BAB 59

1109 Words
Yoko memberikan beberapa berkas ke Yura. Sudah dua hari Yura bekerja dan beberapa pekerjaan yang dia kerjakan, berhasil membuat Yoko puas. Awalnya, Yoko sedikit ragu dengan kinerja Yura yang baru pertama kali bekerja. Yoko membayangkan akan banyak kesalahan yang dilakukan Yura di awal kerjanya. Namun semua dugaan Yoko salah besar, Yura malah mampu menyelesaikan segalanya tepat waktu, padahal di hari pertamanya, Yoko sengaja meminta Melly untuk memberikannya banyak berkas yang harus di cek dan diperbaiki, hingga membuatnya harus lembur. Yura mengambil berkas baru yang diberikan Yoko padanya. Semua sudah selesai di tanda tangani Yoko. Yura tersenyum tipis, berpamitan dengan Yoko, namun urung saat Yoko memintanya untk kembali duduk di hadapannya. Yura menurut. "Apa kamu sudah pindah ke rumah Audy?" tanya Yoko. "Rumah pemberian Adit sesuai janji kita kemarin." "Belum, Om, niatnya dua sampai tiga hari ini,? " jawab Yura sopan. "Soalnya, Yura mau bantuin Kak Audy dulu beres-beresin rumah, karena saat ini Kak Audy gak ada yang bantuin, Om. Ini niatnya Yura mau pulang lebih awal biar bisa bantuin Kak Audy." "Lho, Rasya mana?" tanya Yoko dengan kerutan di keningnya. "Rasya gak ikut bantu?" "Bang Rasya sedang ada proyek cafe sama Bang Adit, jadi saat ini Bang Raya lagi sibuk mondar-mandir ke hotel." Yoko mengangguk tanda mengerti. Ada kelegaan di dadanya mwndengar Rasya begitu giat bekerja untuk Audy. Namun di sisi lain, Ada rasa tak tega saat mengetahui bahwa Audy sendirian mengerjakan segalanya. Yoko masih ingat, ada Arum di rumah yang memang sudah bekerja bersama Audy. Arum yang sejak kecil sudah menjaga dan melindungi Audy, membuat Yoko sedikit lega karenaya. Ditambah lagi, melalui Arum lah, Yoko bisa tahu keadaan Audy. "Setelah ini kamu langsung pulang aja, temanin Audy," ucap Yoko yang langsung membuat Yura menarik tatapannya ke jam dinding di dekat jendela. Jarum jam yang masih menunjukan pukul tiga, membuat Yura kaget bukan main. Masih ada dua jam lagi waktu untuk pulang ke rumah, dan di jam setengah lima nanti harus absen sekali lagi sebelum pulang. Yura memang berinisiatif untuk pulang lebih awal, namun bukan di jam segini, melainkan nanti sat absen jam setengah lima dan tidak menunggu lagi sampai jam lima sesuai jadwal. "Tapi, Om, ini masih jam tiga. Belum waktunya pulang, Om," ucap Yura yang masih tidak menyangka dengan perintah Yoko. "Iya, gak apa-apa, temanin saja Audy beres-beresin rumah barunya." "Soal absen gimana, Om?" tanya Yura lagi sekedar memastikan. Dia tidak ingin terkena masalah hanya karena salah bertindak. Ditambah lagi Yura masih ada baru, rasanya tidak enak jika harus permisi pulang sesuka hatinya. "Lagi pula, Yura tidak enak sama yang lain, Om. Baru masuk sudah izin pulang cepat," tambah Yura lgi yang langsung membuat Yoko berpikir keras. Yoko membuka laci meja kerjanya, mengambil majalah baru yang baru saja terbit Dukung hari lalu, lantas memberikannya ke Yura. "Ini, jadikan ini alasan kamu untuk ke luar kalau ada yang bertanya." Yoko memberikannya ke hadapan Yura yang lagsung menerimanya. "Bilang, kalau kamu mau ngantar majalah baru ini ke Bapak Adit Adya Putra, pemilik hotel Adya." Yura terdiam. Nama itu dan nama hotel yang disebutkan Yoko serasa tjdak asing untuknya. Yura menatap kembali Yoko yang perlahan menutup laci mejanya. "Adit Adya Putra, bukannya Bang Adit, Om?" tanya Yura sekedar membenarkan tebakannya. "Sepupunya Kak Audy?" "Sepupu kamu juga," ucap Yoko yang langsung dijawab Yura dengan anggukan kepala. "Iya, Adit. Hotel mereka langganan majalah kita. Jadi sekalian berikan majalah itu ke Nisa, istrinya Adit, dan kamu gak perlu balik lagi untuk absen. Nanti saya yang absen kan melalui orang di bagian absensi." Yura lega bukan main mendengarnya. Sejak tadi dja memikirkan alasan apa yang tepat dia berikan ke Yoko mau pun semua rekan kerjanya untuk bisa izin lebih cepat pulang. Namun kini Yoko malah memberikan alasan terbaik untuknya yang membuatnya tak perlu lagi memikirkan alasan untuk bisa bebas dari absensi. "Sampaikan juga sama Audy, insya Allah kalau sempat nanti malam saya datang ke rumah barunya." "Baik, Om, kalau begitu saya permisi," ucap Yura yang langsung melangkah pergi ke luar dari ruangan Yoko setelah mendapatkan izin dari nya *** "Jordi ngehubungi kakak?" tanya Yura kaget saaat mendengar langsung cerita Audy sesampainya dia di rumah. Audy yang saat itu duduk di ruang TV, sembari menikmati tontonan salah satu channel TV, langsung mengangguk. Audy menekan tombol power mematikan TV, lantas mengarahkan tubuhnya ke Yura dengan ekspresi serius. "Dia malah nyuruh kakak buat datang ke rumahnya, katanya adiknya sakit, gak sadarkan diri sampai sekarang." "Lha, ngapain harus kakak yang datang, emang kakak penyebab adiknya sakit? Kan enggaak!" ucap Yura kesal mendengar permintaan aneh Jordi yang terkesan tidak masuk akal. "Katanya karena kakak dulu dekat banget sama Mikha, jadi dia berharap kakak bisa bawa dia sadar dengan hadir di sana. Gitu sih katanya." Audy tampak kasihan mengingat kondisi Mikha saat ini yang hanya dia dengar dari Jordi. Yura yang melihat Audy mulai luluh langsung menghela napas. Dia tahu Audy seperti apa. Dia akan segera luluh dan mempercayai apa pun yang dikatakan orang lain jika hal itu menyangkut kondisi fisik dan mental orang tersebut. "Logikanya gini aja ya, Kak, kakak itu udah lama banget gak ketemu sama adiknya itu, siapa namanya?" "Mikha," jawab Audy. "Ha, itu namanya. Jangankan ketemu, komunikasi via telepon, email atau apa pun itu nama sosial medianya juga gak pernah, kan?" Audy menggelengkan kepala. "Jadi dari mana ceritanya kakak bisa buat Mikha itu sadar dari koma." "Jordi gak bilang dia koma sih," potong Audy. "Apa pun itu namanya, Kak. Ini bukan soal dia koma, tapi soal harapan dia kalau adiknya bakalan sembuh kalau kakak datang. Dari mana jalannya coba, sementara dia aja keluarganya sendiri dan kedua orang tuanya juga gak bisa buat dia sadar." Yura berusaha menyadarkan Audy agar tidak terpengaruh ucapan Jordi. "Mustahil kan mereka gak berusaha membangunkan Mikha, pasti dibangunkan dipanggil atau terserah lah caranya. Mereka aja gak bisa apa lagi kakak yang bukan siapa-siapa." Audy terdiam. Apa yang dikatakan Yura memang ada benarnya. Hampir saja Audy terpengaruh dengan ucapan Jordi. Seharusnya dia berpikir dengan logika dulu semua yang diucapkan Jordi bukan hanya dengan perasaan. "Udah deh, Kak, jangan percaya deh sama tuh anak. Yura memang bukan orang baik, Yura juga dulu pernah jahat sama kakak, tapi Yura gak bakalan biarin kakak terjebak lagi sama laki-laki kayak Jordi. Sskarag kakak fokus aja sama pernikahan kakak, sama kebahagiaan dan rumah baru kakak, bukan sama masa lalu kakak." Audy menganggukkan kepala. Dia langsung memeluk Yura. Ada rasa haru yang teramat sangat di hatinya menyadari Yura kini sudah banyak berubah. Yura sudah bukan anak kecil yang hanya menangis memegang bonekanya. Yura bukan lagi adiknya yang sinis dengan semua ucapan menyakiti hatinya seperti dulu. Kini Yura sudah bisa berdiskusi dengannya, bertukar pikiran bahkan mau menyadarkannya dari jebakan Jordi yang bisa saja membuatnya jatuh kembali ke lubang yang sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD