bidadari

1020 Words
Sesampai di belakang coffe table, aku mengambil Apron atau lebih di kenal dengan sebutan celemek dikalangan emak emak, lalu mengalungkan di leher dan mengikatnya di pingang belakang, Lantas aku menyiapkan alat alat tempur dari grinder, espreso maker dan alat alat lainya di simpan pada tempatnya supaya memudahkan pekerjaan ku, Setelah beres menata alat alat coffe aku mengecek persedian bahan, lalu mencatatnya apa aja yang harus di beli Pukul 09:10 waiter pun menyerahkan pesanan pertama, setelah mengeceknya Aku mulai mengabil espreso yang ada di coolkas lalu memasukanya ke belender ditamnah s**u rendah lemak, gula, coklat, es batu dan bahan bahan lainya, ku nyakalan blender selama 30 detik dan memtikanya selama tiga puluh deti, aku mengulangnya beberapa kali sampai dengan keketanlan yang pas, ku tuangkan isi belender ke plastik berlogo purti duyung berekor kembar. Ku tambahkan krim dan parutan coklat diatasnya lalu kutaru di meja biar di antar waiter. Pesan pertama sudah beres lalu pesanan kedu, dan ketiga pun berdatangan, aku pun terhanyut dalam setiap menu yang aku sajikan karna ini adalah kerjaan yang ku dambakan ngerasanya keren aja. Tak terasa waktu ship pertama habis, aku segera merapihkan barang barangku lalu menuju parkiran yang terletak di lobby Aku langsung memakai masker, helm dan sarung tangan lalu mengkick stater motorku seketika. "Bruuumm brumm burubumm bumm buuum brum brumm" Aku tarik tuas sambil menjepit kopling, lalu kutekan maju gigi nya seketika motor pun melaju meningalkan tempat parkir menuju kearah selatan. Baru beberapa meter motor ku melaju, pandangkan ku terhenti melihat sosok wanita yang berjalan di trotoar, merasa penasaran aku hampiri Ciiiiiiit.. Decit rem motorku ya berhenti tapat disamping wanita itu. "Din, mau kemana?" Tanyaku sambil membuka kaca helm. "Eh kakdali, ini mau pulang naik busway" jawabnya sambil menudukan kepalanya. "Ayo aku antar" sambil mengambil helm yang selalu aku ikat di jok belakang lalu menyerahkan pada dini. "Engga kak, terima kasih, bentar lagi nyampe halte busway kok" tolaknya halus "Aku mau ngobrol, sejak kita ketemu kita belum pernah ngobrol, aku pengen tau keadan kakak mu gimana" tanpa menungung jawabanya aku langsung memakaikan helm kewanita berparas manis, berbibir tipis matanya nya yang bersih menyempurnakan kecantiknya. Wanita berhijab putih itu, diam tanpa penolakan ketika aku kancingkan tali helm biar tidak jatuh kalau lagi ngebut. Aku menyuruhnya naik tapi dia tetep diam mematung disamping motorku. "Kenapa diem din, gak mau diantar ya?" Tanyaku heran "Bingung gimana naiknya kak, kan motornya tinggi" jawabnya sambil tetap memalingkan pandanganya. "Oh ya udah sini pegangan" sambil ku sodorkan tangan ku sebagai pegangan Dini pun memegang tangan ku yang tebalut sarung tangan menyisakan jari jari ku aja, Ketiak jari ku menyentuh tanganya degup d**a ku menjadi tak berirama, ada perasaan aneh mengalir di tubuh ku. Setelah dini naik dan duduk dengan aman di belakang, aku menarik tuas gasku melaju kencan menembus deratan kendaraan yang memadati jalan. Menikamati polusi sore, aku parkirkan motor di depan salah satu rumah makan sunda. "Kok berhenti disini kak" tanya dini heran "Kita makan dulu, biar enak ngobrolnya" jawabku sambil menyodorkan tangan biar memudahakannya untuk turun. Setelah dini turun aku menurunkan kick standing lalu mengajaknya masuk kedalam, awalnya dini nolak tapi dengan sedikit tarikan di pergelanganya ia pun mengikuti ku. Rasa aneh pun kembali kurasakan saat kulit ku menyentuh kulitnya. Selelah memesan makanan aku mengajak dini naik ke lantai dua lalu mempersilahkannya duduk di meja yang dekat dengan kaca. "Kok kamu bisa nyampe ke jakarta, bukannya dua minggu yang lalu kamu udah dilamar, ku liat di story kakak mu" tanyaku sambil menatap ke arah dini "Ceritanya panjang dan sangat rumit kak" jawabnya lirih terliahat matanya berkaca kaca "Ya kalau membuat tidak nyaman, tidak usah cerita din, maaf kalau pertanyaanku membuatmu tidak nyaman" ujar ku "Aku kabur dari rumah kak" seketika dia mengehtikan ucapanya, matanya mulai mengeluarkan air bening membasahi pipi lembut nya. Melihat wanita menangis aku gelagapan replek tanganku mengabil tisu yang ada di atas meja lalu menyerahkan padanya, dini pun mengambilnya lalu mengusap pipinya dengan tisu yang aku berikan. "Terimakasih" gumam dini Setelah dia merasa tenang dia pun melanjutkan ceritanya. "Kak dali harus janji, jangan beritahukan keberadaan ku termasuk sama kak deni" pintanya. "Tenang aja, aku bisa dipercaya kok orangnya kalau kamu berkenan cerita, aku akan memjadi pemdengar setia" jawab ku sambil menatap ke arah bidadari yang sedari tadi menunduk. "Aku di jodohin dengan bapak bapak, katanya beliau pengusaha dari jakarta, sebagai anak aku tidak bisa berbuat banyak hanya bisa mengikuti perintah orang tua, samapi kami melakukan pertunangan sekaligus lamaran beberapa minggu yang lalu, menjelang hari pernikahan aku semakin gak mampu menahan perasaan aku, aku tidak mau nikah muda aku mau kerja, mau kuliah, walaupun nikah aku mau nikah dengan suka rela, menikah dengan orang yang aku cintai, bukan dengan bapak bapak yang umurnya beda dua kali lipat dariku, akhrinya aku pun membulatkan tekad dengan modal cincin pertunangan yang aku jual aku menaiku bus sampei datang ke kota ini" ungkap dini sambil terbata bata. Mendengar penuturanya aku hanya diam sambil geleng geleng kepala, di zaman moderen seperti sekarang masih ada cerita siti nurbaya. Tiba tiba pelayan datang membawa nampan berisi makanan yang kita pesan lalu menaruh di atas meja. "Silahkan, selamat menikmati" ujar pelayan sambil pergi meningalkan kami Aku mengambil sendok yang ada di meja mengelapnya dengan tisu, lalu keserahka pada dini "Makan dulu, nanti lanjut lagi ceritanya" kata ku sambil ngambil sendok lagi Kita pun menyantap makan tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut, kita fokus menikmati makan sesekali aku memandang wanita yang ada di hadapanku, kadang tidak sengaja pandangan kami beradu, ada rasa yang sangat susah di jelaskan bergejolak di dalam d**a, aku pun langsung memalingkan wajah ke arah lain pura pura tidak melihatnya. Langgit yang berwarna merah ke kuning kuningan terlihat jelas di sebelah barat menghiasi indahnya cakrawala sore. Seletah beres makan aku dan dini pun melanjutkan perjalanan, tapi sayang macetnya sangat parah sampe sampe motorpun terjebak, Adzan magrib pun terdengar di masjid terdekat melihat kemacetan yang sangat parah, aku mengajak dini sholat dulu, takut pas nyampe kontrakan tidak keburu sholat magrib, dini pun menggukan kepala tanda setuju, dengan susah payah akhirnya aku bisa memarkirkan motor ku di halaman masjid. Seusai sholat ternyata jalan udah mulai lengang dengan mudah kami sampe di kontrakan dini
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD