Bab 3

1938 Words
Sendy mengerjapkan matanya berulang kali hingga ia bisa menyesuaikan cahaya yang masuk mengenai netra coklatnya. Ia sangat kenal suasana ruangan ini, ruangan yang sering ia datangi ketika membutuhkan bantuan untuk mengerjakan PR. Ya! Ia terbangun dari tidurnya di ruang kerja Angga. Senyum kecil terbit di wajah orientalnya ketika melihat jas hitam menutupi paha mulusnya. “Bisa romantis juga ternyata,” kekehnya berusaha untuk duduk dan merapikan seragam sekolahnya yang sedikit berantakan. Sendy mengelilingi ruang kerja Angga yang memiliki beberapa rak buku berisi novel dan komik. Ia tahu benar lelaki itu sangat menyukai komik, tapi bagaimana dengan novel? Sejak kapan lelaki itu suka membaca novel, karena yang ia tahu adalah dirinya yang sangat menyukai novel. “Kak Angga ganteng, pinter dan sukses. Tapi sayang dia terlalu jahil dan m***m, jadi aku nggak bakalan naksir deh sama dia. Amit-amit...” rutuknya pada diri sendiri sambil mengetuk-ngetuk lemari buku. Tidak berapa lama Sendy larut dalam aktifitas membaca novel yang ia ambil dari rak buku. Kebetulan novel itu adalah novel yang sangat ia ingi baca, namun selalu tidak menemukannya di toko buku. Besyukurlah di ruang kerja milik Angga ada perputakaan mini yang isinya novel incarannya sejak lama. “Siapa yang izinin baca novel punya Kak Angga?” suara bariton itu menginterupsi Sendy yang sedang asik membaca dengan kaki naik ke atas meja rendah di depan sofa. “Sendy lah,” jawabnya asal melirik sekilas ke arah Angga yang kini duduk di kursi kebesarannya. “Jawaban macam apa itu?” Angga menaikkan sebelah alisnya saat menatap Sendy yang nampak cuek dengan kehadirannya. “Yee... Nggak sopan kamu nih, Dek. Kalau orang ngomong itu didengerin,” protesnya mulai kesal dengan sikap Sendy. “Dari tadi juga didengerin kali, berisik saja deh. Ganggu!” Sendy berdecak kesal kegiatan membacanya terganggu. “Tapi pertanyaan Kakak kenapa nggak dijawab?” sugut Angga kesal dengan sikap semaunya gadis yang akan segera jadi istrinya. “Kak Angga kan nggak bilang minta dijawab, ya Amey diam saja lah,” sekali lagi ia berhasil membuat Angga makin kesal dengan sikapnya. “Amey... Asem iya,” cibir Angga panggilan rumah gadis itu. “Kasih tahu Mami ya.” “Kasih tahu aja, Dek. Nggak takut tuh,” ucap Angga datar, membuat Sendy kesal bukan main. Karena menurutnya Angga sangat terlihat tampan jika seperti itu, sudah seperti CEO di novel-novel yang ia baca. Tapi namanya juga Sendy, ia gengsi mengakui kalau Angga tampan dan sangat menggoda. Ia lebih suka jika Angga bersikap jahil padanya, daripada bertampang seperti itu. Sendy takut luluh. “Kak Angga!!!” teriaknya yang sudah berdiri dari duduk cantiknya di sofa. “Apa sih, Dek? Minta cium?” “Mesummmmmmm!!!” “Hahaha... Nanti kamu juga keenakan kalau Kak Angga mesumin,” Angga menaik turunkan alisnya untuk menggoda Sendy yang makin histeris, karena walau ia pacaran dengan Dio. Belum sekalipun merasakan yang namanya ciuman seperti yang teman- temannya lakukan. “Aaarrrggghhhh... Mami... Papi... Kak Angga m***m!!! Telinga dan pikiran Amey ternodai!!!” Angga semakin tergelak mendengar teriakan histeris calon istrinya. Memang seru mengganggu Sendy, setidaknya beban pikirannya akan proyek tadi sedikit hilang. Karena melihat tingkah aneh Sendy bisa memunculkan keisengannya, yang artinya ia akan mendapat hiburan baru saat gadis itu mengamuk.  Angga melajukan mobilnya di tengah padatnya jalanan Ibu Kota. Matahari menyengat tidak menyurutkan semangatnya untuk menjemput gadis cantik berwajah oriental bernama Sendy. Sebenarnya walaupun mereka tidak akan menikah dalam waktu dekat atau dijodohkan, ia memang cukup sering menjemput gadis cerewet itu.  Bahkan sering kali ia harus mau direcoki oleh Sendy saat berada di kantor. Gadis itu akan datang ke kantor Angga untuk mengerjakan PR Matematika atauFisika yang tidak dimengertinya. Karena otak Angga sangat cerdas kalau hanya untuk mengerjakan tugas anak SMA itu. Ia tersenyum simpul ketika mengingat semua kekonyolan Sendy selama ini. Sampai mobilnya berheti tepat di depan gerbang sekolah, di mana Sendy sedang dirangkul oleh seorang lelaki. Angga yakin bahwa lelaki itu adalah Dio, kekasih yang disebutkan calon istrinya tadi pagi. Tunggu dulu! Tadi dia bilang apa? Calon istri? Sejak kapan ia mengakui keberadaan gadis itu sebagai calon istrinya? Seingat Angga ia hanya mengucapkan itu untuk menggoda Sendy yang sangat mudah marah. “Jangan mesra-mesraan di tempat umum.” Suara bariton dan dingin Angga menginterupsi adegan rangkul dan cubit-cubitan antara Sendy dan Dio. Gadis itu menatap tidak suka pada lelaki tampan dengan setelan kantornya yang tengah bersandar pada pintu mobil sport blue metalic. Dio menatap heran pada lelaki yang menginterupsi mereka, karena belum pernah melihat Angga sebelumnya. “Buruan, Sen. Kak Angga ada meeting.” “Kak Angga lama!” Sendy bersugut kesal berjalan menuju mobil, meninggalkan Dio di tempatnya. “Tapi kamu jadi bisa mesra-mesraan kan sama dia!” sugut Angga tidak mau kalah dan menunjuk Dio. Sendy menghentikan langkahnya dan mengikuti arah telunjuk Angga. Ia hanya tercengir tidak jelas dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bisa-bisanya ia lupa jika sedang bersama dengan Dio. Sendy kembali menatap Angga dengan tatapan tajam, ia kesal karena sampai melupakan Dio. “Semua ini gara-gara Kak Angga!” omelnya sambil berlari ke arah Dio yang berdiri di depan gerbang. “Kok???” Angga bingung kenapa disalahkan. “Aku duluan ya, Sayang. Semangat tanding basketnya dan sorry aku nggak bisa nemenin,” ucap Sendy bergelayut manja di lengan Dio, mengabaikan tatapan tidak suka Angga. “Ya sudah nggak masalah. Itu sodara kamu?” Dio tersenyum hangat sembari mengacak rambut Sendy. “Iya,” jawab Sendy asal, membuat Angga berdecak kesal dan menaikkan sebelah alisnya. “Sodara ya? Oke... Kita lanjutkan permainan ini,” gumam Angga menyilangkan kedua tangan di depan d**a. Tidak berapa lama Sendy sudah berjalan kembali ke arah mobil. Angga sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil, ia tiba-tiba merasa kesal melihat keakraban dua sejoli itu. Ia bahkan mengabaikan kehadiran Sendy dan langsung melajukan mobilnya di jalan raya. “Kak Angga sakit gigi?” tanya Sendy penasaran karena tidak biasanya Angga diam seperti saat ini. “Wah Kak Angga fix sembelit nih,” ucap Sendy lagi bertepuk tangan riang. Sedangkan Angga mendengus kesal mendengar ucapan asal gadis di sampingnya. “Haha...” “Diam, Sen. Kak Angga lagi nyetir nih, butuh konsentrasi,” Angga berdecak kesal mendengar gadis itu tertawa penuh kemenangan. “Biasa juga bawel seperti beo,” cibir Sendy yang kembali sibuk memainkan ponselnya. Angga mengendarai mobilnya dengan keadaan hening seperti yang dikatakan Sendy. Bicara tentang gadis itu, sekarang ia tertidur di kursi penumpang. Rok pendek seragam sekolahnya tersingkap hingga setengah paha, membuat Angga menggeram kesal melihat pemandangan di sampingnya. Ia menepikan mobil dan membuka jas yang ia kenakan, ia amat kesal bagaimana Sendy bisa menggunakan rok sependek itu. Setelah selesai menutup paha Sendy dengan jas miliknya, ia kembali mengemudikan mobil ke arah yang berbeda. Bukan menuju kediaman Suryatama, melainkan menuju Hadinata Properties. Bukannya ia ingin menahan Sendy agar tidak segera pulang, tapi ia memang memiliki jadwal meeting siang ini. Jadi lebih baik ia membawa gadis yang masih tertidur itu kekantornya, jauh lebih aman daripada keluar bersama Dio pikirnya. Mobil sport blue metalic itu memasuki basement gedung pencakar langit itu. Namun sampai mobil berhenti pun pengemudi dan penumpangnya urung menampakkan diri. Angga menatap wajah lembut dan tenang Sendy ketika tidur, ia takut membangunkan gadis itu. Tidak ingin tangannya berwarna merah kebiruan akibat gigitan gadis di sampingnya. “Kamu cantik, Sen. Tapi sayangnya Kak Angga belum naksir. Gimana dong?” Angga terkekeh tertahan karena mendengar kata-katanya sendiri. Angga keluar dari mobilnya, berjalan menuju pintu penumpang membukanya dengan perlahan. Dengan sangat hati-hati ia membuka seatbelt yang menyilang di tubuh Sendy yang masih mengenakan seragam SMA- nya. Karena ia tahu gadis itu sangat sulit untuk dibangunkan ketika tidur, jadilah ia memberanikan diri untuk menggendongnya. Mengabaikan mata para karyawannya saat memasuki lobby. Mereka sebenarnya juga tidak perduli dengan apa yang dilakukan lelaki itu. Sesampainya di ruang kerja bernuansa hitam dan abu-abu itu, Angga membaringkan tubuh Sendy di atas sofa panjang. Menutupi bagian paha gadis itu dengan jas yang sama saat di mobil tadi. Ia khawatir saja kalau ada yang tiba-tiba masuk dan melihat paha putih mulus gadis cerewet ini. Angga segera meninggalkan Sendy yang masih tertidur pulas menuju ruang meeting, karena ia sudah terlambat beberapa menit dari jadwal awal. Di dalam ruang meeting semua telah menunggu kehadiran Angga, mereka biasa berkasak kusuk membicarakan pimpinan muda perusahaan. Mereka sedianya akan membahas proyek baru yang sedang dikerjakan, tapi otak dari proyek itu belum juga datang. Sampai yang ditunggu akhirnya datang, Angga datang dengan pakaian yang bisa dikatakan tidak rapi. Wajahnya juga tidak terlihat segar seperti biasanya, mereka tidak memperdulikan itu dan langsung membahas proyek. *** Sendy mengerjapkan matanya berulang kali hingga ia bisa menyesuaikan cahaya yang masuk mengenai netra coklatnya. Ia sangat kenal suasana ruangan ini, ruangan yang sering ia datangi ketika membutuhkan bantuan untuk mengerjakan PR. Ya! Ia terbangun dari tidurnya di ruang kerja Angga. Senyum kecil terbit di wajah orientalnya ketika melihat jas hitam menutupi paha mulusnya. “Bisa romantis juga ternyata,” kekehnya berusaha untuk duduk dan merapikan seragam sekolahnya yang sedikit berantakan. Sendy mengelilingi ruang kerja Angga yang memiliki beberapa rak buku berisi novel dan komik. Ia tahu benar lelaki itu sangat menyukai komik, tapi bagaimana dengan novel? Sejak kapan lelaki itu suka membaca novel, karena yang ia tahu adalah dirinya yang sangat menyukai novel. “Kak Angga ganteng, pinter dan sukses. Tapi sayang dia terlalu jahil dan m***m, jadi aku nggak bakalan naksir deh sama dia. Amit-amit...” rutuknya pada diri sendiri sambil mengetuk-ngetuk lemari buku. Tidak berapa lama Sendy larut dalam aktifitas membaca novel yang ia ambil dari rak buku. Kebetulan novel itu adalah novel yang sangat ia ingi baca, namun selalu tidak menemukannya di toko buku. Besyukurlah di ruang kerja milik Angga ada perputakaan mini yang isinya novel incarannya sejak lama. “Siapa yang izinin baca novel punya Kak Angga?” suara bariton itu menginterupsi Sendy yang sedang asik membaca dengan kaki naik ke atas meja rendah di depan sofa. “Sendy lah,” jawabnya asal melirik sekilas ke arah Angga yang kini duduk di kursi kebesarannya. “Jawaban macam apa itu?” Angga menaikkan sebelah alisnya saat menatap Sendy yang nampak cuek dengan kehadirannya. “Yee... Nggak sopan kamu nih, Dek. Kalau orang ngomong itu didengerin,” protesnya mulai kesal dengan sikap Sendy. “Dari tadi juga didengerin kali, berisik saja deh. Ganggu!” Sendy berdecak kesal kegiatan membacanya terganggu. “Tapi pertanyaan Kakak kenapa nggak dijawab?” sugut Angga kesal dengan sikap semaunya gadis yang akan segera jadi istrinya. “Kak Angga kan nggak bilang minta dijawab, ya Amey diam saja lah,” sekali lagi ia berhasil membuat Angga makin kesal dengan sikapnya. “Amey... Asem iya,” cibir Angga panggilan rumah gadis itu. “Kasih tahu Mami ya.” “Kasih tahu aja, Dek. Nggak takut tuh,” ucap Angga datar, membuat Sendy kesal bukan main. Karena menurutnya Angga sangat terlihat tampan jika seperti itu, sudah seperti CEO di novel-novel yang ia baca. Tapi namanya juga Sendy, ia gengsi mengakui kalau Angga tampan dan sangat menggoda. Ia lebih suka jika Angga bersikap jahil padanya, daripada bertampang seperti itu. Sendy takut luluh. “Kak Angga!!!” teriaknya yang sudah berdiri dari duduk cantiknya di sofa. “Apa sih, Dek? Minta cium?” “Mesummmmmmm!!!” “Hahaha... Nanti kamu juga keenakan kalau Kak Angga mesumin,” Angga menaik turunkan alisnya untuk menggoda Sendy yang makin histeris, karena walau ia pacaran dengan Dio. Belum sekalipun merasakan yang namanya ciuman seperti yang teman- temannya lakukan. “Aaarrrggghhhh... Mami... Papi... Kak Angga m***m!!! Telinga dan pikiran Amey ternodai!!!” Angga semakin tergelak mendengar teriakan histeris calon istrinya. Memang seru mengganggu Sendy, setidaknya beban pikirannya akan proyek tadi sedikit hilang. Karena melihat tingkah aneh Sendy bisa memunculkan keisengannya, yang artinya ia akan mendapat hiburan baru saat gadis itu mengamuk.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD