"Hei, mau berkuda? Kau pasti akan bosan kalau menunggu para ayah kita bermain golf," ajak Rio, wajahnya sangat berbinar penuh semangat. Berkuda adalah salah satu favoritnya sejak kecil.
"Well, aku tidak pernah berkuda sebelumnya," jawab Marina ragu, tapi rasa ingin mencoba terasa mengusiknya. Ia pernah melihat orang berkuda di film-film, dan ia ingin sekali bisa merasakannya.
"Aku bisa mengajarimu, tawar Mario lagi, ia bisa melihat ketertarikan di wajah gadis itu yang coba disembunyikan.
"Berhentilah berpura-pura menjadi calon suami yang baik di depanku!" bentak Rin ketus.
Belum sempat Rio membalas ucapannya, sebuah suara sudah menginterupsinya.
"Marina! Kaukah itu?" Dari arah belakang muncul seorang pria muda sambil menenteng kamera di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya melambai penuh semangat.
Mario merasa pernah melihat pria itu sebagai fotografer model majalah wanita, tapi ia sendiri tidak begitu mengenalnya.
"Ternyata benar kau, senang sekali bisa bertemu denganmu di sini," ucap pria itu dengan napas terengah karena habis berlari.
"Jason? Sedang apa kau di sini?" tanya Rin heran.
Pria yang dipanggil Jason itu mengangkat kamera di tangannya dengan jengah. "Bekerja, apa lagi? Aku harus memotret dengan tema alam bebas di sekitar sini," ucapnya dengan wajah lelah.
"Sepertinya tidak berjalan lancar, bukan?" tebak Rin.
"Yah, begitulah. Model kami bertingkah sangat manja sehingga membuat aku dan asistenku kerepotan. Lalu, kau sendiri, sedang apa di sini?" Jason balik bertanya. Ia sedikit terkejut ketika melihat gadis itu bersama Mario. Namun memilih tidak memedulikannya, ia tidak begitu menyukai model yang dikenal playboy itu mendekati Marina.
"Liburan. Aku sedang menemani papaku bermain golf, tapi saking asyiknya, Papa sampai melupakanku." Rin memasang ekspresi sedih yang dibuat-buat sehingga Jason terkekeh pelan.
"Anak yang malang," kata Jason sambil mengacak rambut Rin dengan gemas.
"Ehm," Rio menginterupsi karena tidak suka keberadaannya diabaikan.
"Eh, kau Mario Alexander, kan? Maaf, aku tidak melihatmu tadi. Apa kau datang bersama Marina?" tanya Jason, terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.
Rio mendelik kesal, apakah postur tubuhnya yang tinggi menjulang tidak cukup untuk bisa dilihat dalam jarak kurang dari dua meter? Tiba-tiba dia ingin memamerkan hubungannya pada fotografer sombong ini.
"Ya, aku datang bersama Rin. Aku adalah calon"
"Marioo!" jerit seorang gadis yang membuat ucapannya terputus. Gadis berambut cokelat panjang itu segera menghampiri dan memeluk lengan Rio dengan manja.
"Renata? Kenapa kau ada di sini?" tanya Rio, ia sedikit gerah melihat gadis itu selalu berusaha menempelinya setiap mereka bertemu, apalagi di depan Marina.
Pacarnya yang satu ini memang sangat over protektif. Ia melirik Marina, tapi gadis itu tidak melihatnya dan malah membuang muka ke arah lain, seolah-olah tidak peduli dengan dengannya. Mario menghela napas, kenapa juga ia harus peduli?
"Aku sedang pemotretan bersama Jason. Tapi, dia terus marah-marah padaku," rajuk Renata manja.
Jason hanya meringis mendengar pengakuan Renata. Ia memang sedang kesal karena gadis ini datang terlambat dan meminta segala macam perlakuan layaknya seorang putri raja sehingga membuat asistennya kewalahan.
Pantas saja dia marah-marah kalau modelnya seperti ini, pikir Rio sinis.
"Hei, bagaimana kalau kita double date?" celetuk Rin tiba-tiba.
Rio terperangah dengan ucapan Rin, bagaimana mungkin semudah itu dia mengajaknya kencan? Seharusnya pria yang mengajak wanita duluan, kan?
"Aku dan Jason akan berkuda. Iya kan, Jazz? tanya Marina pada Jason yang dibalas anggukan semangat dan senyum lebar pria itu, lalu ia kembali menghadap Mario. Apa kau dan Renata mau ikut?"
Rio melongo dibuatnya, jadi double date yang dimaksud adalah Rin dengan Jason, lalu Rio dengan Renata? What the hell!
Renata menjerit kesenangan, sementara Jason sudah menggamit lengan Marina dengan senyum lebar di bibirnya.
"Aku ingin bicara sebentar denganmu, Marina!" Ia melepaskan diri dari tangan Renata yang menempel bagai lem dan menarik tangan Rin dari Jason dengan kesal, lalu mengajaknya menjauh.
"Apa-apaan ini? Bagaimana kalau para ayah kita melihat?!" kata Rio pelan dan tajam, meskipun saat ini ia sangat ingin berteriak pada gadis di depannya.
"Itulah rencanaku, kita buat para ayah kita melihat dan menyadari kalau kita memang tidak ingin dijodohkan. Semalam aku sudah berhasil membuat pernikahan kita ditunda. Lalu, sekarang giliranmu untuk membuat pernikahan konyol ini dibatalkan. Bukankah itu maumu?" kata Rin penuh penekanan.
Dia ingin pernikahan ini dibatalkan. Benarkah? Ya, dia memang mengatakan kalau ini adalah pernikahan konyol, tapi jauh dalam hatinya ia ingin lebih mengenal Marina dari dekat. Baru kali ini ada seorang wanita yang seakan menolak kehadirannya dan Mario merasa bersemangat untuk menaklukkannya. Namun dia tidak ingin terlihat sebagai pria yang plin-plan di depan Marina.
"Baiklah. Aku akan ikuti semua rencanamu dan memastikan kalau pernikahan kita dibatalkan."
Setelah berkata begitu, Rio berbalik dan berjalan tanpa menoleh lagi. Ia merangkul pundak Renata dan mengajaknya pergi dengan mesra, tanpa menyadari kalau Rin masih menatapnya dengan hati mencelos.
"Kau mau mengajariku berkuda?" tanya Rin, matanya lekat memandangi kuda cokelat yang kini berada di depannya. Ia sudah sepakat menyewa dua kuda untuknya dan Jason.
"Sebenarnya aku juga belum terlalu mahir, tapi kalau hanya mengajari cara naik kuda yang benar sih, aku bisa," sahut Jason jujur, ia sendiri sudah siap dengan kuda hitam di sebelahnya.
"Oke, tidak masalah. Aku tidak berniat untuk ikut balap kuda dalam waktu dekat ini kok," balas Rin terkekeh.
Jason mengikat tali kudanya ke pagar, dan beranjak untuk membantu Rin naik. "Kaki kiri duluan, lalu naik dengan perlahan. Jangan sampai membuat kudanya kaget."
Rin mengikuti instruksi Jason, tapi selalu kesulitan untuk naik ke pelana. Pertama kali ia mencoba, kudanya meringkik karena terkejut dan membuat Rin terjatuh. Sepertinya kuda cokelat ini sangat sensitif.
Mungkin dia perempuan, pikirnya geli.
"Auw, sakit!" keluh Rin sambil mengusap bokongnya yang terjun bebas ke tanah setelah gagal mencoba menaiki pelana kudanya untuk kesekian kali.
"Sini aku bantu." Jason mengulurkan tangannya.
"Terima kasih," ucapnya meraih tangan Jason yang langsung digenggam erat olehnya dan menepuk belakang celananya yang kotor.
Marina mencoba sekali lagi dengan dipegangi oleh Jason dan akhirnya ia berhasil naik dengan mulus.
"Sekarang pegang talinya dan tarik perlahan. Jangan terlalu kencang, santai saja," Jason meneruskan instruksinya.
Rin mengangguk dan melakukan apa yang Jason perintahkan, ternyata tidak sesulit perkiraannya. Dalam sekejap kudanya sudah berjalan santai menelusuri padang rumput.
"Bagus. Kau hebat, Rin!" puji Jason setengah berteriak. "Jangan gerakkan kakimu terlalu keras, nanti kudanya ngamuk!"
Rio hanya mendengus pelan melihat adegan yang tercipta beberapa meter di depannya. Gadis itu sengaja tidak mau diajari berkuda olehnya agar bisa dekat-dekat dengan si fotografer. Menyebalkan!
"Mario, aku lapar. Bagaimana kalau kita makan? Lagi pula di sini panas sekali, kulitku bisa gosong kalau diam di sini terus," rengek Renata, ia merangkul lengannya dan menyandarkan kepalanya di bahu Rio seperti parasit.
"Kau mau berkuda?" tanya Rio.
Sejak tadi tangannya gatal ingin berkuda di lapangan rumput yang sangat luas ini. Bukankah ia sengaja mengusulkan liburan ke tempat ini supaya bisa berkuda dengan Marina? Tapi sekarang ia malah terdampar dengan makhluk manja ini.
"Tidak! Aku tidak mau! Kalau aku jatuh bagaimana? Aku tidak mau kulitku lecet saat pemotretan nanti," Renata menolak mentah-mentah ajakannya.
Pria itu berdecak kesal. Kenapa ia harus berpacaran dengan gadis yang drama queen dan over lebay seperti dia, sih? Ia menyesal sudah menerimanya seminggu yang lalu.
"Tolong! Tolong aku!" samar-samar Rio bisa mendengar suara jeritan yang terasa familiar.
Ia menajamkan matanya dan tertegun melihat kuda yang ditumpangi Rin melaju dengan sangat kencang. Jason mengejar dengan kudanya tapi tertinggal dalam jarak yang sangat jauh. Melihat cara berkudanya, sepertinya pria itu tidak akan bisa menyusul kuda Rin dalam waktu dekat. Gadis itu masih saja berteriak-teriak minta tolong sambil memeluk leher kudanya dengan erat.