BAB 17

1057 Words
           Ameliya tersenyum lebar, saat melihat Sumi memasak di dapur. Pagi itu, menjadi pagi pertama untuknya di rumah baru. Semula semua keluarga ingin menginap di rumah barunya, namun Nisa yang merasa sering kesulitan tidur jika berada di tempat baru, membuatnya akhirnya pulang tadi malam, setelah Adit membantu membereskan beberapa barang. Sedangkan Audy, dia memilih pulang ke rumah karena ada kerjaan pagi-pagi bersama Rasya. Dan pekerjaan itu harus dia siapkan malam harinya.            Namun Nina, tetap tinggal di rumah Ameliya. Nina dan Aden yang pagi ini libur sekolah karena hari sabtu, membuat keduanya memilih menemani Ameliya dari pada pulang ke rumah. Aden tampak sedang bermain basket bersama Dimas di halaman belakang, yang memang sudah tersedia halaman cukup lebar dengan ring basket yang kemarin sempat dipasangkan Aden. Sedangkan Nina sendiri, masih berada di kamar.            Ameliya melangkah mendekati Sumi, menyapanya sesaat lantas melihat bahan-bahan masakan yang hari ini akan dimasak Sumi untuk sarapan. Ameliya yang berniat masak nasi goreng, malah sudah dimasakkan Sumi. Sumi malah tinggal menyiapkan bahan untuk makan siang yang membuat Ameliya lega bukan main.            “Kenapa semuanya malah Mbok Sumi yang ngerjain, kan bisa Ameliya yang nyiapin semuanya, Mbok,” ucap Ameliya sembari meraih sayur kankung yang masih belum dipetik Sumi.            Sumi tersenyum, mengambil sayur kangkong di tangan Ameliya lantas menatap Ameliya yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.            “Mbak Ameliya kan lagi hamil besar, sebaiknya istirahat saja, jangan banyak ngerjain apa pun, biar saya saja,” ucap Sumi sembari mengajak Ameliya untuk duduk di kursi meja makan yang tidak berapa jauh dari dapur berada. “Mbak di sini saja, istirahat.”            “Saya bosan kalau duduk saja, Mbok,” ucap Ameliya dengan wajah memelas. “Boleh ya Ameliya ngerjain sesuatu gitu.”            Sumi mencoba memikirkan pekerjaan apa yang bisa dilakukan Ameliya namun tidak membuatnya kelelahan. Sumi tersenyum, lantas melangkah kembali ke dapur, dan mengambil sayuran serta baskom. Sumi membawanya ke hadapan Ameliya dan meletakkannya ke atas meja.            “Kalau gitu, Mbak Amel metik sayuran aja ya,” ucap Sumi yang langsung membuat Ameliya tertawa mendengarnya. “Nanti setelah selesai, Mbak Amel bisa istirahat di kamar.”            “Pinter ya, Mbok,” ledek Ameliya yang langsung membuat Sumi tertawa mendengarnya.            Sumi berpamitan kembali ke dapur, mulai memasak lagi yang kali ini dia ingin memasak ikan nila sambal untuk makan siang. Sesaat Ameliya mengarahkan tatapan ke atas meja makan yang sudah tersedia nasi goreng di wadah tersendiri, piring-piring makan yang tersusun rapi, serta s**u putih yang masih panas. Ameliya benar-benar merasa di rumahnya sendiri dulu, saat dirinya belum menikah dengan Dimas. Sumi mengerjakan segalanya untuknya dan Adit, menyiapkan segalanya hingga tak satu pun pekerjaan di rumah yang bisa dia kerjakan.            Dan kini, setelah beberapa waktu dia tinggal bersama kedua mertuanya, akhirnya Ameliya merasakan situasi seperti ini lagi. Walau kini tidak ada Adit bersamanya. Namun semua ini, situasi ini bisa dia rasakan lagi saat ini. Dan rasanya, Ameliya benar-benar bahagia karenanya.            “Pagi, Kak!” seru Nina yang jelas saja membuat Ameliya kaget bukan main. Lamunannya hilang seketika berganti senyuman menyambut Nina yang sudah duduk di dekatnya. Tatapan Nina tertuju ke nasi goreng dan telur ceplok di atas meja, yang membuatnya tergiur bukan main.            “Pagi, sarapan?” tanya Ameliya yang langsung membuat Nina memelas di hadapanya.            “Pengennya sih, tapi yang lain kayaknya belum pada makan, masa Nina makan duluan, gak enak dong, Kak.”            Ameliya tertawa mendengarnya. Ajaran Nisa memang sudah mendarah daging di dalam diri Nina dan Aden hingga membuat keduanya terus melakukannya hingga saat ini. Ameliya selalu salut dengan cara Nisa mengajarkan hal baik pada anak kecil. Di tangan Nisa, kedua adiknya tumbuh dengan sangat baik, hingga Ameliya yakin, kalau nantinya Nisa bisa mengajarkan anaknya jadi sebaik kedua adiknya itu.            “Gak apa-apa, Nina, makan saja. Mereka masih pada main tuh di belakang,” ujar Ameliya smebari terus memetic sayuran yang sudah hampir selesai. “Setelah ini kakak juga bakalan sarapan kok.”            Nina meraih beberapa tangkai sayuran yang belum dipetik, “Ya udah deh, nunggu kakak aja,” ucapnya yang langsung membuat Sumi tersenyum mendengarnya. “Eh iya, hari ini kakak ada niat ke mana?”            Ameliya mencoba mengingat schedule-nya hari ini yang sepertinya kosong. Aurum juga tidak ada janji mau datang, sedangkan Dimas sendiri juga tidak ada menjanjikan apa pun hari ini. Ameliya menggelengkan kepala saat tatapan Nina kembali padanya.            “Kenapa, ada niat mau ngajak kakak jalan-jalan?” tanya Ameliya sekedar menggoda Nina yang langsung membuat gadis cantik berlesung pipi itu tertawa mendengarnya.            “Gak ada sih, Kak. Hari ini sebenarnya Nina malas ke mana-mana. Rasanya pengen di rumah aja. Rumah kakak enak banget, nyaman. Jadi males ke mana-mana,” jawab Nina sembari menyapukan pandangannya ke setiap sudut ruang makan.            Ameliya merasa tersanjung mendengar pujian yang diucapkan Nina. Lagi-lagi ada rasa lega di hati Ameliya saat mendengar ucapan Nina tentang rumahnya. Rasanya, ada benarnya yang diucapkan Nina barusan. Ameliya pun merasa suka bukan main dengan rumah yang dibelikan Dimas untuknya. Rumah yang dari luar terkesan minimalis, namun di dalamnya lega dengan ruangan ruangan yang cukup terbilang luas.            Ameliya tidak menyangka, Dimas bisa mendapatkan rumah sebagus ini di komplek perumahan yang sama dengan Adit. Dimas seolah mengerti, bahwa Ameliya tidak bisa berjauhan dengan Adit mau pun Nisa. Di samping itu, Ameliya juga senang di dekat rumah Adit karena jika dia merasa kesepian, dia bisa jalan sedikit saja ke rumah Nisa dan mengobrol seharian bersamanya.            “Kakak niatnya mau jalan aja sih keliling komplek. Soalnya dokter bilang sudah seharusnya kakak mulai banyak jalan, Dek. Jadi kalau gak hari minggu, kapan lag coba Bang Dimas ada waktu buat nemanin kakak.”            Nina menganggukkan kepala. Belum sempat dia membalas ucapan Ameliya, Dimas dan Aden masuk ke ruang makan, Dimas langsung mengusap kepala Ameliya dan duduk di dekatnya, seedangkan Aden yang masih memegang bola basket, malah melemparkan bola ke Nina yang untung saja dengan sigap ditangkap Nina, walau denga ekspresi kaget bukan main.            “Apaan sih, kalau gak bisa ketangkap gimana coba?” gerutu Nina sembari melihat Aden yang sudah duduk di salah satu kursi. “Kebiasaan kali!”            Aden menjulurkan lidahnya. Ameliya dan Dimas hanya tertawa smebari menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya yang selalu sajabertengkar setiap saat.            “Hari ini kita jalan-jalan sore keliling komplek ya, bisa, kan?” tanya Ameliya pada Dimas yang langsung dijawab Dimas dengan anggukan kepala. Ameliya tersenyum, dan langsung meminta Sumi untuk mengangkat sayuran yang dia petik, agar sarapan bisa dimulai. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD