BAB 58

1156 Words
Audy berbaring di tempat tidur. Rasa lelah membuatnya benar-benar ingat istirahat sejenak. Hari ini Rasya dan Yura sama sekali tidak bisa membantunya, Rasya sendiri tidak bisa membantunya karena ada pekerjaan. Sedangkan Yura sendiri tidak bisa ikut karena hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Hari ini memang tidak terlalu banyak yang harus dikerjain. Hanya membereskan saja, menyapu dan mengepel lantai saja. Namun Audy yang tidak ingin ada satu pun debu yang menempel, membuat Audy harus ikut turun tangan untuk membersihkan setiap sudut kaca dan juga jendela. Hal itulah yang membuat Audy saat ini kelelahan. Audy meraih handphonenya. Ada satu pesan dari Rasya yang masuk ke handphonenya. Rasya hanya bilang bahwa dia agak lama pulang hari ini karena harus menemani Adit untuk menyelesaikan masalahnya di hotel. Audy mencoba menghubungi Rasya, sayangnya Rasya malah tidak menjawab teleponnya. Berniat memanggilnya lagi, namun urung saat nomor asing hadir memanggil nomor Audy. Sesaat Audy terdiam, mengerutkan keningnya mencoba mengingat satu nomor asing yang kini masih terus memanggilnya. Audy yang semakin penasaran, langsung menjawab panggilan nomor asing itu. Berulang kali Audy mengucapkan halo, namun tetap saja tidak ada jawaban dari seberang. Audy yang mulai kesal, berniat mengakhiri panggilan itu. Namun urung saat mendengar suara seseorang yang tak asing untuknya. Audy kaget bukan main, menatap lurus ke depan dengan ekspresi yang benar-benar tidak percaya akan mendengar suara itu lagi. "Kamu masih ingat aku?" tanyanya yang belum bisa dijawab Audy. Audy bingung harus melakukan apa.. Menjawab takut, tidak di jawab pun Audy takut jika sang penelepon malah berbuat nekat "Tolong jangan tutup teleponnya, Dy, aku tau kamu sudah menikah, dan aku gak berniat ganggu," ucapnya dengan nada sedih yang membuat Audy miris mendengarnya. "Aku cuma ingin ngobrol, Dy. Aku juga ingin minta maaf atas semua kesalahanku. Tapi selain itu aku juga mau minta tolong, Dy, kamu bisa kan datang ke rumahku buat jumpai dengan Mikha?" tanya Jordi yang sesaat membuat kening Audy mengerutkan kening saat nama Mikha disebutkan Jordi. "Dy, kamu dengan aku, kan?" tanya Jordi yang membuat Audy menarik napas panjang lantas mengembuskan napasnya kasar. Jordi yang mendengar embusan napas kasar itu, langsung mengerti kalau saat ini, Audy sedang tidak ingin berbicara dengannya. "Aku tau kamu udah gak mau lagi bicara samaku, Dy. Aku tau, kamu pasti berpikir kalau aku ngehubungin kamu cuma mau merusak pernikahan kamu dan suami kamu. Aku cuma mau minta tolong, Dy." Suara Jordi semakin memelas. "Kamu dan Mikha sejak dulu sangat dekat, aku merasa cuma kamu yang bisa bantu Mikha untuk sadar. Dia sudah seminggu gak sadarkan diri, sudah seminggu dia gak mau bangun. Aku minta tolong, Dy," ucap Jordi sedikit berbohong. Berharap Audy mau hadir di rumahnya untuk membantu menyadarkan Mikha. Walau tidak semua ucapannya adalah kebohongan, namun Jordi harus melakukannya agar Audy iba dan mau datang ke rumah. Bukan untuknya melainkan untuk Mikha. "Maaf, gue gak bisa bantu," ucap Audy yang langsung membuat Jordi kaget bukan main. Untuk pertama kalinya Jordi mendengar Audy menyebutkan dirinya sendiri dengan sebutan 'gue'. Dan rasanya benar-benar sakit bukan main. Jordi tertunduk sesaat, duduk di pinggir tangga di teras rumahnya yang menghubungkan langsung dengan perkarangan rumah. Kecewa rasanya mendapatkan respon seperti itu dari Audy, namun mau tidak mau Jordi memang harus menerimanya, mengingat Audy bukan lagi siapa-siapa untuknya. "Ini semua demi Mikha, Dy. Apa kamu gak mau lihat Mikha sembuh?" tanya Jordi lagi. "Dia mengalami depresi akibat .... " "Maaf, gue harus tutup teleponnya. Sekali lagi maaf," ucap Audy memotong pembicaraan Jordi. Tanpa menanti balasan dari Jordi, Audy langsung mengakhiri panggilan dari Jordi dan melempar handphonenya ke atas tempat tidur. Audy tampak kesal, moodnya hancur seketika. Jordi sudah membuatnya kesal bukan main. Seharusnya Audy bersemangat walau capek dengan rumah barunya yang kini sudah bersih bukan main. Namun akibat panggilan telepon yang dilakukan Jordi barusan, semua kesenangan Audy menghilang seketika. Audy benar-benar benci dengan lelaki yang pernah hampir merusak hidupnya berkali-kali. Suara dering handphonenya kembali terdengar. Audy sempat malas melihatnya. Nada dering yang terus menerus terdengar, membuat telinga Audy sakit. Dia langsung mengambil handphonenya dan berniat mencampakkannya. Namun foto pernikahannya yang tertera di layar, membuat emosi Audy mencair. Bukan Jordi yang menghubungi nya, melainkan Rasya. Audy langsung menjawab panggilannya tanpa berpikir panjang lagi. "Kamu dari mana aja, aku teleponin malah gak diangkat terus." Audy melampiaskan kekesalannya ke Rasya yang sesaat membuat Rasya menjauhkan teleponnya dari telinga. Rasya tersenyum tipis. Dia tahu kali ini Audy benar-benar kesal karena sejak tadi, dia tidak ada menghubungi nya ditambah lagi, panggilan Audy tidak sempat dia jawab. "Tadi aku ada rapat sama Adit, aku gak bisa jawab karena meeting nya masih berlangsung. Kalau aku jawab, bisa-bisa Adit kesal sama aku. Baru juga mulai kerja sama dengannya, aku malah sudah membuatnya kesal. Kan jadi gak enak nanti ke depannya." Rasya berusaha tetap tenang agar tidak terus membuat emosi Audy semakin meningkat. "Aku minta maaf, ya?" Audy menarik napas panjang lantas mengembuskannya kasar, "Jordi menghubungiku tadi," ucap Audy tanpa basa basi yang membuat Rasya kaget bukan main. Dia tidak menyangka, satu nama itu kembali terdengar olehnya. Rasya yang semula duduk santai di kursi meeting, langsung berdiri, berkacak pinggang dengan tangan kiri sedangan tangan kanannya tetap memegang handphonenya. Rasya melangkah mendekati jendela besar yang tertutup. Mencoba melihat semua gedung pencakar langit yang bisa dilihat langsung dari ruangan tempatnya berada. "Mau ngapain dia nelepon kamu?" tanya Rasya kesal bukan main. "Sudah bebas dia?" tanya Rasya lagi. Dia terlihat tidak senang dengan kabar terbaru yang disampaikan Audy barusan padanya. Dia berharap, Jordi tidak perlu ke luar dari penjara sampai kapan pun, agar pernikahannya dengan Audy bisa berjalan tanpa masalah yang berhubungan langsung dengan Jordi. "Dia mau minta maaf, sekalian mau minta tolong untuk nemuin adiknya yang lagi gak sadarkan diri sekarang," jawab Audy. "Entahlah, aku ngerasa dia berbohong. Yang aki tau, Mikha dalam keadaan baik-baik saja sebulan yang laku aku bahkan sempat bertemu sama Mikha, dia malah sehat wal'afiat. Gak ada sakit sama sekali." Rasya mendengarkan semua yang diceritakan Audy dengan penuh seksama. "Jadi aku tolak permintaan dia. Dia sempat maksa, dan akhirnya aku putuskan telepon itu. Aku gak mau kejebak lagi untuk kesekian kalinya." "Kamu ganti nomor saja!" jawab Rasya yang berharap ini menjadi jalan ke luar baginya dan Audy untuk bisa terbebas dari Jordi. "Aku gak mau kamu diganggu terus menerus sama orang seperti itu." "Ya udah, kamu belikan saja aku nomor baru biar bisa aku ganti nanti. Tapi nomor inj jangan dibuang ya?" "Buat apa lagi?" tanya Rasya salah paham. "Kamu mau komunikasi lagi sama tuh anak!" "Bukan, aku cuma ngerasa sayang kalau nomor ini harus dibuang sementara nomor ini sudah aku pakai semenjak kuliah. Semua orang sudah tau nomor ini, jadi rasanya sayang." Rasya menghela napas kesal mendengar alasan Audy barusan yang baginya menentang perintahnya. . "Terserah kamulah," ucap Rasya lantas mengucapkan salam dan langsung mengakhiri panggilan tanpa menanti balasan Salam dari Audy. Audy terdiam. Menatap layar handphonenya yang sudah tidak ada lagi foto dirinya dan Rasya di sana. Dia tahu Rasya sedang marah, dan rasanya tidak ada gunanya jika harus terus mengusik nya dengan menghubungi nya terus menerus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD