Ameliya membuka pintu depan sembari menggendong Zenia. Nisa menyambutnya dengan senyuman. Tidak ada Adit di dekatnya. Adit lebih memilih menanti di mobil yang tampak berhenti di halaman rumah Dimas. Nisa langsung menyapa Zyo yang berdiri di samping Ameliya. Zyo mendekatinya dan memeluknya dengan raut wajah sedih. Nisa yang merasa semua tidak dalam kondisi baik-baik saja, langsung menarik kembali tatapannya ke Ameliya. Ameliya malah tertunduk enggan membalas tatapan Nisa apa lagi sampai memberitahukannya apa yang sedang terjadi.
“Om Doni, mana?” tanya Nisa yang urung bertanya ada apa sebenarnya. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, walau tidak secara jelas. Tapi dia yakin kalau semua ini, ada hubungannya dengan Doni. Nisa memang sudah sejak lama tahu bahwa Doni mulai bersikap aneh pada Ameliya. Terlebih lagi semenjak kehadiran Zenia. Namun Nisa tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan Adit sendiri pun tidak bisa menyelamatkannya. Ameliya sudah resmi menjadi istri Dimas dan menantu Aurum dan Doni. Rasanya tidak etis jika keduanya masih saja ikut campur tentang masalah keluarga Ameliya dan Dimas.
“Papi lagi ke luar sebentar, tadi dijemput sama temannya,” jawab Ameliya yang hanya dijawab Nisa dengan anggukan. “Kita bisa pergi sekarang?” tanya Ameliya yang berhasil menarik senyuman di bibir Nisa.
Nisa menggenggam tangan Zyo, mengajaknya menuju mobil sedangkan Ameliya sendiri langsung menutup pintu rumah dan menyusul Nisa. Di dalam mobil, Adit menyambut ketiganya dengan sapaan ramah. Namun, saat Nisa yang baru saja duduk di sampingnya di depan, melesatkan tatapan padanya sembari menggeleng pelan, membuat Adit mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Jadi, kalian mau ke mana, biar abang antar?” tanya Adit sembari menarik tatapannya ke kaca di hadapannya yang bisa melihat Ameliya di belakang. Nisa sendiri ikut menoleh ke belakang, seolah semua keputusan ada di tangan Ameliya saat ini. Ameliya mencoba menarik senyumannya agar terlihat baik-baik saja. Minimal di hadapan kedua anaknya.
“Ke rumah abang aja ya, Ameliya malas ke mana-mana,” jawab Ameliya yang langsung disetujui Adit. Adit mulai menjalankan mobilnya ke luar dari pekarangan rumah Ameliya.
***
Audy menghela napas berat saat melihat orang yang sangat dia sayangi, akhirnya bebas dari dalam penjara. Yura, akhirnya terbebas dari jerat hukum tanpa embel-embel sengaja dibebaskan. Dia bebas murni sesuai hukuman. Yura langsung memeluk Audy erat, menangis di dalam pelukannya yang membuat Audy ikut menangis karenanya.
Delapan tahun bukan waktu yang mudah pastinya bagi Yura menjalani hidup di dalam penjara. Dia tersiksa, namun anehnya dia menikmatinya. Bagi Yura, dia lebbih takut berada di luar penjara dari pada di dalam sana. Semua jeratan bahkan paksaan akan dia hadapi di luar penjara. Walau sang mantan suami yang berhasil dia gugat cerai saat berada di dalam penjara, juga berada di penjara yang sama walau di jeruji yang berbeda, namun tetap saja, semua pengawalnya yang siap menjemputnya dan mengurungnya kembali di rumah mewah bak istana itu, tidak akan membiarkannya bebas. Dan Yura takut itu.
Kali ini Yura lebih berani karena merasa hukumannya sudah selesai, ditambah lagi surat cerai sudah dia kantongi berkat Audy dan Adit yang membantu menguruskannya. Hukuman delapan tahun seolah menjadi penebus dosanya pada Audy yang hampir saja menjeratnya dalam pernikahan paksa hanya demi uang dan jabatan ayahnya sendiri. Roszi yang masih di dalam penjara, lebih berat mendapat hukuman. Ada pasal bertubi yang dia terima, selain menjual kedua anaknya ke orang-orang kaya, Roszi juga dijerat sudah mencuri asset salah satu perusahaan temannya hingga sempat menjadi buronan di Batam. Entah mengapa Roszi malah sempat bebas dari hukuman saat itu hingga sesuka hati berkeliaran ke mana pun dia inginkan.
Yura melepaskan pelukannya, Audy mengusap air mata sang adik yang terus jatuh melintasi kedua pipinya. Audy tersenyum. Tampak jelas kasih sayang hadir di wajah Audy pada Yura. Walau Yura bukan satu ayah dengannya, hanya satu ibu saja, namun bagi Audy, Yura tetaplah satu-satunya keluarga yang harus dia jaga sepenuh hati.
“Mami, di mana mami?” tanya Yura yang langsung dijawab Audy dengan gelengan kepala.
Tidak ada yang tahu wanita itu sebenarnya sedang berada di mana. Semenjak Audy memutuskan pergi ke Jerman delapan tahun lalu, dan kembali lagi ke Indonesia setengah tahun kemudian, dia sama sekali tidak pernah mendengar kabar berita keberadaannya. Dan Audy sendiri pun enggan mencari di mana keberadaannya. Baginya, Melody sama saja dengan Roszi. Namun yang lebih sakit adalah, Melody mampu menyimpan kejahatannya di balik wajah lembut dan sikap pedulinya. Dan yang semakin membuat Audy geram melihatnya, dia mampu menangis, menutupi rencana busuknya. Membuat semua orang iba karenanya.
“Aku gak tau dia di mana,” jawab Audy sedikit menarik tatapannya ke arah lain, enggan beradu pandang dengan Yura. “aku juga gak berharap ketemu lagi.”
“Biar gimana pun, dia ibumu, Kak. Dia ibu kita,” balas Yura yang jelas saja menarik perasaan kesal di dalam hati Audy.
“Dia bukan ibuku, itulah yang aku tau saat ini,” jawab Audy geram. “Gak akan ada ibu yang tega menjual anaknya sendiri sama lelaki hidung belang atau pun lelaki jahat di luar sana, hanya demi uang. Karena dia juga dan suaminya itu, Oma Uti sampai meninggal dunia, Yura. Mereka menelantarkannya. Kalau kamu bisa melihat kondisi oma saat itu, kamu pasti juga membenci keduanya,” cerita Audy panjang lebar dengan kebencian di kedua matanya.
Yura masih bisa melihat jelas kebencian itu di kedua mata Audy. Yura berpikir, setelah bertahun-tahun lamanya dia tidak bertemu dengan sang mami, Audy akan segera memaafkanya, tidak akan terus mengungkit masa lalu atau pun membahas hal-hal dan kejadian yang sudha terjadi. Namun ternyata tidak, Audy masih saja menyimpan kebencian. Bahkan kebencian itu sama besarnya sama seperti dulu.
“Gak perlu bahas itu,” ucap Audy kembali menyentuh pipi kanan Yura. “Kamu ada rencana ke mana setelah bebas? Tinggal sama aku, kan?” tanya Audy benar-benar berharap Yura akan bersamanya kali ini. Dulu Yura sudah menolaknya untuk bebas dari penjara dan hidup bersamanya. Dan Audy tidak ingin hal itu kembali terjadi. Dia tidak ingin Yura kembali menolaknya.
“Aku gak ingin ngerepotin kamu, Kak,” jawab Yura yang dengan ccepat dijawab Audy dengan gelengan kepala.
“Aku gak merasa direpotkan, kamu adikku, Yura, aku punya tanggung jawab untuk menjagamu.” Audy tersenyum lebar. “Kita mulai semuanya dari awal, oke?” pinta Audy yang langsung menarik senyuman Yura disusul anggukan kepalanya. “Kita pulang sekarang? Bang Rasya sudah menanti kita di parkiran.”
Yura hanya mengangguk. Keduanya melangkah bersama ke luar dari pintu depan area penjara menuju ke parkiran. Yura sesaat melirik Audy. Dia benar-benar beruntung, Audy yang dulu dia sakiti, malah masih bersamanya. Dia tidak tahu harus berbuat apa tanpa Audy di sampingnya setelah terbebas dari penjara.