••
Sejak pertemuan itu, Maria sering nongkrong bareng teman-teman abangnya, Marvelino Chandra Lubis, di cafe. Maria kadang datang sendiri atau dibuntuti Nora yang emang demen liat yang bening-bening. Seperti kali ini, Maria datang dan membuat dunia cowok pendek itu ambyarrrr! Tentu saja kehadirannya yang malah bikin Abeen nggak fokus. Walau Maria nggak tahu menahu soal kekacauan yang dibuatnya itu. Abeen banyak nervous-nya. Dia sampai salah ngambil nada dasar segala. Fiuh!
Lain lagi sama Han. Dia seneng-seneng aja sahabatnya sukaan sama Maria. Kalo bisa digilai aja sekalian. Dia ngerasa kalo Abeen terlalu jaga jarak sama Maria. Padahal Maria-nya Han rasa pengen dideketin. Makanya hal itu bikin Han senyum-senyum gaje liat kelakuan absurd dan nggak peka sahabatnya itu.
Kepala Maria manggut-manggut, mengikuti nada yang didengarnya. Walau bernada rap tapi tetap oke di rungu Maria. Karena memang ia mulai terbiasa dengan genre musik rame kayak gitu. Abeen makin merasa awkward dengan perasaannya sendiri.
"Udah, istirahat dulu. Biar d'Days aja yang main," cetus Marvel.
d'Days itu grup band lama di cafe milik Marvel. Mereka dikenalkan seorang teman Marvel.
"Tapi sejauh ini nggak ada masalah kan Bang, sama mereka?" Maria agak berbisik ke arah Marvel.
Abangnya tersenyum lalu menggeleng.
"d'Days anak-anak yang baik, sans aja..." sahutnya.
"Yaa, gue nggak mau aja nanti ada masalah, ada yang rusuh. Kan nggak enak," sela Maria cepat.
"Hm ... gue percaya sama mereka dan kalian," tambah Marvel sambil mandang dua temannya.
"Thanks banget lo udah percaya sama kita, Bro." Han bertos-ria sama Marvel. Disusul Marvel-Abeen.
Marvel terkekeh,"Ya... Semua ini nggak akan terealisasi tanpa bantuan adek gue. Thanks ya Dek, tanpa lo, Three King nggak bakal ada."
Maria tersipu. Bisa saja Marvel memujinya di depan Han sama Abeen. Siapa tahu nambah poin penilaian di depan sang gebetan.
"B aja ah. Trus, bukan cuma sisi entertainment nya aja dong yang di revisi, emh ... sisi kulinernya juga, gimana?" Maria menggelayuti anak tangannya di bahu sang Abang.
Marvel menepuk jidat Maria.
"Lo ya, kalo pinter tuh jangan egois, bagi-bagi deh... Baru aja gue mau tanyain," seloroh Marvel.
Maria terkikik sambil menutup mulutnya. Udah kebiasaan kalo ketawa, Maria akan menutup mulutnya. Itu etika yang diajarkan mamanya.
"Enaknya apaan ya, Ya?" Marvel sibuk menscroll ponselnya, memilih dan memilah.
"Menu yang kekinian dong, Bang. Gak mungkin ada ketoprak sama kue pancong kan di sini?" usul Han.
"Tapi nggak apa-apa loh sebenarnya, kue pancong kan enak. Atau bikin sejenis kue bulan," susul Maria.
"Long John bread, kan belum ada tuh."
Maria mengiakan celetukan Han. Lagi. Dipikir-pikir, usul Han boleh juga.
"Lo suka kulineran ya Han?" tanya Maria.
"Ya gitu deh..." Han menaik-turunkan kedua alisnya.
"Oke, sip." Marvel mengacungkan jempolnya.
"Lagian bahan-bahannya murmer, kecuali ada yang pengen pake sapron, dan bahan mahal lainnya, kaviar misalnya." Marvel ikut berkomentar.
Maria membelalak, apa jadinya long John bread pake kaviar? Atau bakwan kekinian yang isinya pake sapron? Ada-ada saja abangnya ini.
"Ini tuh cafe bukan restoran bintang tujuh," sergah Maria.
Han terkikik,"Obat puyer dong!"
Seperti biasa Abeen diam aja menonton mereka yang berdebat, nggak ikut campur soal dapur. Apalagi sekarang ada Maria, tengsin dong!
Tak lama anak-anak d'Days naik ke lantai dua, menghampiri meja Marvel. Jae mendekat ke arah Maria. Sebelah tangannya menyampir di bahu Maria. Dan sang gadis seolah biasa saja.
"Kalian jadi diajak rekaman sama Om Petra?" tanya Marvel.
"Lagi approach-approach gitu sama Yongky. Nggak ngerti, kadang kita mah ngikut bae gimana dia aja," sahut Jae.
Abeen jelas masih merhatiin tingkah cowok itu sama Maria. Kesel juga karena cewek itu diem aja saat Jae nyampirin tangannya. Perubahan rautnya tentu Han sadari sejak tadi.
Ah, dasar baperan!
"Om Petra bilang lagi nunggu jadwal ketemuan sama para pemegang saham. So, ya kita tunggu aja." Yongky buka mulut.
Marvel manggut-manggut,"Good luck ya? Semoga kita bisa nyusul."
"Kalian pasti cepet ngerambatnya. Secara sejak manggung di sini udah banyak animo yang positif lagi. Percaya ajalah," timpal Wondo dengan suara khas beratnya.
"Apa perlu gue buka lowongan band baru buat gantiin kalian? Hm?" Marvel mandang Yongky.
"Aish! Belum apa-apa udah main ganti aja sih, Bos? Nantilah, toh belum fix juga. Kayak yang iya aja cocok lama loh adaptasinya," sahut Yongky.
Marvel terkekeh,"Bacot nego lo. Ya udah, bantu prepare buat ntar kalo jadi."
"Sip. Lo juga semoga proyeknya gol!"
Malam itu mereka lewatkan dengan berdiskusi dan sesekali ngobrol ringan. Tak terasa jarum jam udah ngerambat ke angka sebelas.
"Ya, gue masih lama nih. Lo mau pulang duluan?" tanya Marvel.
Maria yang tengah ngobrol sama Wondo dan SJ menoleh.
"Hm? Pulang?"
"Heeh, gih duluan. Nyokap ntar nyinyir lagi, males besok gue yang diceramahin."
Maria memberengut, masih betah soalnya. Tapi ya dia harus pulang.
Ponsel Marvel bunyi.
"Tuh, panjang umur kan? Cepet lo balik. Bawa mobil, ntar gue numpang punya Yongky."
Maria berdecak malas sambil mencangklong tasnya.
"Han! Anterin Maria, " cetus Marvel.
"Hah? Gue? Abeen aja deh. Lagi mager gue," tolak Han sengaja.
"Lo bisa, Been?" Marvel menoleh ke arah Abeen.
"Bisa bawa boil, maksud lo? Bisalah, ayok!" Abeen ngambil kunci yang diulurkan Marvel.
"Been! Isi full tank ya? Minta duitnya ke Maria!" teriak Marvel saat Maria dan Abeen udah turun.
"Giliran bensin minta jatah gue lo, Bang!" seru Maria kesal.
Marvel terkekeh, "Ntar gue ganti. Repot amat. Belum stok opnam nih!"
Maria mencebik. Tapi nggak urung turun juga diikuti Abeen yang jantungnya udah cekat-cekit gitu.
"Ya, kalo bisa jangan terlalu sering ikut nongky sama kita. Ntar lo sakit," kata Abeen.
Maria menoleh sambil senyum,"Gimana dong, abis gue excited banget pengen bantu Marvel. Dia bisa garap musiknya, nah gue kan bisa icikibung di dapurnya. Bener nggak?"
"Iya sih. Tapi jangan sering-sering."
"Kuatiran banget sih, Been."
"Emang lo nggak mau dikuatirin?"
Ambigu. Maria tersenyum saat Abeen menoleh ke arahnya. Mendadak dugun-dugun jantungnya.
Makdirabit! Senyumnya manis...
Mereka masuk ke mobil, tapi Abeen berdecak saat melirik fuel yang morat-marit.
"Kita ke pom dulu ya?"
"Iya,"
Abeen belok setelah melewati perempatan. Ada beberapa motor dan kendaraan besar lainnya yang mengantri.
"Been, gue ke toilet dulu ya?" pamit Maria sambil memberi uang bensin.
"Hm ... hati-hati," angguknya.
Maria sudah menghilang di balik sekat menuju toilet pom. Abeen maju lalu turun dari mobil.
"Full ya?" suruh Abeen.
Arah pandangnya menyisir ke tempat Maria pamitan tadi. Dilihatnya Maria keluar, tapi tiba-tiba ada segerombol anak motor menghampirinya.
"Gawat!" desisnya.
Abeen masuk dan menstater mobilnya. Lalu menghampiri Maria yang tampak ketakutan.
"Ya, masuk! Cepet!"
Buru-buru Maria masuk dan langsung Abeen tancap gas. Benar saja, gerombolan motor itu mengejar Abeen.
"Gimana nih, Been?!"
"Tenang, tadi lo nggak diapa-apain kan?"
Maria menggeleng. Mereka tadi cuma colek-colek dia aja. Tapi tetap aja itu menakutkan.
Maria menoleh ke belakang,"Mereka masih ngejar, Been."
"Pasang safebeltnya. Gue mau ngebut!"
Abeen terpaksa zig-zag guna menghindari kejaran motor-motor itu. Kena, artinya mampus, tinggal nama!
"Mereka anak mana sih? Serem-serem gitu..." Maria bergidik.
"Dah, tenang Ya. Jangan panik. Coba lo telpon Marvel, bilang kalo kita bakal agak lamaan nyampe rumah. Takutnya nyokap lo kuatir."
Maria menurut.
"Bang! Gue sama Abeen dikejar anak motor. Ini gue lagi puter balik ke tempat lo. Kasih alesan ke mama ya?"
"..."
"Abang pengen ngomong sama lo,"
"Loud speaker,"
"Been! Gimana ceritanya?! Trus, lo ada ide nyingkirin tuh bocah-bocah? Jangan dilawan bro, bisa mampus."
"Been, lari aja ke base camp. Lo pake jalan yang biasa dipake jurit malem. Kayaknya aman tuh. Ntar gue sama Marvel nyusul," kata Han.
"Yo!"
Abeen melarikan kereta besinya dengan kecepatan yang lumayan bikin perut Maria bergejolak. Untung tak ada polisi. Kalo ada, musibah yang mereka dapatkan jadi dobel! Dalam hati Maria merapalkan doa agar nggak sampai kena tangkap anak-anak motor beringas itu.
••
tbc