Episode 13

1286 Words
I love you. Apakah ia tidak salah dengar? Mario bilang cinta padanya? Entah kenapa Marina merasa ada kembang api yang meletup-letup dalam dadanya, membuatnya hangat dan ingin selalu tersenyum. "Lalu, tentang perceraian kita?" tanya Marina ragu. "Tidak akan ada perceraian kalau itu yang ingin kau dengar." "Hubunganmu dengan Renata?" "Aku tidak punya hubungan apa-apa dengannya. Semalam aku hanya ingin membuatmu cemburu saja. Apakah rencanaku berhasil?" goda Mario, ia mendekatkan wajahnya pada Marina sehingga membuat gadis itu merona. "Kau tampak cantik dengan rona merah itu, setidaknya kau tidak terlihat seperti mayat hidup lagi," kata Mario terkekeh. "Apa kau menyesal menikah dengan mayat hidup?" "Tidak sama sekali. Yang aku sesalkan adalah kalau kau meninggalkanku." "Kalau begitu, aku ingin menjadi istri yang baik untukmu." "Kau istri terbaik yang kumiliki." Mario mengecup kening Marina sekilas dan terdengar gadis itu mendesah. "Ada apa?" tanya Mario heran. "Kau menginginkanku," Marina memberikan pernyataan. "Aku tidak ingin memaksamu kalau kau belum siap. Istirahatlah, aku mau mandi dulu," belum sempat Mario bangkit, gadis itu sudah mencium bibirnya untuk menggoda. "Kau mau berendam di kamar mandi, huh?" sindir Marina geli, sementara Mario memerah menahan malu. "Jangan menggodaku, Sayang. Atau kau akan merasakan akibatnya!" ancam Mario pura-pura marah. "Apa akibatnya?" tantang Marina sambil bersedekap di depan d**a. "Jangan salahkan aku karena kau yang memaksa, Nyonya Alexander Forbs." Mario mendekati Marina dengan ragu-ragu karena gadis itu terlihat begitu menggoda. Ia mendorong tubuhnya sampai mereka berdua berbaring kembali ke ranjang. "Lakukanlah, aku milikmu," bisik Marina dalam dekapannya. "Kau yakin?" tanya Mario serak, ia tidak percaya pada pendengarannya, hanya sebuah anggukan yang menjawab pertanyaannya dan itu sudah cukup untuknya. "Apa itu tadi buruk?" tanya Marina dengan napas memburu, di sebelahnya Mario juga tidak kalah ngos-ngosan. "Itu luar biasa. Terima kasih, Sayang." Mario kembali memeluknya, "Apa aku menyakitimu?" Selain rasa sakit di bagian bawahnya, ia merasa sangat baik-baik saja. "Sedikit. Apa kau selalu melakukan ini dengan kekasih-kekasihmu sebelumnya?" Ia bisa merasakan tubuh Mario menegang, lalu melepaskan pelukannya dan menatapnya tajam. Marina pikir suaminya akan marah karena pertanyaannya, tapi kemudian Mario malah tersenyum miris padanya. "Apa kau berpikir aku seburuk itu? Asal kau tahu saja, ini juga yang pertama untukku, makanya aku tidak tahu harus menjawab apa saat kau bertanya tadi," jawab Mario jujur. Gadis itu terbelalak, kaget sekaligus bahagia. "Tapi, dari berita yang aku dengar ...." "Jangan dengarkan gosip murahan, Sayang. Aku memang berkencan dengan banyak wanita, tapi bukan berarti aku juga meniduri mereka. Aku tidak mau salah satu dari mereka datang padaku dan mengaku hamil anakku nantinya. Aku hanya melakukan sedikit french kiss dan mereka menghabiskan uangku. Itu adil, bukan?" Meskipun sedikit bergidik mendengarnya, tapi Marina senang pria itu mau bicara jujur padanya. "Maafkan aku sudah menuduhmu macam-macam." "Tidak masalah. Asal kau mau berjanji satu hal padaku." "Apa itu?" "Berjanjilah kau akan belajar menerima dan mencintaiku." Marina mengangguk samar, "Aku akan berusaha. Tapi aku tidak bisa berjanji akan melakukannya dengan cepat. Hatiku masih belum bisa melupakannya." Hati Mario seakan tergores mendengar perkataan istrinya, tapi ia juga memahami penderitaan Marina selama ini. "Aku mengerti, Sayang," ucapnya pahit. Mario semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh polos itu. Ia sangat senang dengan keadaan ini, di mana Marina memercayakan hidupnya padanya. "Kau mau melakukannya lagi?" tanya Marina. Mario tertawa lepas mendengar pertanyaan istrinya. Gadis itu yang menyadari kalau pertanyaannya itu menawarkan undangan untuk suaminya berusaha menyembunyikan wajahnya makin dalam di d**a Mario. "Aku suka kau yang seperti ini. Agresif sekali! Aku akan dengan senang hati melakukannya kalau saja kau tidak sedang sakit. Tapi sekarang kau harus banyak beristirahat. Kita masih punya banyak waktu lain kali, karena sekarang kau adalah milikku sepenuhnya." Mario tidak pernah menyangka bahwa jatuh cinta akan sebahagia ini. Kalau saja ia mengenal Marina sejak dulu, mungkin ia tidak akan menjadi seorang playboy yang mempermainkan hati banyak wanita. Sekarang ia berjanji untuk selalu setia pada istrinya, hanya Marina seorang. Gadis yang ia cintai. Hari-harinya sebagai playboy sudah berakhir. Good bye, player! Welcome a good man! soraknya dalam hati. ~oOo~ Honeymoon Suara ketukan di pintu membuat Mario terbangun dari tidurnya. Dengan langkah berat ia melepaskan pelukan di pinggang istrinya dan melangkah menuju pintu ketika ketukannya makin intens. "Siapa sih bertamu pagi-pagi begini?" gerutunya kesal, ia membuka pintu dengan tampang garang ketika dilihatnya dua orang itu di depan pintu. "Kenapa datang pagi sekali? Kalian mengganggu aktivitas kami, tahu?!" bentak Mario. Ia masih menguap dan mengucek matanya perlahan. Erick dan Grace yang tidak mengerti keadaan Mario hanya bisa saling memandang bingung. Apalagi melihat pria itu hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang d**a. Di lehernya ada bekas kissmark yang jelas terlihat. "Aku hanya ingin tahu keadaan Marina," Grace memberi alasan. "Lagi pula, sekarang sudah jam dua siang. Kecuali kalau itu masih pagi bagimu," sambung Erick dongkol. "Masuklah. Dia sedang istirahat, jangan ganggu dia dulu," pesan Mario datar lalu masuk ke kamar mandi. "Hei, apa kau memikirkan apa yang sedang aku pikirkan?" tanya Erick curiga. "Ya, sepertinya aku juga berpikir ke arah sana. Kita harus mengucapkan selamat pada mereka," kata Grace sumringah. "Aku mendengar kalian," kata Rio tiba-tiba mendelik tajam dari balik pintu kamar mandi, "Karena kalian sudah mengganggu quality time milikku dan Marina, maka kalian berdua harus membantuku!" ~oOo~ "Hei, kalian mau bawa aku ke mana? Kenapa mataku ditutup begini?" tanya Marina cemas, sementara Grace dan Erick hanya saling memandang penuh arti. "Nah, sekarang sudah sampai. Pangeranmu sudah menunggu," ucap Grace sambil perlahan membuka penutup mata gadis itu. "Hitung sampai lima baru buka matamu. Kami pergi dulu, selamat bersenang-senang!" Marina menghitung dalam hati lalu perlahan membuka matanya. Yang dilihat pertama kali adalah Menara Eiffel yang tinggi menjulang tidak jauh darinya. Menara seberat 10.000 ton dan tinggi 1.063 kaki itu masih tetap berdiri gagah meskipun sudah berdiri selama lebih dari 200 tahun. Awal berdirinya di tahun 1889 itu sempat menimbulkan pro dan kontra, tapi sekarang menara ini sering dijadikan tempat wisata wajib di kota Paris. Bahkan sering dijadikan lambang cinta bagi pasangan kekasih yang berkunjung ke Paris. Marina sudah terbiasa melihat Menara Eiffel, tapi yang membuatnya terkejut adalah pria itu. Di depannya, Mario tersenyum lebar dengan tuksedo hitamnya, senada dengan gaun hitam yang dipakainya. "Mario, ada apa ini?" tanya Marina. Ia memperhatikan sekelilingnya dengan takjub. Puluhan lilin berputar mengelilinginya membentuk hati. Sementara taburan kelopak mawar putih memenuhi tempatnya berpijak. "Kejutan dariku, kuharap kau menyukainya," jawab Mario tenang, ia meraih jemari Marina dan mengecupnya dengan anggun, lalu menuntunnya ke meja makan yang sudah ia siapkan. "Aku suka sekali, kau memang playboy yang hebat!" puji Marina geli, dalam hati ia sedikit iri membayangkan Mario melakukan ini dengan gadis lain. "Tentu saja, semua wanita pasti menyukai candle light dinner dengan pria setampan aku di bawah Menara Eiffel. Bukankah itu sangat romantis?" Mario berkata penuh percaya diri, menyadari kecemburuan di mata istrinya. Ternyata sangat menyenangkan menggoda wanita ini. Marina mencibir mendengar kenarsisan suaminya. Ke mana pria malu-malu yang menemaninya tidur tadi? Oh, mengingat hal tadi membuat wajahnya memanas. Untung saja sekarang cahaya lilin itu menyamarkan wajahnya yang sudah pasti semerah tomat. "Kau punya rencana negara mana yang ingin kau datangi?" tanya Mario sambil mengiris steak kesukaannya dengan sadis. "Sepertinya aku ingin keliling dunia, aku sudah membayangkan berapa banyak desain yang akan aku siapkan," jawab Marina berbinar penuh semangat. "Bukan itu maksudku!" Mario meletakkan garpunya yang hampir sampai ke mulut. "Aku bertanya, kau ingin liburan ke mana? Bukan tentang pekerjaan." "Oh, itu. Aku tidak berpikir untuk liburan dalam waktu dekat ini. Pekerjaanku banyak sekali," sahutnya datar sambil menyantap makanannya. "Kau harus, Rin! Karena aku akan mengajakmu honeymoon. Anggap saja ini adalah bulan madu kita yang tertunda." "Uhuk!" Rin tersedak makanannya saking terkejut. Bulan madu? Kini ia baru sadar kalau sekarang mereka sudah menjadi suami istri yang sesungguhnya. Tidak ada salahnya menuruti keinginan suaminya. Lagi pula, dia sudah lama tidak pergi berlibur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD