Karyna baru tahu jika banyak perubahan yang harus dirinya alami dalam beberapa hari saja. Contohnya, bagaimana Karyna mengambil banyak ketidaksamaan pekerjaannya yang sekarang dengan pekerjaannya yang tertambah menjadi baru.
"Pak?" Karyna memanggil atasannya.
Selama di mobil, tak ada yang bicara mengenai apapun. Suasana menjadi canggung dan kaku—meski seringnya memang seperti itu setiap mereka bersama—karena niatan Dave yang membuat Karyna bingung.
"Bapak tadi nyium saya..."
Dave masih sengaja tidak menjawab ucapan Karyna. Wanita itu kelewat polos sampai seperti baru saja merasakan apa itu ciuman.
"Apa maksud dari ciuman tadi, Pak?"
Tak paham lagi bagaimana Dave harus menjelaskan pada sekretarisnya yang begitu pandai bekerja tetapi bodoh memahami perihal b******a.
"Apa saya harus jelaskan juga, bahwa niatan saya membawa kamu untuk menemani saya di ranjang?!" balas Dave dengan kesal yang menggunung.
Pria itu sudah berusaha menahan keinginannya untuk menjamah Karyna sejak diputuskan keinginannya memiliki anak dari Karyna. Sekarang, wanita itu malah bertingkah seolah tak paham apa-apa.
"Jadi... ciuman bapak tadi itu untuk mengajak saya b******a?"
Dave berteriak frustasi dengan sikap lugu dan kritisnya Karyna. Wanita itu terbiasa menanyakan segalanya secara jelas dan terperinci ketika mengurus perusahaan, bodohnya kebiasaan itu dibawa untuk hubungan mereka secara pribadi.
"Ya, Karyna. Jawaban saya YA!" Karyna mengangguki. Sudah cukup pertanyaannya terjawab oleh atasannya. Dia mendapatkan secara jelas maksud Dave padanya. Karyna menjadi sangat paham mnegapa Dave melarangnya pulang dan sekarang, Karyna bisa melihat bahwa kendaraan yang membawa mereka berbelok menuju perumahan Dave.
Untuk ukuran hubungan antara bos dan sekretaris, mereka memang begitu dekat. Namun, tak dekat dalam artian perasaan individu. Selama beberapa tahun terakhir, Karyna juga tahu permasalahan yang diemban oleh atasannya itu. Khususnya yang didesak memiliki keturunan. Hanya saja Karyna tidak menyangka jika dirinyalah yang akan dipilih menjadi wanita yang akan melahirkan anak Dave Mahendra.
"Bicara mengenai keinginan bapak tidur dengan saya. Apa urusan kehamilan itu ada hubungannya dengan tali pernikahan yang sesungguhnya?" Menyadari kerutan dikening sang atasan, Karyna menambahkan kembali. "Maksud saya, apa bapak akan menikahi saya secara serius atau hanya kontrak saja? Seperti pekerjaan yang profesional antara bapak dan saya."
Dave menjadi memikirkan hal itu. Benar. Dia belum memikirkan apakah harus pernikahan yang serius atau hanya dalam bentuk kontrak beberapa tahun saja. Jika tak berbasis kontrak, maka tidak ada jaminan bahwa mereka bisa memiliki batasan. Bersikap selayaknya suami istri yang sebenarnya, tetapi jika ada kontrak... bisa saja Dave membutuhkan Karyna untuk menjaga anak mereka.
"Rekomendasi dari kamu apa?"
"Kalo boleh jujur... saya nggak berminat untuk berkomitmen dengan bapak. Karena nggak
ada cinta diantara kita--"
"Kamu masih percaya dengan cinta? Diusia seperti ini?"
Karyna mengangguk. "Saya percaya. Sebelum kedua orangtua saya meninggal, mereka menikah karena cinta. Jadi, saya nggak seperti bapak yang nggak punya hati." "Hei!" tegur Dave.
"Tapi saya juga butuh alasan untuk bisa keluar dari rumah om saya, Pak. Kalo saya menikah dan menjadi istri bapak, saya bisa keluar dari sana..."
"Yasudah, untuk sementara kontrak saja. Supaya kita bisa menyepakati bersama perjanjiannya. Masalah nanti, kita masih bisa tinggal bersama untuk membesarkan anak kita." "Anak bapak." Karyna menyahut cepat setelah Dave menamatkan kalimatnya.
"Ya, Karyna! Tapi kamu tetap ibunya, jadi kamu yang akan mengurusnya. Bukan orang lain."
"Saya akan mengurusnya jika bapak juga mau mengurusnya."
"Maksud kamu?"
"Saya akan hamil, dan melahirkan anak bapak kalo bapak juga menerima anak itu. Selama bapak tidak mau menerimanya, saya nggak akan bersikap seperti istri-istri lemah yang menyayangi anak itu sendirian. Dan selama bapak tidak siap memiliki anak... saya akan menggunakan apapun sebagai alat pencegah kehamilan."
Ini adalah perang. Dave tahu Karyna terbiasa berbisnis dan bernegoisasi, tetapi dia tidak sempat memikirkan kemungkinan akan balasan wanita itu.
Begitu mobil terparkir dibagasi rumah mewah Dave, Karyna memandangi Dave menunggu jawaban. "Bagaimana, Pak?"
Berdecak, Dave akhirnya menerima persyaratan Karyna. "Ya. Oke, saya akan siap mengurus
anak itu juga."
"Bukan hanya secara finansial. Saya perlu bapak mengurusnya bersama saya secara kasih sayang juga."
Dave menggeram tak percaya, dia diancam oleh bawahannya sendiri. "Oke, oke, Karyna! Untuk urusan anak ini... saya akan mengalah. Tapi jangan harap untuk urusan membuatnya saya akan mengalah dari kamu!"
Diam-diam Karyna menahan senyumnya sendiri. Dia tahu kalau memanfaatkan Dave memang bisa diandalkan. Asal Karyna menurut diawal, Dave akan lebih menurut ditengah dan diakhir.
"Untuk percobaan diawal, saya mau bapak pakai pengaman." Kata Karyna dengan lugas, sama seperti saat wanita itu mengatur jadwal Dave.
"Apa? Nggak bisa! Untuk proses ini saya nggak akan mengalah, atau gaji kamu untuk kesepakatan ini—"
"Bapak pakai pengaman atau keluar diluar. Saya nggak peduli gaji, menjadi sekretaris bapak sudah lebih dari cukup."
"Karyna— kamu... argh! Okeee. Keluar diluar!"
Setelah itu Dave membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil lebih dulu. Antara rasa kesal dan tak sabar menjadi satu.