Tunangan Sang Tuan

1123 Words
Mansion Arash Blam! Pintu kembali tertutup, kini di ruangan itu hanya ada Anggasta dan si penjaga yang akhirnya bisa bernapas lega, ketika sang Tuan tidak bersandar padanya. Ia menatap dengan tatapan datar bagaimana Tuannya berjalan tagap menuju jendela kamar, memandangi halaman di luar sana dengan onyx yang semakin tajam. “Aku akan pergi sendiri.” Ia masih belum bersuara, masih menunggu apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh sang Tuan, yang kini kembali menghadapnya. “Dan kalian akan berada di sana, bahkan sebelum mereka sampai untuk menangkapku. Apa kau mengerti maksudku apa?” imbuh Anggasta. Ia menatap si pengawal yang mengangguk tanpa bertanya, membuatnya tersenyum puas dan kembali berjalan ke arah si pengawal kemudian menepuk-nepuk bahu itu cukup bertenaga. Puk! Puk! “Malam ini pastikan mereka berjaga tanpa ketahuan, selagi kita bersenang-senang. Sudah lama aku tidak merasakan hiburan, kau tahu itu kan?” bisik Anggasta di telinga sang pengawal yang kembali mengangguk. “Aku mengerti.” “Bagus. Kau, akan selalu bersamaku, kan?” tanya Anggasta memastikan. “Ya Tuan Gasta, karena aku adalah milikmu,” jawab si pengawal dengan tawa senang memenuhi kamar. Skip Devilihs Ultra Club Distrik 21 Malam hari tiba, seperti yang dikatakan oleh Anggasta jika malam ini mereka akan mencari hiburan pelepas penat, maka di sinilah ia dan sang Tuan berada tepatnya di sebuah club terkenal yang ada di kotanya. Sebenarnya bukan hanya dirinya, tapi sang Tuan pun membawa beberapa bawahan yang berjaga di luar dan sekitar, menyisakan dirinya yang berada di sisi sang Tuan. Ia adalah pengawal yang paling dekat dengan sang Tuan, tapi rekannya tidak ada yang berani untuk melakukan macam-macam, karena ia sudah pernah duel untuk uji kelayakan menjadi pengawal pribadi. Selain karena dari kecil ia dan sang Tuan sudah bersama, ia adalah salah satu pengawal terkuat yang dimiliki oleh klan Arash. Musik menghentak sudah biasa didengarnya, bahkan sang Tuan tidak segan mempertontonkan berbagai kegiatan yang seharusnya tidak dilihat olehnya. Saat ini ia berjalan di belakang sang Tuan, menuju ruang VIP dimana mereka akan menghabiskan waktu malam, sebelum besok melakukan pertemuan dengan ‘tikus’ kecil incaran sang Tuan. Ruangan kedap suara ini diisi dengan sofa melingkari sebuah meja, juga ada lampu berkelip di atas sana. Ia mendekati telinga ketika sang Tuan seakan hendak ingin berbisik dengannya dan kemudian mengangguk, ketika mendengar perintah. “Jangan kemana-mana dan tetap di sini.” “Baik.” “Pesankan seperti biasa dan biarkan para gadis menghibur,” lanjut Anggasta memerintah. “Baik.” Setelahnya, ia keluar untuk mengurus pesanan yang dimaksud sang Tuan. Ia kembali turun dari lantai di atas sana, sekalian melihat rekannya yang lain di tempat masing-masing. Sampai di depan meja konter seorang bartender mengadu kepalan tangan denganya, memanggilnya dengan akrab dan ia menarik sudut bibir, mengulas senyum kecil. “Seperti biasa, Raion?” Raion adalah nama yang dipakainya untuk setiap perkenalan, kode nama yang diberikan sang Tuan ketika ia masih kecil, tepatnya ketika ia berhasil mengalahkan banyak rekannya yang lain ketika duel. “Ya, kau antar saja.” Si penjaga dengan kode Raion ini menjawab tanpa nada berarti, kemudian pamit pergi ketika melihat rekannya saling berbisik. “Aku tunggu di sana,” lanjutnya sambil berlalu. “Ya!” Tubuh tinggi dengan kemeja dilipat sampai siku itu berjalan menghampiri dua rekannya dan sampai setelah melewati banyak orang yang beraojojing di lantai diiringin musik. “Ada apa?” tanya Raion kepada keduanya setelah sampai. Sontak keduanya yang mendengar menoleh, termasuk rekannya yang paling dekat dengannya. “Rai, Nona Retta di depan club, sepertinya dia tahu Tuan Anggasta di sini.” Laporan dari rekannya diangguki mengerti olehnya, kemudian menatap sekitar masih dengan ketenangan yang luar biasa. Biasanya, Tuannya akan marah jika sedang bersenang-senang diganggu, tapi ia juga tidak bisa membiarkan tunangan sang Tuan sampai mengamuk. “Aku ambil alih di sini, kalian kembali berjaga.” “Kamu yakin, Rai?” tanya rekannya. “Sejak kapan Raion tidak yakin dengan keputusannya, Eizi?” tanya Raion balik, menarik sudut bibirnya menjadi seringai yang tampak manis di mata keduanya. Entahlah, padahal Raion adalah laki-laki, tapi keduanya merasa Raion terlalu feminim dengan tubuh ramping. Eizi bahkan sampai tersipu, ia sampai selalu berharap jika rekan pengawalnya ini seorang wanita dan dengan begitu bisa dikencaninya. “Ck! Baiklah, aku percaya.” “Hm, aku pergi,” sahut Raion dan melenggang pergi, tanpa mendengarkan lagi apa yang keduanya bicarakan. Ia menuju depan sana, dimana seorang wanita yang katanya tunangan sang Tuan sedang berada. Sementara Raion yang sedang berjalan meninggalkan area clun, di luar sana tampak seorang wanita berpakaian seksi bersama dua orang penjaga di samping kiri-kanannya. Ia ingin sekali masuk ke dalam dan mencari tunangannya yang menurut kabar dari mata-matanya sedang ada di dalam sana. Dagunya terangkat dengan bibir terkatup rapat, apalagi saat melihat seorang pengawal yang dikenalnya baik berjalan menghampirinya. Tangannya yang mengepal di sisi kanan-kiri tubuh dibawa bersedekap, menatap si pengawal yang membungkuk hormat di depannya dengan sombong. “Selamat malam, Nona,” sapa Raion datar setelah kembali berdiri tegak. Si nona mengangguk, melihat ke sekitar dan akhirnya kembali melihat si pengawal bertubuh tinggi ini dengan memicing. “Dimana Anggasta?” tanyanya ketus. “ Kau jangan menyembunyikannya atau aku akan katakan kepada Oyaji untuk menghukummu,” lanjutnya mengancam.  Oyaji adalah Oyanbun atau juga ayah Tuannya. Meskipun tahu jika sang Oyaji tidak akan menghukumnya, ia cukup menghormati ancaman itu dengan tidak tersenyum mengejek. “Maaf Nona. Anda akan bertemu Tuan besok, karena saat ini Tuan sedang sibuk.” “Sibuk apa!? Dia sedang b******u dengan wanita di dalam sana?” sentak sang nona tajam. Raion kembali menatap biasa, kemudian menatap dua pengawal si nona yang menunduk ketika melihatnya. “Besok malam saya yang akan menjemput dan mengantar Nona menemui Tuan. Apakah ini bisa diterima, Nona Auretta?” Auretta tepatnya Auretta Ayako Rownee. Ya, Auretta adalah putri tunggal dari keluarga Rownee, memiliki usaha batu bara dan terkaya nomor 2 setelah keluarga Arash. Lalu di bawahnya sendiri ada keluarga Agler, kabarnya keluarga mafia yang juga berpengaruh. Tidak seperti sang Tuan yang memiliki darah Jepang dari sang Oyabun, sedangkan ibu sang Tuan adalah wanita cantik dari Indonesia. Wanita di depannya adalah keturunan Jepang dan Amerika, lahir di negara sang papa itu sendiri. Auretta berpikir, kemudian menatap dengan memicing ketika melihat wajah manis Raion yang selalu berada di dekat tunangannya. Dibandingkan cemburu terhadap para wanita yang dekat bahkan menemani satu malam sang tunangan, ia lebih cemburu dengan kedekatan si pengawal dengan tunangannya yang tampak menyayangi si pria tinggi di depannya. Bahkan, putri dari keluarga Agler yang terang-terangan mengaku tidur dengan tunangannya pun hanya dianggap angin lalu dan saingan biasa. Tapi, kenapa jika pria di depannya ia justru merasa sangat tersaingi? “Cih! Awas saja kalau sampai bohong, aku sendiri yang akan memenggal kepalamu. Ingat itu!” ancam Auretta dan setelahnya meninggalkan area club, menyisakan Raion yang menatap dengan wajah datar. Bersambung 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD