Mata Andira hampir copot saat masker yang dipakai Henzky dilepas. Pantas saja pria disampingnya ini tergila- gila dengan sosok yang ada didepannya itu. Andira saja yang wanita langsung minder.
Ini makhluk cantik bener! Sumpah!
Ini wajah asli apa hasil oplas di luar negeri?
Thailand atau Korea Selatan?
“ Tidak, ini wajah asliku sejak lahir.” Terang Henzky dengan wajah merona malu.
Oh Ok. Andira bukan tandingannya kalau begitu.
Dan kini Andira menatap dua orang didepannya dengan keki. Bagaimana tidak, dengan gamblangnya tadi Enrrico mengakui mendekati Andira agar sang aunty tidak curiga dan sang ayah yang berada di kota lain untuk berhenti memata- matainya.
Dan ajaibnya itu berhasil, terbukti dengan hampir satu bulan ini sang utusan ayahnya tidak menampakkan diri lagi.
Kalau seperti itu, bisakah Andira meminta upeti pada pasangan laknat ini.
Terlebih lagi dua pria tampan itu tak segan- segan memamerkan kemesraan mereka di depan matanya. Andira melongos kesal. Disini diakan wanita, harusnya dia yang jadi pusat perhatian mereka tapi ini malah ia yang dicuekin. Andira menyeruput Capucinno yang terasa aneh di mulutnya.
Duh- duh sial!
Apa harus dia pakai pelet biar mata para kaum Adam itu menoleh ke mukanya yang imut ini?! Tapi percuma saja kalau saingannya wajahnya macam Henzky ini. Langsung mental dia!
" Cukup! Enek liat kalian berdua kayak gitu!" teriak Andira ketus. Dua manusia didepannya itu tak menggubrisnya yang ada malah makin menjadi- jadi. Mentang-mentang sekarang ada di ruangan private disebuah restaurant hotel bintang lima.
" Kenapa iri? Sini kupeluk.!" suara Henzky menggoda.
" Dasar sinting!" teriak Andira geram.
" Ya sudah jangan banyak coment!" ucap Enrico dengan santainya menggenggam tangan Henzky dan mencium tangan itu dengan mesra.
Dasar Bucin!
Mereka ini tidak lihat to kalau ada dirinya disini. Tidak malu apa?
" Aku mau pulang sekarang!" teriak Andira gemas.
" Iya tapi bentar lagi. Aku masih kangen dengan kesayangku ini."
Kesayangan dia bilang.
Huek..!!!!
Andira ingin muntah ditempat. Memang apa enaknya, sama- sama punya pedang terus kalau mereka mau bertarung…
Andira bergidik ngeri. Ia kembali menatap dua pasangan itu yang masih saja bermesraan. Ingin rasanya ia mengikat dua orang pria didepannya ini dan memberinya obat tidur.
Lalu dia masukkan ke dalam karung!
Lalu dibuangnya ke laut!
" Tidak bisa. Pokoknya sekarang!"
" Duh kumat,deh. Ayo sayang kita anterin dulu nih emak- emak." Ajak Enrico pada Henzky. Andira mendelik keki pada mereka. Siapa yang Emak- emak disini? Hallo dia masih muda ya belum beranak juga!
" Pulang sekarang!" teriak Andira lagi dan lagi.
" Tidak pakai teriak kali."
Selama perjalanan pulang tak ayal Andira lebih memilih tidur dari pada jadi obat nyamuk. ia tak mau lagi menjadi penonton dari adegan terong makan terong itu, tapi susah juga tidur kalau mata kita belum mau merem. Andira membuka sebelah matanya.Tanpa sengaja dua buah matanya itu menangkap tangan Henzky yang tengah sibuk mengelus wajah Enrico dengan sayang.
"Ya Tuhan..Apes banget, sih." batinnya menjerit- jerit.
" Jangan mesra- mesraan di depan mataku! kalian tidak kasihan apa sama aku! Aku ini jomblo !”
Dua orang didepannya itu malah tertawa terbahak - bahak. Dengan wajahnya yang sedikit m***m, Henzky mendekatkan wajahnya kearah Enrico dan bibirnya yang nakal itu menciumi rahang Sexy Enrico dengan ganas.
" AAA...! Elo ngapain itu!!! Gila ! Stress kalian ini! Berhenti! Stop! Aku mau turun disini!" teriak Andira panik melihat aksi m***m dua orang itu makin menjadi- jadi. Dua orang itu seakan tak punya kuping mendengar teriakan cempreng emak- emak dibelakang mereka
" Heh please, jangan pamer didepan aku..! Aku masih perawan hey!" teriak Andira makin kencang disertai nada marah dengan tangan tak henti- hentinya menggoyang- goyangkan kursi didepannya.
" Aduh apaan sih ?" tanya Henzky jengkel karena kesenangannya diganggu.
" Apaan kepalamu?! Tidak lihat apa ada orang disini? Kalian mau pacaran live gitu di depan mukaku?!"
Enrico mendesah panjang seakan capek medengar suara Andira.
" Ya sudah kami antar kamu pulang dulu. Kami janji tidak macam- macam tapi kamu mesti diam. OK!"
"Ok!"
" Bagus."
Andira kembali menyandarkan punggungnya, ia menarik nafas panjang dan menekan kepalanya pelan seakan ia sakit kepala. Dua manusia didepannya juga ikut diam dan tak berani macam- macam, telinga mereka bisa jadi tuli kalau mendengar teriakan Andira. Lagipula bermesraan dalam kondisi berkendara juga berbahaya.
Mobil mereka berhenti didepan halaman rumah Andira dan langsung saja gadis itu langsung loncat dari mobil dan membanting pintunya dengan keras. Tanpa menoleh kebelakang, ia segera masuk kedalam rumah dan masuk kedalam kamarnya.
" Edan...!!!" teriaknya tertahan sembari melemparkan tubuhnya keatas ranjang. Apa mungkin ini petunjuk yang ia dapatkan bahwa Enrico itu bukan jodohnya dengan mengirimkan kenyataan bahwa sebenarnya dia itu aseksual.
Kenyataan hari ini membuatnya syok. Ia tak habis pikir sebelumnya. Enrico...sosok sempurna bagi kaum hawa manapun ternyata penyuka adam.
Lalu mengenai aunty Enrico serta Ayahnya, Apa mungkin beliau tidak curiga dengan kedekatan dirinya dengan sang keponakan sehingga memutuskan kalau Enrico itu sudah sembuh? Tapi sepertinya tidak. Dia saja ditipu!
" Ah bukan dosa gue juga.” Lagipula dia mau berteman dengan Enrico karena apa adanya pria itu bukan.
Kalau masalah Homopubic rasanya dia akan belajar mengatasinya lambat laun.
Lalu sekarang masalahnya ...
Dia datang ke kondangan Nyi Blorong bareng siapa ?!
Mana mungkinkan bareng bundanya lagi seperti pernikahan sahabatnya yang lain.
" Memang mau ditaruh dimana ini muka. Sama aja bikin malu diri sendiri ini."
" Apa mungkin minta bantuan dua alien itu? Apa mereka mau dan salah satunya mengizinkan unutk dipinjam ? Aduh..pusing!" ucapnya ngalor ngidul kemudian menenggelamkan kepalanya dibalik tumpukan bantal- bantal dengan kepalanya yang hampir meledak.
*
Narend side
" Iya, Oma." jawab Narend singkat kemudian menutup ponsel yang sudah 2 jam lebih melekat ditelinganya itu. Pria matang itu menarik nafas panjang dan mengalihkan tatapan matanya yang tajam itu ke hamparan ilalang yang luas.
Pikirannya jauh melayang, mengenang si wanita yang entah siapa.
Bahkan Bayu mengatainya ‘GILA’ saat Narend memerintahkan untuk mencarinya.
Bagaimana tidak gila kalau hampir setiap hari mimpi basah?!
" Jangan pernah melamun di tempat ini ! Kamu tidak tahu mitos tempat ini, heh?'' tanya Bayu dengan nada sedikit miterius berharap sahabatnya itu sedikit penasaran tapi sayang Narend hanya menanggapinya dengan alisnya yang sedikit terangkat.
" Bisa tidak menampilkan ekspresi lain selain itu? Seandainya kamu bukan sahabatku pasti kamu udah kuceburin ke laut dari dulu." ucap Bayu sedikit jengkel. Pria yang selisih umurnya 2 tahun lebih muda itu beranjak dari sisi Narend dan masuk kerumah untuk mengambil minuman ringan yang mereka beli di minimarket saat mereka di jalan tadi.
" Ini. Makan." ia menyodorkan kaleng tersebut dan diterima Narend tanpa suara.
" Jadi gimana menurutmu ? Kamu setuju membangun resort didaerah ini ?" tanya Bayu.
" Prospeknya cukup bagus. Tapi kalau kita tetap membangun resort itu seperti saranmu, Banyak sekali rumah penduduk yang mesti kita bebaskan.''
" Bukankah itu biasa."
" Memang. Tapi saya rasa membangun resort mewah dengan menghancurkan tanah sesubur ini rasanya tidak akan etis. Meskipun prospeknya bagus tapi akan banyak pro dan kontra pada akhirnya. Dan akan berdampak buruk pada saham perusahaan.”
" Beli tanah mereka dengan mahal dan tutup mulut para lalat pengganggu. Itu gunanya uangkan."
" Tidak selamanya uang itu menang. Lagipula sebagian besar mereka itu petani, Kalau mereka cepat mendapatkan tempat tinggal baru dan lahan garapan baru, kalau tidak. Mereka tidak akan punya tempat berteduh nantinya."
" Sejak kapan kamu punya pandangan seperti itu? Biasanya uang menjadi prioritas utamamu? Katakan!”
Narend tak menjawab.
Entah Narend juga bingung. Tapi dirinya hanya menuruti kata hati saja. Biarlah daerah ini bebas dari jajahan kerajaan bisnisnya.
Tapi kalau dia sedikit berinvestasi dengan membeli lahan untuk digarap warga dengan system bagi hasil, mungkin dia akan melakukan itu.
" Terserah apa maumu. Ini perusahaanmu dan uangmu. Kamu yang punya kuasa." jawab Bayu sekenannya.
" Oh ya. Kamu sudah ada partner ke pernikahan Jason nanti ?"
Narend hanya menatap Bayu dengan tajam, seakan tak suka dengan pertanyaan barusan . Bayu tertawa menanggapi jawabannya itu.
" Kamu kan bisa bawa Nisa atau Mika ke kondangan nanti."
" Tidak lucu. " Nisa dan Mika itu keponakan Narend dari pihak Mamanya dan usia keduanya baru 5 tahun.
" Ya sudah bawa aja Oma." ucap Bayu dan lagi- lagi mendapat pelototan tajam dari Narend.
Narend menggeleng tajam. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa dan menutup matanya lelah.
Ini pertaruhan harga diri sebagai seorang lelaki!
Andai saja dia yang menikah terlebih dahulu, mungkin dia tidak akan serepot ini. Sial, harusnya dia berpikir matang terlebih dahulu sebelum menyetujui pertaruhan konyol yang dibuat oleh Jason.
Siapa yang menikah terlebih duhulu, yang kalah wajib memenuhi segala permintaan si pemenang.
Dan tanpa pikir Panjang dia setuju dengan beranggapan, wanita lebih suka tipe pria seperti dirinya untuk dijadikan suami bukan pria seperti Jason itu.
" Sudah jangan dipikirkan! Anggap saja kalian berdua tidak pernah membuat kesepakatan aneh itu." ucapnya. Bayu sendiri bersyukur karena ia tak ikut taruhan konyol ala Jason waktu itu.
Bayu tersenyum lebar sembari mengejek dalam hati.
*
Andira side
" Habis dari mana?" tanya Nindy saat Andira memasuki ruang keluarga dengan membawa banyak sekali paperbag.
" Shooping!" ucap Kakaknya itu dengan cengiran.
" Shooping? Bukannya lagi pailit ya? Memang dapat duit dari mana?" tanya Nindy menyelidik.
Andira menarik nafas jengah, adiknya itu selalu saja. Andira tahu apa yang tengah dipikirkan otaknya itu.
" Itulah gunanya punya teman kaya. Ini itu tinggal dibeli." ucap Andira terbahak. " Dasar cewek matre"
" Siapa yang matre,ya? Ini tuh rejeki tidak boleh ditolak. Dosa tau.''
Jangan salah, bukannya Andira yang memalak Enrico tapi pria itu dengan senang hati membelanjakan apapun kemauan Andira sebagai bentuk balas budi. Awalnya sedikit takut dekat dengan mereka setelah ia melihat sebuah situs berita yang muncul di media online beberapa tahun yang lalu. Sepasang Gay menjadi pembunuh berantai. Membuat Andira sempat menghindar dari mereka berdua tapi pada kenyataannya semuanya berbeda dengan apa yang ia lihat diberita. Dua orang itu begitu solit padanya. Menganggapnya bukan sebagai teman tapi sahabat.
Andira tersenyum tipis. Kemudian berlalu dari hadapan Nindy.