am!" "LEPAS AMNA!! CEPATTT!!" Pria dengan belasan bodyguard yang sama-sama mengacungkan pistol di depanku pun, tidak bisa berkutik. Bahkan Alex masih menjadi satu diantaranya. "Gak boleh ada yang miliki kamu, bahkan si mafia di depan kita ini!" bisiknya makin lirih. Dadaku bergetar. Apa rencana dia? Aku menatap Alex. Sama sekali tidak ada clue untukku darinya. "MAMA ... " Gadis itu. Dia berontak di atas gendongan sang babysitter, menangis di sudut ruangan. "BI! AMANKAN RANIYA! BAWA PERGI!" Bi Sumi sontak membawa pergi Rania ke lantai atas. "Kamu cari musuh!" tegasku lirih pada pria yang mengekangku. "Aku udah pegang semuanya. Setelah ini, semua selesai!" "JALANN!!" Dia menendangku agar berjalan lebih cepat. Diluar sudah ramai kawanannya. Pintu depan terbuka. Puluhan polisi berjajar mengepung area ini. Belum sempat dia menyeretku hingga keluar, suara letusan tembakan mengudara begitu ... kencang! Dorr! Semua kacau. Baku tembak dimulai. Aku merunduk. Cepat dia menarik paksa mundur badanku. Berlari. Terpatah-patah. Hingga saat makin dekat dengan kawanan pembela negara, cengkeraman kencangnya di leher mengendur. Ada darah mengalir di kakiku. Panik. Aku menoleh. Dia tersenyum. Seketika Raden mengarahkan pistol di bahu kananku. Dorr! "Maaf," bisiknya sebelum ambruk. Dia menembakku. Sakit. Darah mengalir. Mataku memburam. Dan ikut ambruk bersamanya. ------------------- ------------------- Cahaya pagi menyelinap dari balik tirai-tirai tipis, yang terkibas oleh hembusan sebuah air conditioner. Silau. Mataku mengerjap karena sorotnya. Beberapa kali. Hingga pandanganku pulih sempurna. Udara masih dingin. Suhu di ponselku menunjukkan angka 23 derajat celcius. Kulihat kain tebal penutupku, sudah menyelusur di bawah kaki. Aku menariknya lagi, hingga melingkupiku sampai leher. Hangat. Aku menoleh ke belakang. Pantas saja dingin. Mulai hari ini, mulai pagi ini, tak ada lagi tubuh hangatnya yang biasa memelukku dari belakang. Ku ambil bantal dingin yang tergolek di sisi bantalku. Bantal yang sering ia gunakan tiap malam. Kucium sisa aroma rambut yang tertempel di sana. Wangi. Aku memejamkan mata sejenak. Mengais sisa kenangan bersamanya. Membayangkan sosoknya dalam pandangan batinku. Kuraih ponsel dari nakas. Ku buka galeri foto. Lantas, menggulirkan gambar dirinya, satu per satu. Senyumnya ternyata manis. Sudut matanya indah, kala ia tertawa. Dadanya lebar, sehingga aku sering tenggelam di dalamnya. Pandanganku makin buram ketika aku sampai di foto ke sepuluhnya. Menikmati sosoknya yang tak terjamah lagi, memang takkan ada habisnya. Sebulir air terjatuh di atas layar. Membuat touchscreen-nya error, hingga akhirnya layar kembali ke halaman utama, dengan sendirinya. Ternyata, semesta sedang bersekutu. Agar aku, tak mengingatnya lagi. Melupa, itu yang seharusnya terjadi. Pagi kelabu. Rasanya, lebih pantas jika rintik air saja yang menghias pagiku hari ini. Hatiku sedang mendung. Di dalam sini, penuh sekali gelegar petir. Sedu. Marah. Tangis. Patah. Hancur. Segala rasa itu, menyeruak menjadi satu di sini. Ya, di sini! Di dadaku. Aku sedang tak ingin melihat mentari. Hujan ... datanglah! Aku, Amna Arisa. Hah ... rasanya aku ingin mendengus. Nama tak lagi penting bagiku. Terlalu banyak nama tersemat untuk urusan penyamaranku. Tapi, panggil aku Amina. Amina Arshila. Nama asliku. Nama kecilku. Nama yang orang-orang terdekatku tahu. Nama pemberian Bunda dan Ayah. Ya, Amina ini, pagi ini, tak lagi berstatus wanita menikah. Dia, Abraham Bima ... suamiku. Kemarin malam, Bima tertembak tepat di bagian d**a kirinya. Di depan mataku. Di dalam dekapanku. Di rengkuhan tanganku yang bersimbah darahnya. Di dalam tangis hebatku, yang menyertai kepergiannya. Hembusan nafas terakhirnya pun, masih terngiang dalam kepalaku hingga kini. Lalu, aku tersadar. Sekarang, aku sendiri lagi. Dia meninggalkanku ... sendirian. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku bilang ke orang-orang? Tak ada yang tahu dengan misi kami berdua. Tak ada yang tahu, bahwa resiko selalu menyertai hari kami, tiap detiknya. Hujan ... tolong, datanglah yang deras! Sederas mungkin. Agar gemuruhmu, bisa menyamarkan teriakku. Agar rintikan airmu, bisa menemani derai air mataku. Agar gelap langitmu, makin menggelapkan putihnya dinding kamar ini. Agar dinginmu, bisa merasuk ke dalam hatiku. Menyiram amarahku. Meredam dendamku. Mengikis sedihku. Tolong ... turunlah hujan! Temani aku menangis. ------------------ Gimana kesan bab 1?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
292.5K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

Skylove (Indonesia)

read
108.8K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

You're Still the One

read
117.1K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.4K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook