bc

Aliva's Still Alive

book_age16+
9
FOLLOW
1K
READ
revenge
others
student
mystery
scary
detective
crime
school
slice of life
like
intro-logo
Blurb

“Tahu nama lain dari Bunga Myosotis?” tanya Handriansyah.

“Forget Me Not?” jawab Lily Maharani tak yakin.

“Apa artinya Aliva masih hidup?” sambar Giselle Fiona. Mencocokkan jawaban Lily dengan situasi mereka saat itu.

“Orang yang sudah dikubur nggak mungkin bangkit lagi.” Elang Danu

Dirgantara berkata dingin.

“Tuhan tak akan pernah sedetik pun melupakan makhluknya walaupun dia

kecil dan tak terlihat oleh makhluk yang lain.” Lily menambahkan keterangan atas jawabannya.

Tidak ada yang tahu siapa yang memulai teror Bunga Myosotis, namun sebagian dari mereka mengaitkan teror tersebut dengan kematian seorang siswi bernama Aliva, hingga mengaitkannya dengan dendam serta alasan gadis itu mengakhiri hidup dengan cara melompat dari atap gedung sekolah di puncak acara hari jadi sekolah.

chap-preview
Free preview
Prolog
Suara goresan pena terdengar cukup keras di dalam ruangan persegi berukuran 3 meter, ruangan yang cukup tenang tersebut terlihat temaram dengan lampu kamar yang cahayanya sudah mulai meredup. Setelah mengakhiri tulisannya dengan satu tanda titik, sang pemilik tulisan menutup buku kecilnya lalu meletakkan benda itu ke dalam nakas tak lupa pula ia mengunci nakasnya. Dengan menghembuskan napas pelan, dia bangkit menyambar tas punggung di atas kasur lalu berjalan keluar ruangan sambil memakai tas punggungnya yang cukup berat. Meski matahari belum terbit, dengan membawa tas punggung berisi seragam sekolah gadis cantik berwajah pucat itu keluar dari rumahnya yang terbilang sangat sederhana bernuansa putih, ia berhenti sejenak di depan pintu untuk menarik napasnya lagi, tangannya kemudian terulur mengikat rambut hitam panjangnya ke atas sambil berjalan menuju jalan raya. Gadis itu menaiki angkutan umum yang masih belum berpenumpang, disepanjang jalan matanya tak berhenti menatap sekeliling jalan dengan was-was. Sekitar sepuluh menit, gadis itu turun di sebuah pasar tradisional, bergegas ia berjalan ke koridor pasar menuju kios tempatnya bekerja. “Pagi, Bu.” “Pagi—lho, Aliva? tadi ada yang kesini, katanya kamu nggak kerja lagi.” Wanita paruh baya yang tengah melayani pembeli menoleh pada remaja yang baru memasuki kiosnya. Aliva mengerjapkan mata bingung, alih-alih langsung menjawab gadis itu berjalan menyimpan tas punggungnya di bawah meja lalu mendekati pemilik kios. “Hm…Aliva berhenti mulai besok, Bu.” Jawab gadis itu dengan senyum simpul, tangannya bergerak membantu memasukkan belanjaan pembeli. Wanita pemilik kios mengangguk, “Bagus. Biar kamu lebih fokus sekolah, anak sekolah nggak seharusnya pagi-pagi di sini.” Ucapnya tersenyum tulus. Aliva membalas senyum. “Tapi Aliva lebih merasa aman di sini.” Cicitnya, namun tak terdengar oleh lawan bicaranya. Tak lama setelah obrolan singkat mereka, kios mulai berdatangan pembeli, Aliva sudah mulai sibuk bergerak menghampiri setiap pengunjung di kios, dengan ramah dia melayani pembeli-pembeli yang sebagian besar sudah akrab dengannya karena merupakan pembeli tetap sejak dirinya bekerja di tempat itu. Matahari mulai menerangi bumi dengan cahayanya, hari yang menggelap sudah mulai terang bersama cahaya hangat matahari yang menyorot setiap titik bumi. Usai dengan pekerjaannya, Aliva mengganti baju yang di kenakan dengan seragam sekolah yang sudah dibawa di tas punggungnya, gadis itu keluar dari WC kios sambil merapikan seragamnya yang kusut. “Aduh, aduh seragam bagusnya nggak rapi. Mau disetrika dulu di rumah Ibu?” Pemilik kios mendekati Aliva sambil menepuk lengan baju gadis itu. Aliva terkekeh lalu menggeleng. “Aliva mau langsung berangkat aja, Bu.” Tolak gadis itu sopan, dia mencium punggung tangan pemilik kios seperti ibunya sendiri. “Aliva pamit, kalau nanti Aliva udah nggak kerja lagi, jangan capek-capek ya, Bu. Nanti asam uratnya bisa kambuh hehehe.” Lanjutnya diakhiri dengan tawa ringan. “Aduh Aliva, kamu ini kayak mau pergi jauh aja. Walaupun kamu udah nggak kerja, bukan berarti nggak boleh ke sini. Kalau kamu senggang, main ya ke sini. Kalau mau kerja lagi boleh asalkan nggak ganggu sekolah, ya.” “Hehehe iya, Bu. Aliva berangkat dulu.” Gadis itu mengecup punggung tangan pemilik kios. “Hati-hati. Oh iya ini.” Sang pemilik kios merogoh saku mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyerahkan ke tangan mungil Aliva. “Eh, Ibu kan Aliva udah dibayar minggu kemarin—” “Ini bukan gaji kamu, ini dari Ibu pribadi. Jadi diterima ya?” “Tapi, Aliva nggak enak.” “Nggak apa-apa. Sana berangkat, macet lho jam segini.” Pemilik kios mendorong pelan tubuh Aliva sampai di luar kiosnya. “Belajar yang giat.” Lanjutnya. “Pasti, Bu. Kalau begitu, Aliva permisi.” Gadis itu tersenyum lalu berjalan menjauhi kios menuju jalan raya depan pasar untuk menaiki angkutan umum menuju sekolahnya. Pada setiap langkahnya, pikirannya tiba-tiba dihantui rasa penasaran mengenai orang yang datang menemui pemilik kios dan mengatakan bahwa ia akan berhenti bekerja di tempat itu, padahal Aliva sama sekali tak ada niatan untuk bekerja di tempatnya menghasilkan uang dengan pemilik kios yang super baik, hanya saja memang beberapa hari belakangan ini Aliva merasa seseorang selalu mengawasi kegiatan serta membatasi pergerakannya, membuat gadis itu berpikir bahwa orang lain yang berada didekatnya akan sedikit tidak nyaman. Halaman sekolah SMA Mahardika terlihat mulai ramai dengan beberapa mobil terparkir, para siswa yang rata-rata diantarkan sampai ke depan sekolah itu pun sudah banyak memadati koridor kelas sambil berbincang-bincang mengenai pakaian yang akan mereka kenakan malam nanti untuk acara hari jadi sekolah, puncak acara yang tidak bisa dilewatkan tiap tahunnya. Di dalam acara tersebut, bukan hanya para siswa beberapa wali siswa dengan perangkat sekolah pun ikut merayakan hari jadi sekolah elit itu. Tidak seperti kebanyakan siswa, Aliva sudah menyiapkan pakaian terbaiknya, gadis itu berjalan menuju lokernya untuk mengecek kondisi gaun yang sengaja ia simpan kemarin sepulang sekolah agar tidak kusut saat hendak dipakai sore nanti ketika kegiatan belajar mengajar berakhir karena jika ia bawa pakaian itu di dalam tas pada pagi hari maka akan tertumpuk dengan seragam sekolahnya, ditambah dia harus bekerja di kios terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah. Bruk Beberapa botol minuman bersoda berwarna keluar jatuh dari loker Aliva, gadis itu menatap nanar gaunnya yang tertumpuk sampah makanan yang masih menyisa, air minuman berwarna yang terus menetes dari dalam loker membasahi ujung sepatu putihnya. Tangan kanan Aliva bergerak mengambil gaun, bersamaan dengan gaunnya yang terambil keluar sampah makanan yang menutupi gaunnya pun jatuh berserakan. Gadis itu mengusap noda pada gaunnya, noda itu tentu tidak bisa hilang hanya dengan usapan kecil jarinya, lantas Alivia berbalik menatap seisi kelas, sementara itu teman-teman kelasnya asyik dengan aktivitas masing-masing tidak ada satu pun yang memperhatikan ke arahnya. Aliva tersenyum nanar, kemudian dia melangkahkan kakinya keluar kelas. Aliva berjalan dengan sedikit cepat menuju toilet siswa, gadis itu hendak berbelok koridor namun ia memutuskan untuk berjalan lurus terpaksa memutari ruang kelas karena tak ingin berpapasan dengan kepala sekolah serta beberapa petinggi Yayasan yang tengah berjalan berlawanan arah darinya. Sampai di depan wastafel gadis itu membuka kran air dan membasahi gaunnya sambil mengucek kasar bagian gaunnya yang terkena noda. “Rumah lo nggak mampu bayar air PDAM? kok nyuci di sekolah.” Aliva menatap pantulan seorang gadis yang berbicara kepadanya, seutas senyum terlukis di bibirnya. “Gaun gue kotor di sekolah, lagian kalo harus pulang lagi demi cuci satu baju yang ada gue ketinggalan kelas.” Jawab Aliva santai, tangannya masih sibuk mencuci gaunnya. Gadis yang bersama Aliva tersenyum miring. “Dan lo mau pakai gaun kotor itu ke acara malam ini? Satu yang berulah yang malu satu sekolahan. Good luck, deh!” Ucapnya kemudian berjalan meninggalkan Aliva. “Gue harus bisa bertahan di tempat ini sampai lulus, cuma itu Liv, lo pasti bisa. “ Aliva berkata pelan sambil menatap pantulan dirinya di cermin. ```Aliva’s Still Alive``` Semburat jingga sudah mulai menampakkan diri di barat langit, sekitar tiga puluh menit yang lalu kegiatan belajar di SMA Mahardika berakhir, namun karena hari ini merupakan puncak acara dari hari jadi sekolah, sekolah masih terlihat ramai dengan para siswa yang sudah berganti pakaian dan berhias. Satu mobil memasuki halaman sekolah, beberapa pegawai berlari menghampiri mobil Bentley Continental berwarna onyx yang telah berhenti di depan gedung utama tak lama setelahnya dua pria keluar dari dalam mobil tersebut yang di sambut pegawai sekolah. “Sore, Pak. Acara dimulai sekitar satu jam lagi, semua persiapan sudah beres. Sebagian donatur sudah berada di ruang pertemuan.” Lapor salah satu pegawai sekolah. “Ruangan saya sudah dibersihkan?” “Sudah Pak.” Dengan penuh kharisma, pria yang sudah berkepala empat itu mengangguk singkat. “Pastikan semua berjalan sempurna, jangan membuat kesalahan.” Peringatnya. “Baik, Pak. Semua akan kami selesaikan dengan baik.” “Pa, Danu ke kelas.” Ucap pria muda yang turun dari mobil bersamaan dengan pria paruh baya itu. Berpamitan singkat, laki-laki itu berjalan meninggalkan kerumunan orang dewasa, dia menuju koridor kelas yang ramai oleh para siswa dengan pakaian pestanya. Tidak terkecuali Aliva yang sudah berganti seragam sekolah ke gaun sederhana yang kini penuh dengan jejak noda, sudah sepuluh menit gadis itu mengganti pakaiannya tetapi kakinya masih enggan beranjak keluar dari bilik toilet. Menepuk-nepuk pelan bahunya, gadis itu akhirnya membuka pintu bilik. Sebuah pantulan dirinya di cermin dengan pakaian penuh noda itu terlihat agak menyedihkan, Aliva meyakinkan dirinya lalu kakinya benar-benar beranjak keluar dari toilet yang sepi. Baru satu langkah dari pintu toilet, seseorang menyodorkan paper bag di depan Aliva, gadis itu menoleh lalu mengerutkan alis. “Ganti pakaian lo.” Ucapnya dengan nada dingin. Kerutan alis Aliva makin dalam, dia menatap lekat laki-laki yang ia kenal sebagai teman sekelasnya. Lalu matanya sekilas melirik isi paper bag, sebuah gaun dan kotak sepatu. “Gue nggak paham?” Aliva bingung. Laki-laki itu berdecak pelan. “Lo nggak malu pakai pakaian kotor begitu?” Ketusnya. “Oh, biarin aja.” Ucap Aliva, meski agak heran karena meski teman sekelas mereka tak pernah berbicara satu sama lain namun kini mendadak laki-laki itu menawari pakaian padanya. “Pakaian lo itu buat orang lain nggak nyaman. Corak nada itu nggak lebih buruk dari kotoran binatang.” “Maaf.” Aliva tak ingin lebih lama terjebak dengan laki-laki itu, ia memilih mengabaikan perkataan ketus temannya dengan beranjak pelan. “Apa lo emang suka jadi pusat perhatian? attention seeker, huh?” Langkah Aliva terhenti, gadis itu menoleh ke arah teman laki-laki yang belum merubah posisinya. Aliva menghela napas, gadis itu hendak mengeluarkan suaranya tetapi temannya lebih dulu berjalan mendekat dan menyerahkan paksa paper bag itu pada tangan Aliva. Tanpa suara laki-laki itu berbalik berjalan meninggalkan Aliva. “Lang, Thanks.” Aliva tersenyum tulus menatap punggung temannya. Laki-laki itu menoleh, “jangan salah paham. Gue bukan niat bantu lo.” Ucapnya masih dengan suara dingin. “Gue OCPD.” Lanjutnya memberi pernyataan secara tiba-tiba. “Oh … oke?” Aliva tak tahu harus merespon bagaimana informasi mengejutkan itu. OCPD atau Obsessive Compulsive Personality Disorder adalah suatu gangguan kepribadian yang ditandai dengan perfeksionisme, keteraturan dan kerapian yang ekstrem. Orang dengan OCPD juga akan merasa perlu untuk memaksakan standar mereka sendiri pada lingkungan di luar mereka. “Nanti gue kembaliin gaunya setelah dicuci, bersih.” Lanjut Aliva. Elang mengangguk saja, laki-laki itu kemudian berjalan pergi sementara Aliva kembali berjalan memasuki toilet, dia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang diberikan Elang. Meski sebenarnya ia menyayangkan gaun kesayangannya yang kotor dan tidak bisa dipakai, tak dipungkiri Aliva senang bisa memakai gaun pengganti yang diberikan Elang, gaun itu terlihat sangat cantik dengan warna putih tulang. Aliva dan Elang merupakan teman sekelas dari kelas sepuluh, mereka hanya saling mengenal nama, Aliva hanya tahu Elang adalah salah satu anak orang berpengaruh di sekolah, laki-laki itu sangat dingin tak ada yang berani bercanda atau mengobrol hal yang tidak penting dengannya karena hanya ada jawaban ketus dari laki-laki itu, lebih dari hal itu Aliva berpikir Elang hanya pemuda yang tidak pandai bergaul atau mungkin apatis. Seperti tahun-tahun sebelumnya, puncak acara hari jadi sekolah selalu menjadi sorotan, pesta satu malam yang megah bagi para siswa, perkumpulan rutin petinggi Yayasan serta orang-orang penting yang menyokong sekolah, penjamuan yang tidak main-main serta hadiah khusus bagi siswa-siswa terpilih. Auditorium disulap menjadi penjamuan megah, beberapa siswa berkumpul dalam ruangan dengan jendela kaca besar yang menghadap langsung ke jalanan kota. Acara dimulai ketika matahari sempurna tenggelam di langit dengan pencahayaan yang elegan dan pemandangan malam Kota Bekasi, acara malam itu dibuka dengan sambutan pemimpin Yayasan. Usai memberikan sambutan, pemimpin Yayasan turun dari panggung, pria paruh baya itu dikejutkan oleh teriakkan seisi ruangan, ia juga dikejutkan oleh sesuatu yang melayang jatuh di luar gedung auditorium yang berada di lantai empat. Berbondong-bondong siswa mengerumuni jendela besar untuk memastikan apa yang dilihat mereka. "Apa itu tadi?" "Orang jatuh?" “Itu siapa?” “Aliva?” “Masa Aliva?” “Ih....” “Telepon ambulan cepat!" “Petugas keamanan di bawah cek kondisinya.” Satu ruangan cukup panik karena seseorang dengan gaun putih berlumur darah tergeletak di paving parkiran. Beberapa orang menghampiri gadis yang napasnya tercekat, ia merasakan sakit pada seluruh tubuhnya. Matanya yang hampir terpejam menatap rumput liar yang tumbuh pada paving di depannya, kesadaran gadis itu benar-benar menghilang bersamaan dengan satu tetes air mata yang mengalir bersama darah kentalnya. Gue hanya rumput liar.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

My Devil Billionaire

read
94.9K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook